Dispenda Jabar Gelar Sosialisasi KTMDU

Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat gelar sosialisasi petunjuk teknis kegiatan penelusuran atau sensus Kendaraan Tidak Melakukan Daftar Ulang (KTMDU) tahun 2015 bersama perwakilan cabang dan pejabat lainnya di lingkungan Dispenda 27 Maret 2015 lalu.

Kadispenda Dadang Suharto, SH, MM mengatakan, hal tersebut sebagai upaya pihaknya menyamakan persepsi dengan semua pemangku kebijakan agar program tersebut dapat terlaksana dengan baik sesuai harapannya.

“Ini untuk menyamakan persepsi, jangan sampai ada miss di lapangan. Apalagi ini salah satu program penting kita untuk mendata kendaraan,” kata Dadang dalam sambutannya di Aula Dispenda.

Ia berharap semua pemangku kebijakan dari mulai tataran Dispenda pusat sampai cabang dan pelaksana KTMDU dapat serius dan bersungguh-sungguh menyukseskan program tersebut. Bahkan, bila perlu semua ikut memantau sampai turun ke lapangan.

“Saya juga akan ikut turun kelapangan, saya berharap semua pun ikut memantau dan turun ke lapangan melihat pelaksanaan pendataan, ini sebagai controling dan tanggujawab kita juga,” tegasnya. ***

23 Pejabat Dispenda Dirotasi dan Promosi

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan rotasi dan promosi kepada 430 pejabat eselon II, III dan IV, hal itu dilakukan guna mengoptimalkan kinerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Rotasi dan promosi ini pun terjadi di Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat, tercatat sebanyak 23 pejabat baik dari pusat maupun cabang di tiap kota/kabupaten mengalami rotasi dan promosi.
Secara khusus, Kepala Dispenda Jawa Barat, Dadang Suharto, SH, MM pun menggelar acara serah terima jabatan di Aula Dispenda, Jumat (27/3). Secara simbolis 23 pejabat tersebut pun mendapat amanat baru dari pemerintah.
Rotasi dan promosi ini mengacu kepada surat keputusan Gubernur Jawa Barat nomor 821.2/KEP.339-BKD/2015 tanggal 18 Maret 2015 tentang alih tugas dan alih jabatan di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Menuut Dadang, rotasi dan promosi merupakan hal yang biasa dilakukan di lingkungan Pemprov Jabar, rotasi dan promosi pun sebagai upaya untuk peningkatan kinerja. Selamat bekerja dan semoga sukses dengan jabatan barunya. ***

Mengenang Sekda Jabar dan Dispenda

Bandung: Ada yang masih hangat dalam ingatan terkait Sekda Jabar Wawan Ridwan yang baru meninggal tadi (21/3) pagi.
Pada akhir November 2014 lalu, jelang peluncuran E-Samsat, almarhum yang masih bugar menekankan pentingnya melayanu kontributor utama pendapatan Dispenda Prov. Jabar.
Menurut dia, Dispenda harus lebih melayani optimal pemilik sepeda motor sebagai kontributor pajak terbesar.
Pasalnya, saat diwawancara kala itu, 80% pajak berasal dari pajak kendaraan sepeda motor. Karenanya dari sisi pendapatan, harus ada pelayanan lebih optimal sebagai upaya menggali pendapatan lebih baik.

Dia mengatakan, meski ada upaya menggenjot pendapatan, namun umpan balik bagi para pembayar pajak tetap dibutuhkan. Terlebih saat ini pajak Jabar masih didominasi dari kendaraan bermotor khususnya roda dua.

“Misalnya wajib pajak motor bisa diberikan opsi layanan bengkel gratis satu tahun sekali atau pemberian helm dan kelengkapan lainnya,” katanya di Gedung Sate, kala itu.

Menurut almarhum, Dispenda tidak akan kesulitan mewujudkan hal ini karena memiliki sumber dana cukup kuat. Dengan mendirikan bengkel gratis atau membagikan helm, pembayar pajak merasa diperhatikan.

Wawan menilai tidak berlebihan jika Dispenda memiliki program yang bisa memanjakan pembayar pajak, sehingga pelayanan berbeda ini kian meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak. ***

Dispenda Jabar Berkabung dengan Meninggalnya Sekda Jabar

Bandung: Dinas Pendapatan (Dispenda)  Provinsi Jawa Barat berkabung dengan meninggalnya Sekretaris Daerah Jawa Barat Wawan Ridwan, Sabtu (21/3) pagi ini di Bandung.
Berdasarkan informasi yang dihimpun laman Dispenda dari pelbagai media, almarhum meninggal setelah sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
“Beliau meninggal (hari ini) pukul 06.09 WIB di rumah sakit,” kata Kepala Biro Humas, Protokol, dan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Ruddy Gandakusumah di Bandung.
Ruddy mengatakan, jenazah Wawan akan dibawa ke rumah dinasnya di Jalan Ariajipang Nomor 2 Bandung. Jenazah rencananya dimandikan dan disalatkan di Masjid Almutaqin di kompleks Gedung Sate Bandung sekitar pukul 9 pagi ini, sebelum dimakamkan di TPU Cikutra, Bandung.

Rudy mempersilakan kepada warga Bandung untuk ikut menyolatkan Wawan di masjid di Gedung Sate. Setelah disalatkan, jenazah Wawan akan dimakamkan di TPU Cikutra, Bandung.

Wawan sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sejak, Selasa, 10 Maret 2015.

Semasa hidupnya, Wawan dikenal humoris. Alumnus Institut Pertanian Bogor, jurusan Agribisnis Pertanian tahun 1981 itu lahir di Bandung, 25 Desember 1956. Menghabiskan masa sekolahnya di Sumedang sebelum hijrah melanjutkan pendidikan tinggi di Bogor.

Wawan memulai kariernya di Departemen Kehutanan sebagai Pejabat Kepala Seksi Pengukutan dan Perpetaan Hasil Reboisasi 1983-1987. Kariernya banyak dihabiskan di Departemen Kehutanan sebelum bertugas di Ciamis.

Wawan sempat menduduki posisi Kepala Dinas Kehutanan Ciamis, serta Kepala Bappeda Ciamis. Pada 2005, Wawan menjabat Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat yang mengantarkannya pada jabatan Asisten Perekonomian Jawa Barat pada 2008. Wawan kemudian dipercaya menjabat Sekda Jawa Barat pada 2013. (**)

Pemprov Jabar Lakukan Rotasi

Guna mengoptimalkan kinerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sebanyak  430 pejabat eselon II, III dan IV dirotasi dan promosi. Hal itu dikatakan Kepala Bagian Humas Pemprov Jabar, Ateng Kusnandar, di Gedung Sate, Jumat (20/3).
Menurutnya, rotasi dan promosi tersebut merupakan hal yang biasa dilakukan di lingkungan Pemprov Jabar. Terlebih rotasi dan promosi pun sebagai upaya untuk peningkatan kinerja.
“Rotasi dan promosi ini pada dasarnya untuk meningkatkan kinerja,” kata Ateng.
Pada kesempatan itu ada lima pejabat eselon II yang dipromosikan, 105 pejabat eselon III dan pejabat eselon IV ada  320 orang yang dikukuhkan jabatannya.
“Ada perubahan struktur juga, seperti di humas itu penambahan satu subag yang tadinya dua jadi tiga. Dulu dua subag, publikasi dan pelayanan internal eksternal, sekarang jadi subag publikasi, pemberitaan, serta pelayanan informasi dan dokumentasi,” bebernya. ***

Hari Raya Nyepi, Samsat Libur

Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat Dadang Suharto SH, MM mengatakan seluruh pelayanan Samsat di bawah koordinasinya akan diliburkan pada tanggal 21 dan 22 Maret 2015.

Hal itu sebagai tindak lanjut dari surat edaran Gubernur Jawa Barat tertanggal 21 November 2014 perihal hari libur nasiona dan cuti bersama tahun 2015. Pasalnya pada tanggal 21 adalah perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1937.

“Hari libur itu berlaku untuk seluruh pelayanan Samsat, termasuk Samsat Outlet dan pelayanan Samsat lainnya,” kata Dadang melalui surat edaran tertanggal 12 Maret 2015.

Pada tanggal 23 Maret 2015, seluruh pelayanan Samsat kembali melakukan pelayanan sebagaimana mestinya, untuk mengantisipasi terjadinya keterlambatan pendaftaran wajib pajak, maka penerapan sanksi akan diberlakukan pada tanggal 24 Maret 2015.

“Untuk wajib pajak yang bisa membayar pajak kendaraan pada tanggal 23 Maret. Karena pada tanggal 24 Maret wajib pajak bisa dikenakan sanski administratif atas kerterlambatan pembayaran,” ungkapnya. ***

Mengantisipasi Masalah Pajak Pada Era MEA di Jawa Barat

Dalam hitungan beberapa bulan ke depan, Jawa Barat akan segera mengalami fase ekonomi baru yakni penerapan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yang membuat semua berada dalam posisi peluang yang setara.
Salah satu hal yang sangat terkait perpajakan adalah praktek bisnis yang memungkinkan menguntungkan di era ini karena proses distribusi barang dan jasa menjadi lebih dinamis ke depan.
Akan tetapi, sebagaimana pengalaman menunjukkan, bahwa proses perpajakan pada zaman MEA nanti juga sangat mungkin menciptakan berbagai petaka bagi Jawa Barat khususnya dan Indonesia umumnya.
Salah satu bencana itu adalah praktek transfer pricing, alias transaksi barang dan jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar. Bisa dengan menaikkanatau menurunkan harga, kebanyakan dilakukan oleh perusahaan global.
Hal ini dilakukan guna mengurangi jumlah profit sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadi rendah. Motif lainnya adalah menggelembungkan profit untuk memoles laporan keuangan.
Modus transfer pricing, seperti dihimpun berbagai sumber, dapat terjadi atas harga penjualan, harga pembelian, overhead cost, bungashareholder-loan, pembayaran royalti, imbalan jasa, dan penjualan melalui pihak ketiga yang tidak ada usaha (special purpose company).
Dalam menjalankan modus ini, prakteknya pengusaha mendirikan perusahaan perantara di negara bertarif pajak rendah seperti Singapura, sebelum menjual ke pengguna akhir.
Contohnya PT.X memproduksi mobil dengan biaya Rp.700 dan menjualnya ke PT.Y (perusahaan afiliasi) ke Singapura seharga Rp.725.
PT.Y ini hanya perusahaan akal-akalan yang berada di negara berpajak rendah (tax haven country). Dari PT.Y, mobil dijual ke PT.Z dengan harga Rp.1.000. Karena PT.Y tidak ada usaha riil, yang terjadi adalah penjualan mobil dari PT.X kepada PT.Z.
Profit PT.X yang dilaporkan dalam SPT adalah Rp.725-700 atau Rp.25 per mobil. Seharusnya profit PT.X adalah Rp.1000-700=Rp.300. Selisih harga jual ini merupakan bentuk transfer pricing berupa penurunan harga, karena seharusnya pajak dikenakan atas profit sebesar Rp.300 per mobil.
Dalam akuisisi usaha juga bisa terjadi transfer pricing. Penjualan pabrik hanya dinilai dari nilai aset dan lahan pabrik. Faktor kelangsungan usaha seperti tenaga kerja, merek, dst, tidak dilaporkan sebagai nilai asset perusahaan, sehingga nilai jual perusahaan sangat rendah. Akibatnya pajak dirugikan karena pajak penghasilan atas akuisisi menjadi rendah. Pada era MEA, diduga akan banyak akuisisi untuk pertumbuhan usaha anorganik.
Praktek lainnya membayar royalti ke induk usaha. Contoh PT.A di Indonesia, selaku anak usaha XYZ Limited, mendapat lisensi untuk menjualan produk XYZ Limited di Thailand. Selain itu XYZ Limited juga memberi lisensi ke perusahaan non afiliasi di Indonesia, yaitu PT.B. Atas lisensi ini, PT.A membayar fee ke XYZ Limited sebesar Rp.10 milyar.
Dengan jumlah omset hampir sama, PT.B hanya membayar royalti ke XYZ Limited sebesar Rp.2,5 milyar. Atas perbedaan tarif royalti, kemungkinan pembayaran royalti PT.A adalah pembayaran dividen terselubung dari PT.A ke XYZ Limited selaku pemegang saham.
Lalu, bagaimana menangkal berbagai praktik ini terjadi? Bagaimana potensi dari MEA agar jadi keuntungan bersama, bukan malah merugikan semua dari kita, terutama masyarakat dan provinsi Jawa Barat??
Dilansir pajak.go.idterdapat sejumlah cara menangkalnya. Pertama, mengaktifkan peran akuntan publik. Ketentuan paragraf 9 huruf d Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) No. 34 mengatur peranan auditor untuk menguji kewajaran perhitungan yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Model penilaian usaha untuk pengenaan pajak harus diperluas ke penilaian atas asset non riil seperti goodwill, merek dan lisensi sehingga diketahui berapa nilai transaksi yang ada.
Kedua, memperluas kriteria transfer pricing tidak hanya related parties, tetapi melebar ke semua transaksi yang diindikasikan di bawah harga pasar wajar, termasuk dengan perusahaan non afiliasi.
Ketiga, menggunakan data pembanding Eksternal dari pelaporan DHE (Devisa Hasil Ekspor) untuk mendeteksi aliran dana dan underlying transaksi ekspor. Dalam Peraturan Bank Indonesia No.13/20/PBI/2011, seluruh penerimaan DHE harus melalui Bank Devisa, dimana eksportir wajib menyampaikan informasi tentang DHE meliputi informasi tanggal PEB, kode kantor Bea Cukai, nomor pendaftaran PEB, dan NPWP eksportir.
Keempat, mengumumkan ke publik tentang proses banding oleh wajib pajak yang melakukan transfer pricing, sebagai bentuk tekanan moral. Perlu dicermati, pada pasal 50 ayat (1) UU No.14/2002 tentang Pengadilan Pajak, disebutkan bahwa pengadilan pajak terbuka bagi publik. Dengan Pemerintah mengumumkan jalannya peradilan pajak, akan membuka mata publik bahwa perusahaan-perusahaan terkenal tersebut ternyata melakukan kecurangan untuk menghindari pajak.
Kelima, pembentukan single document window (SDW) antar negara yang telah menerapkan tax treaty, dan forum multilateral, seperti MEA dan APEC. Model SDW efektif mengawasi harga pengiriman barang antar negara produsen dan konsumen. Dengan model SDW, penerbitan invoice oleh perusahaan perantara abal-abal di tax haven country akan terkena pajak, sehingga modus transfer pricing tidak efisien untuk perusahaan tersebut. (**)

Rencananya, E-Samsat Akan ke Bank Lainnya

Agar memudahkan masyarakat Jabar, terutama agar bisa leluasa membayar dari berbagai bank, sejumlah terobosan akan digulirkan Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jabar.
Menurut Kepala Dispenda Jabar Dadang Suharto, ke depan, pihaknya akan mendorong mitra bank eksisting, BJB, untuk bekerjasama dengan bank lain seperti Bank Mandiri, BRI dan BCA.
Dengan demikian, pembayaran e-Samsat tidak hanya dilakukan di Bank BJB saja. “Kita minta ke bjb untuk kerjasama dengan bank lain agar pembayaran pajak lebih mudah lagi,” kata Dadang di Bandung, pekan lalu.
Sekalipun tercatat sebagai bank yang sahamnya dimiliki secara mayoritas oleh Pemprov Jabar, akan tetapi kerjasama dengan bank lain akan lebih memudahkan masyarakat Jabar keseluruhan.
Hal tersebut dinilai tidak akan merugikan karena pemegang prinsipal sistem tetap bjb, sehingga memungkinkan adanya skema pembayaran fee dari bank lain yang bekerjasama dengan bjb.
Dia menambahkan, sistem e-Samsat di Jabar ini merupakan salah satu terobosan pertama di Indonesia. Bahkan beberapa provinsi sudah mendatangi Dispenda mengenai sistem tersebut.
“Jabar selalu menjadi contoh. Ya kita akan tularkan ke provinsi lain. Yang jelas kita ingin terus menggenjot pajak kendaraan motor karena 70 persen PAD itu dari pajak kendaraan motor,” ucap dia. (**)

‘E-Samsat Tak Ada Komplain’

Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jabar Dadang Suharto belum pernah mendengar masyarakat melakukan komplain terhadap layanan mutakhirnya yakni E-Samsat.
Bahkan, kata dia, program E-Samsat ini disambut baik oleh masyarakat. Banyak masyarakat kini melakukan pembayaran dengan sistem tersebut.
“Alhamdulilah saya tidak pernah membaca komplen dari masyarakat terhadap pelayanan kami. Bahkan antusias dari masyarakat sangat tinggi,” ucap dia di Kantor Dispenda Jabar, baru-baru ini.
Menurut Dadang, pembayaran sangat memudahkan karena tinggal datang ke Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
“Struk ATM pembayaran itu sebagai pengganti pembayaran STNK serta pengesahan. Mudah kok cuma 20 detik. Tidak harus mengantri lama-lama lagi,” ujarnya.
Dengan sistem E-Samsat, lanjut Dadang akan memotong proses birokrasi serta menutup penyimpangan.
“Kalau masyarakat sudah sadar memakai sistem IT tidak perlu ngantre lagi. Bahkan pembayaran bisa dilakukan hingga jam 10 malam. Ini bentuk pelayanan prima dari kami,” ucap dia. (**)

Memilih Optimistis di Balik Tantangan

Tahun ini, target pendapatan dalam APBD Pemprov Jabar 2015 menembus angka Rp22 triliun. Sebuah numerik fantastis bila mengingat angka ini naik 11,17% dibandingkan target pendapatan dalam APBD 2014.

Pendapatan riil berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang banyak ditopang oleh pajak daerah yang dihimpun Dispenda Prov. Jabar, yang diproyeksikan mencapai Rp 15,38 triliun atau meningkat 18,01% dari tahun sebelumnya.

Kemudian Dana Perimbangan diperkirakan mencapai Rp 2,7 Triliun lebih atau turun sebesar Rp 118,28 Milyar lebih. Serta Pendapatan Daerah lainnya yang sah mengalami penurunan sebesar Rp 4,8 Milyar lebih atau turun 0,12%.

Lantas, ciutkah kita dengan angka sebesar itu? Bagaimanapun, bilangan diatas hanyalah kumpulan angka, tak perlu cemas, apalagi menyerah. Apa bedanya 22, 32, atau 42? Ini hanyalah tentang bagaimana kita hadapi ini semua dengan kesadaran jiwa serta kekuatan keyakinan.

Kita tahu, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Kita tahu di balik pelbagai targetan dahsyat ini, maka kita harus bekerja keras dan cerdas, bukan hanya sebesar satu/dua kali, melainkan harus 4 kali lipat dari biasanya.

Mengapa? Kita melihat dulu makronya. Di tingkat nasional, pertumbuhan penerimaan nasional dari tahun 2012-2014 hanya berkisar 9,6% namun Dirjen Pajak tahun ini dipatok target pendapatan Rp1.296 triliun atau naik 31,55%.

Maka itu, jika Jabar pun harus menggenjot tinggi, ini sesuatu yang tak berlebihan. Bahkan, boleh jadi dalam kurun waktu 3 hingga 5 tahun ke depan, potensi penerimaan pajak di Jabar sudah dipatok minimal Rp100 triliun dan Indonesia lebih dari Rp 2000 triliun per tahun. Namun yakinlah, angka tersebut bukan merupakan sesuatu yang ajaib, apalagi jadi-jadian.

Ini wajar karena masih banyak segudang potensi perpajakan yang masih belum bisa dioptimalkan. Sebagai negara besar, dibandingkan dengan negara lain, penerimaan pajak di Indonesia masih tergolong sangat luas peluangnya.

Memang banyak sekali faktor yang mempengaruhi proporsionalitas penerimaan ini, namun mengapa kita tidak bisa disaat negara lain bisa? Itulah pekerjaan rumah kita bersama sekarang. Di negara maju, potensi penerimaan pajak dari orang pribadi lebih besar dibandingkan potensi penerimaan pajak dari Badan.

Hal ini tentunya bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Jabar khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dengan jumlah wajib pajak orang pribadi yang begitu besar, namun justru potensi yang bisa digali malah justru sedikit. Untuk beberapa tahun mendatang, mungkin inilah saatnya kita mulai beralih domain utama di bidang perpajakan.

Mulai kejarlah aset-aset para pengemplang pajak. Selanjutnya, terkait dengan peraturan perpajakan, di negara tetangga menganut asas flexibilitas. Jadi tarif pengenaan terhadap segala aspek perpajakan itu masih dimungkinkan berubah. Besarnya tarif perpajakan di tahun berjalan masih bisa naik atau malah turun. Hal ini tentunya disesuaikan keadaan perekonomian di dalam negeri dan faktor lain yang mempengaruhi.

Memang pemberlakuan peraturan semacam ini akan sedikit banyak menguras energi kita. Tapi jika itu baik untuk negeri ini, mengapa tidak kita lakukan?

Terakhir, strategi pemasaran yang gencar perlu ditanamkan ke dalam benak masyarakat Indonesia. Meskipun manfaat yang diberikan tidak secara langsung, namun Pajak lah yang membuat negara tetap hidup. Masyarakat perlu mencintai Pajak layaknya mereka mencintai KPK. Pajak harus mendapatkan pengakuan terbesar dari masyarakat sendiri.

Ciptakanlah cara-cara persuasif yang mengena di hati. Kegagalan demi kegagalan dimasa lalu bukan merupakan penghalang, belajar dan bakarlah ketakutanmu akan kegagalan.

Jadi, apakah tugas mulia ini merupakan sebuah misi yang mustahil? Kita optimis, setidaknya jalan terbuka. Jika pesimistis, jangankan target, melangkah pun sulit benar. Kita pastinya memilih yang optimistis. Semangat! (***)