Pembukaan Gathering Dispenda Se – Jawa Barat

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jawa Barat kembali menggelar Gathering Se – Jawa Barat, setelah sebelas tahun lamanya sejak terakhir kali digelar. Acara ini diselenggarakan selama dua hari (7-8/11/2015) di Camping Ground Detasemen Kaveleri Berkuda (Denkavkud) TNI-AD Parongpong, Bandung – Jawa Barat.

Diawal acara, Nanin Hayani Adam, Sekertaris Dinas (Sekdis) Pendapatan Provinsi Jawa Barat membacakan laporan acara kepada seluruh peserta yang telah hadir. Lalu, Kepala Dinas (Kadis) Pendapatan Provinsi Jawa Barat, Dadang Suharto naik ke atas panggung untuk memberikan sambutan. Acara pembukaan ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Saleh Sofyan.

Dalam sambutannya, Dadang mengucapkan terima kasih kepada seluruh pegawai Dispenda Se – Jabar karena telah bekerja keras untuk mencapai target pendapatan tahun 2015. Ia juga merasa bahagia bisa hadir dalam acara gathering dan mendukung terselenggaranya acara ini karena sangat bermanfaat bagi lingkungan Dispenda.

Kadis Dispenda Prov Jabar, Dadang Suharto saat memberikan Sambutan Dispenda Gathering

Kadis Dispenda Prov Jabar, Dadang Suharto saat memberikan sambutan pembukaan Dispenda Gathering

“Acara ini terselenggara demi untuk menjalin silaturahmi dan kebersamaan, sekaligus menjadi ajang saling kenal antar pergawai Dispenda Se – Jabar. Mari kita manfaatkan waktu ini untuk melepas penat di kantor. Mudah-mudahan setelah pulang dari sini, semua pegawai lebih fresh dan dapat melayani masyarakat dengan lebih giat lagi. Tahun 2016 nanti harus bisa lebih baik dari tahun 2015” ungkapnya.

Setelah pembukaan Dispenda Gathering, acara hari pertama (7/11/2015) dilanjutkan dengan hiburan yang menampilkan artis Kota bandung dan Paduan Suara yang diwakili oleh masing-masing Koordinator Wilayah.

 

Potensi Pajak Jaring Apung Sangat Besar

Potensi pajak dari pembudidaya ikan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata dan Jatiluhur, Jawa Barat, sangat besar dan belum tergali. Di Waduk Jatiluhur terdapat sekitar 25.000 KJA dengan putaran uang sekitar Rp 1,2 triliun dan di Cirata ada 55.000 KJA dengan volume usaha lebih dari Rp 2,5 triliun.

”Nilai investasi setiap keramba jaring apung rata-rata Rp 50 juta per unit. Satu pembudidaya rata-rata memiliki empat KJA,” ujar Ketua Asosiasi Petani Ikan Danau Cirata (Aspindac) Agus Sundaya (42), Rabu (22/10) seperti dilansir dari Kompas.

Waduk Cirata yang menampung aliran Sungai Citarum terletak di tiga kabupaten, yakni Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta. Adapun Waduk Jatiluhur berlokasi di Purwakarta.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Purwakarta Dessy Eka Putri mengatakan, pembudidaya ikan jaring apung di Waduk Jatiluhur menjadi salah satu sasaran pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 1 persen dari penghasilan berdasarkan omzet. Potensi pajak dari waduk itu sangat besar.

”Perhitungan kasar, ada sekitar 25.000 jaring apung di Jatiluhur dan secara total perputaran uang di tempat itu mencapai Rp 1,2 triliun per tahun. Nilai pajaknya cukup besar sebagai pendapatan daerah,” kata Dessy.

Ia mengatakan, pemegang nomor pokok wajib pajak (NPWP) di Waduk Jatiluhur pada 2013 sekitar 1.500 orang. Adapun PPh yang disetorkan dari waduk itu hanya Rp 3 juta. Dessy mengatakan, pihaknya terus menyosialisasikan PPh ini kepada pembudidaya ikan jaring apung.

”Ibaratnya, dari 100 ikan yang mereka tangkap, satu ekor saja berikanlah buat negara,” kata Dessy.

Wakil Bupati Purwakarta Dadan Koswara mengimbau pembudidaya ikan KJA menyetorkan PPh sebesar 1 persen dari omzet mereka. Pendapatan dari pajak sangat bermanfaat bagi pembangunan daerah.

Agus Sundaya mengatakan, pihaknya tidak keberatan apabila pemerintah daerah memungut retribusi dari para pembudidaya. Ini karena yang terkena pajak itu adalah pemilik keramba yang dinilai berkemampuan membayar 1 persen dari omzetnya. Namun, dia meminta pemerintah memberikan kompensasi dari pengeluaran retribusi itu sebab selama ini para pembudidaya KJA berjalan sendiri.

”Paling tidak pemda memberi perhatian saat kami tertimpa musibah kematian ikan massal akibat arus bawah (upwelling) yang berlangsung hampir tiap tahun,” ujarnya. Pada musibah tahun lalu, petani ikan berusaha bangkit lagi dengan meminjam modal dari bank milik BUMD. Namun, itu tidak mudah karena perbankan memiliki persyaratan yang tak bisa dipenuhi sebagian besar pembudidaya.

sumber : Kompas

Polantas Kota Bogor Berhasil Menjaring 5000 Pengendara

Polantas Kota Bogor berhasil setidaknya menilang 5000 pengendara yang tidak tertib lalu lintas, Rabu (4/11/2015). Kebanyakan dari pengendara yang kena tilang tidak dapat menunjukan kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor seperti STNK dan SIM.

Pelajar dari salah satu sekolah menengah atas (SMA) swasta, Andika terpaksa menepikan motornya karena dia dan temannya tidak menggunakan helm saat berkendara. Setelah diperiksa oleh polisi, ternyata mereka juga tidak bisa menunjukan kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor.

“Baru pulang sekolah, mau ke rumah. Helmnya lupa dibawa, SIM sama STNK juga ketinggalan. Saya janji akan tertib, kapok dah,” janjinnya terhadap petugas Operasi Zebra Lodaya 2015.

AKP Irwadi, Kasat Lantas Polres Bogor Kota mengatakan bahwa sasaran Operasi Zebra Lodaya 2015 adalah untuk menjaring pelanggaran yang kasat mata dan tidak kasat mata. Pelanggaran kasat mata contohnya tidak memakai helm, helm yang tidak ber-SNI, tidak menyalakan lampu, spion tidak ada atau tidak lengkap, dan knalpot bising. Sedangkan pelanggaran tidak kasat mata itu seperti tidak membawa surat-surat kendaraan (SIM dan STNK) hingga kedapatan membawa senjata tajan dan norkoba.

“Ini adalah operasi nasional, serentak se-Indonesia. Untuk di wilayah Polres Bogor Kota, yang paling diutamakan adalah pelanggaran kasat mata,” tutur Irwadi.

Operasi Zebra Lodaya 2015 digelar selama dua pekan, dan akan berakhir hari ini pada pukul 00.00 WIB. Ia menambah bahwa seharusnya kemarin digelar juga sidang terbuka di tempat dengan menghadirkan hakim dan jaksa. Namun karena ada unjuk rasa di Kabupaten Bogor, maka konsentrasi terpecah.

“Maka besok pagi juga akan digelar sidang terbuka terhadap para pengendara yang terjaring dan melanggar. Untuk tempat sidang terbuka tersebut ada dua opsi, yaitu Balai Binarium atau wilayah lainnya yang masih di Kota Bogor,” ucapnya

Secara keseluruhan, sudah lebih dari 5000 kasus pelanggaran pada Operasi Zebra Lodaya 2015 di Kota Bogor. Pelanggaran tidak membawa SIM, STNK, dan knalpot bising paling mendominasi.

 

Pengendara Berusaha Hindari Operasi Zebra Kota Bogor

Polres Kota Bogor menggelar Operasi Zebra di ruas jalan KH Abdulah bin Nuh pada Selasa (3/11/2015). Banyak dari pengendara yang berhasil terjaring razia kedapatan tidak membawa surat-surat kendaraan.

“Saya tidak tahu, kalau hari ini ada operasi, rumah saya dekat kok didepan sana. Karena pengen cepet yang saya tidak persiapan, saya juga sedang terburu-buru,” ucap Shinta yang ditilang karena tidak membawa surat-surat kendaraan.

Selain berasalan karena terburu-buru, Shinta pun meminta pihak polisi untuk tidak ditilang. Ia meminta keringanan untuk mengambil kelengkapan surat-surat kendaraannya dirumah.

Berbeda dengan Muhammad Irfan, pengemudi truk mini yang terjaring operasi karena tidak bisa menunjukan KIR. Ia mengaku lupa menaruh KIR kendaraannya. Namun setelah ditahan oleh polisi, ia baru sadar jika KIR kendaraannya ditaruh dibalik jok mobil.

“Setahu saya kan masalah KIR ini urusan DLLJJ bukan urusan Polisi, trus kenapa saya harus menghadap ke polsek?” ungkapnya.

Menangggapi pertanyaan Irfan, KBO Lantas Polres Kota Bogor, IPTU Budai Sutarman menjawab bahwa pihaknya sudah bekerja sesuai dengan Uundang-undang nomor 22 tahun 2009 Pasal 288 ayat 2.  Undang-undang tersebut berisi tentang kewajiban memiliki surat-surat pengendara.

Samdong Bantu Realisasikan Pendapatan Jawa Barat 2015

Inovasi Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat, Layanan Samsat Gendong (Samdong) telah diluncurkan sejak 6 September 2015 lalu. Layanan ini dinilai sangat efektif dan dapat membantu merealisasikan target pendapatan Provinsi Jawa Barat di tahun 2015.

Dengan adanya Samdong, pajak kendaraan bermotor (PKB) yang selama ini belum dimaksimalkan potensinya mulai membuahkan hasil. Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan mengatakan tidak semua masyarakat Jawa Barat tidak memiliki itikad baik dalam memenuhi kewajibannya membayar PKB.

“Ternyata setelah kita lakukan jemput bola, mereka mau kok membayar PKB. Mereka mau menunaikan karena layanan pembayarannya dekat. Dari info yang saya terima, satu tim petugas Samdong yang jemput bole setelah shalat Jum’at sampai sore, sudah berhasil mendapatkan ratusan juta,” saat diwawancarai di sebuah rumah makan di Denpasar, Bali pada Sabtu (31/10/2015).

Menurutnya, salah satu alasan klasik masyarakat yang tidak ingin menunaikan kewajiban pajakyna adalah lokasi kantor pembayaran yang letaknya jauh. Apalagi geografis Jawa Barat tergolong luas dan memiliki lokasi yang menantang.

“Contohnya, orang desa membeli motor atau mobil di perkotaan. Sehari-hari kendaraan tersebut mereka pakai untuk di pedesaan. Ketika gliran membayar PKB tahunan, mereka sudah keburu malas karena jarak yang jauh. Maka dari itu, kami yang harus datangi,” ungkapnya.

Sebelumnya, potensi penghasilan dari PKB belum tersolusikan, meski sudah ada inovasi layanan lainnya. Seperti E-Samsat,  sehingga pembayaran PKB bila dilakukan melalui ATM BJB. Namun setelah dibandingkan, ternyata lebih efektif dan menghasilkan Samdong.

Dengan situasi ini, Aher optimis pihaknya akan dapat medorong target pendapatan APBD 2015 sebesar Rp. 23,8 triliun. Sebagaimana disahkan dalam penetapan APBD Perubahan 2015 per 17 September 2015.

Jangan Lupakan Sektor Pariwisata Sebagai Sumber PAD

Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi besar di Indonesia dengan luas wilayah 35.377,76 Km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 46.497.175 Juta Jiwa (Data SIAK Jawa Barat 2015). Setelah melewati berbagai dinamika, hingga terjadi pemekaran di beberapa wilayah sat ini terdapat 26 Kabupaten dan Kota, 625 Kecamatan serta 5.899 Desa atau kelurahan. Melihat data tersebut tentunya Jawa Barat memiliki banyak potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan dari berbagai sektor.

Sudah tidak diragukan lagi provinsi yang terletak paling barat di Pulau Jawa, memiliki daya tarik tersendiri bagi siapapun (domestik maupun mancanegara) mengunjungi atau bahkan sekedar singgah belajar, mencari nafkah, namun akan terasa berat bagi mereka untuk meninggalkan tanah Parahyangan ini. Bayangkan saja betapa bahagianya di saat akhir pekan tiba, wajah-wajah para wisatawan lokal yang berdatangan ke berbagai lokasi wisata di Jawa Barat.

Sebagai contoh adalah wilayah pusat di Jawa Barat seperti Kota Bandung, kota yang memiliki potensi ekonomi terutama dari sektor pariwisata mulai dari pakaian dan kuliner. Kemudian Kabupaten Bandung Barat yang terkenal dengan wilayah sejuknya seperti Cikole, Cihideung, dan sebagainya. Di sebelah selatan Kota Bandung adalah wilayah Kabupaten Bandung, yang juga terkenal dengan berbagai obyek wisata, mulai dari kuliner hingga agrowisata.

Wilayah-wilayah tersebut hanyalah wilayah yang secara georgafiberada di pusat Jawa Barat, namun jika dipaparkan berdasarkan wilayah Jawa Barat utara, selatan, barat dan timur, obyek wisata yang dimiliki berjumlah ratusan bahkan lebih. Jadi obyek wisata di Jawa Barat bukan Gunung Tangkuban Perahu, Pantai Bayah, Pantai Ujung Genteng, Pantai Pangandaran, Pantai Batu Karas, ataupun Pantai Ranca Buaya dan Pantai Santolo, melainkan banyak ‘spot’ (titik) wisata yang indah, asri, dan memiliki nilai ekonomi di sektor pariwisata.

Lagi pula jangan memandang sempit kepariwisataan, karena bukan melingkupi obyek wisata alam saja, jangan lupakan kekayaan kuliner, kesenian, arsitektur prasejarah, sejarah bahkan kontemporer, yang memiliki daya tarik bagi parawisatawan untuk berkunjung dan berlama-lama di Jawa Barat.

Berdasarkan data Jawa Barat memiliki  kurang lebih 350 obyek wisata. Bahkan setiap obyek wisata memiliki lebih dari satu potensi, yakni sumber daya alam mulai dari gunung, rimba, laut, air, pantai dan seni budaya. Kelima potensi alam dan  satu hasil budaya (kearifan lokal) menjadi inti bisnis pariwisata di Jawa Barat. Melalui kelima tersebut sudah seharusnya, Pendapatan Asli Daerah pun bertambah mulai dari retribusi,  dan pajak  restoran, hotel, dan fasilitasn penunjang lainnya.

Namun apa sih Pariwisata itu? Dan tentunya apabila dihubungkan dengan nilai ekonomi sudah tentu membicarakan uang, penghasil uang alias industri. Jadi Pariwisata sebagai industri adalah sesuatu yang harus digali oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat.

Wisata memiliki banyak definisi, menurut Richard Sihite dalam Marpaung dan Bahar (2000:46-47) menjelaskan pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Berbeda dengan H. Kodhyat (1983:4) pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

Sementara ndapat yang dikemukakan oleh Yoeti, (1991:103), pariwisata berasal dari dua kata, yakni Pari dan Wisata. Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata ”travel” dalam bahasa Inggris. Atas dasar itu, maka kata ”Pariwisata” dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan ”Tour”.

Dari ketiga definisi para ahli tersebut dapat diambil satu benang merah, yakni perpindahan individu ataupun kelompok manusia dari satu daerah ke daerah yang untuk mendapatkan kepuasan lahir maupun batin.

Sementara secara industri, Pemerintah Republik Indonesia telah merumuskan secara jelas melalui Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yang menyebutkan bahwa Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Atau jika dilihat dari UU RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pada Pasal 1 ayat/butir 9 disebutkan Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Dari definisi di atas penyelenggaraan pariwisata dapat diartikan sebagai komponen-komponen yang menunjang sebuah obyek wisata mulai dari industri kerajinan, perhotelan, angkutan dan lain sebagainya. Sehingga dari penjelasan tersebut sudah semakin terlihat potensi Pendapatan Asli Daerah dari sektor pariwisata, melalui retribusi dan pajak.

 

Pemerintah Daerah semakin memiliki kebebasan untuk mengolah berbagai potensi daerahnya termasuk salah satunya obyek dan daya tarik wisata. Kebebasan tersebut tiada lain adalah dengan jaminan yang diberikan Pemerintah Pusat melalui Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Pemeritahan Daerah, dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dari kedua UU tersebut Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dan keleluasaan untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata, lugas dan bertanggung jawab.

 

 

 

 

 

 

500 Kendaraan Dinas Tak bayar Pajak

Ternyata bukan masyarakat biasa saja yang memiliki kesadaran minim dalam membayar pajak. Itu terlihat ketika banyak kendaraan dinas Pemkab Sukabumi yang ternyata belum membayar pajak. Sebanyak 500 kendaraan dari 3000 kendaraan dinas di Kabupaten Sukabumi belum membayar pajak.

Hal ini diamini oleh Kasi Penerimaan dan Penagihan CPDP Kabupaten Sukabumi Wilayah 2, Agus Rizki H. Ia mengungkapkan bahwa dari jumlah tersebut, kebanyalkan yang belum membayar pajak adalah kendaraan bermotor roda dua di lingkungan desa dan kecamatan.

“Rata-rata yang belum bayar pajak itu kendaraan motor dinas,” ungkap Rizki, Senin (02/11/2015).

Diwawancarai terpisah, Penjabat Bupati Sukabumi, Achadiat Supratman mengaku berjanji akan menindak lanjuti persoalan ini. Menurutnya, Perda Provinsi telah mengatur pembayaran kendaraan dinas dan menyerahkan kewajiban membayar pajak kepada pemegang kendaraan dinas tersebut.

Achadiat juga berjanji jika menemukan PNS yang memiliki kendaraan dinas dan belum membayar pajak, dirinya akan memberikan sanksi teguran maupun sanksi disiplin. Sejauh ini, ia sedang melakukan pendataan terhadap kendaraan tersebut.

“Kami sudah ada target dan akan memberikan sanksi jika benar ada temuan sepeti itu,” pungkasnya.