Jawa Barat Menuju Pelayanan Prima

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terluas sekaligus populasi terpadat di Indonesia. Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas 35.377,76 Km2, menurut Data Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) Provinsi Jawa Barat didiami penduduk sebanyak 46.497.175 Juta Jiwa. Penduduk ini tersebar di 26 Kabupaten/Kota, 625 Kecamatan dan 5.899 Desa/Kelurahan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kabupaten Bogor sebanyak 4.966.621 Jiwa (11,03 %), sedangkan penduduk terkecil terdapat di Kota Banjar yaitu sebanyak 192.903 Jiwa (0,43 %).

Dengan angka populasi yang tinggi, maka dapat dibayangkan kesulitan seperti apa yang dialami oleh pemerintah, terutama dinas yang langsung berkenaan dengan layanan publik. Berbagai kendala tentu akan mewarnai pekerjaan para aparat setiap harinya, demikian pula layanan yang akan didapatkan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Maka untuk mendapatkan pelayanan publik yang prima kedua belah pihak harus bisa bersinergi, atau minimal salah satu pihak, pemerintah.

Kendala berakar dari sistem administrasi pelayanan,  sumber daya aparat, hingga infrastruktur. Selanjutnya kendala lainnya adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman akan sistem administrasi dan sumber daya aparat yang melayani mereka.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646), pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Normann (1991:14) menyatakan karakteristik pelayanan sebagai berikut:

  1. Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
  2. Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
  3. Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.

Karakteristik tersebut dapat menjadi dasar pemberian pelayanan terbaik. Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow dan Uttal (Sutopo dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.

Sementara pelayanan publik yang dimaksud dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah ”segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan ( Kep. Menpan No 63/KEP/M.PAN/7/2003 ), atau dapat juga diartikan suatu pelayanan yang dilakukan oleh lembaga âlembaga pemerintah kepada masyarakat.

Pelayanan publik memiliki ciri-ciri yang sebetulnya sama dengan yang ada di dunia usaha yaitu; berusaha memenuhi harapan pelanggan dan merebut kepercayaannya, karena kepercayaan dari pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup dari suatu organisasi.

Dalam pemerintahan rendahnya kepercayaan masyarakat tersebut pasti akan menimbulkan kekacauan yang berkepanjangan yang pada ahirnya menimbulkan banyak kerugian. Oleh sebab itu meskipun dalam pelayanan publik ini tidak ada keuntungan materi yang langsung dapat dinikmati oleh pemerintah , tetapi dengan memberikan pelayanan prima pada setiap pelayanan publik tentu akan mendatangkan keuntungan dalam bentuk meningkatnya kepercayaan masyarakat, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik (pada gangguan keamanan) dan juga dapat terciptanya tatanan hidup masyarakat yang berdaya dan mandiri.

Agar pelayanan publik ini dapat dilakukan secara prima tentu ada beberapa prinsip yang menjadi acuan antara lain :

1. Mengutamakan pelanggan

Memberikan suatu kemudahan dan kenyaman kepada pelanggan, mengutamakan pelanggan external dari pada pelanggan internal dan mengutamakan pelanggan langsung dari pada pelanggan tidak langsung.

2. Sistem yang Efektif

Memberikan pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar di mata pelangan, meskipun sebenarnya proses pelayanan itu melibatkan beberapa unit kerja yang berbeda.

3. Melayani dengan hati nurani

Melayani pelanggan sikap dan perilaku petugas haruslah baik, artinya bahwa meskipun sarana dan prasarana pelayanan sangat baik, tapi biasanya sikap dan perilaku pelayanan oleh petugas merupakan penilaian yang tidak dapat diabaikan.

4. Melakukan perbaikan yang berkelanjutan

Memperbaiki sistem pelayanan yang disesuaikan antara kebutuhan masyarakat dengan perkembangan secara sosiologi, psikologi dan teknologi (TIK)

5. Memberdayakan pelanggan

Memberikan pengetahuan dan informasi yang dapat menjadi bekal bagi pelanggan untuk menyelesaikan persoalannya sendiri.

 

Seandainya semua dinas dan badan milik pemerintah provinsi,  baik di kabupaten maupun kota melakukan langkah minimal tiga atau empat poin di atas maka bukan mustahil akan mendapatkan keberhasilan dalam melayani masyarakat Jawa Barat yang plural.

 

Tingkatkan Pemeriksaan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor, Tingkatkan Pendapatan Daerah

Pemeriksaan untuk Wajib Pajak Kendaraan Bermotor harus semakin ditingkatkan fokus, dan dilakukan secara profesional. Baik melalui operasi gabungan kedaraan yang dilakukan secara periodik, maupun dengan mendata, melayangkan surat tagihan ataupun langsung mendatangi tempat tinggal Wajib Pajak (WP).

Proses pemeriksaan ataupun pendataan harus berlangsung secara terus menerus baik untuk kendaraan pribadi, kendaraan dinas badan hukum (swasta), dan milik pemerintah.  Pendataan dan verifikasi harus berlangsung mulai dari SAMSAT, Dinas Perhubungan hingga Dinas Pendapatan Daerah di masing-masing daerah. Terlebih dengan tingkat volume kendaraan yang dapat dipastikan setiap tahunnya bertambah, makan potensi peningkatan PKB pun turut terdongkrak.

Agar lebih memudahkan penagihan terutama yang akan didatangi secara langsung, sebaiknya SAMSAT, Kepolisian bersama Dinas Pendapatan daerah berkerjasama dalam merumuskan kebijkan mulai dari kategori tunggakan pajak, jenis kendaraan, pemilik kendaraan, dan tahun produksi kendaraan. Jika tahun produksi kendaraan terbilang masih baru (dirumuskan kembali angka tahunnya), namun si pemilik lalai menunaikan pajaknya selama misalnya 3 tahun, maka WP tersebut wajib didatangi. Dengan menentukan kriteria WP yang akan didatangi, maka langkap penagihan akan efektif dan efisien.

Selain itu perlu dilakukan evaluasi yang terus menerus mulai dari profile Wajib Pajak hingga perkembangan usaha yang ada dalam Audit Report. Sehingga apabila melakukan pemeriksaan berikutnya akan membantu. Dengan melihat dokumen yang lainnya maka akan dapat diketahui perkembangan Wajib Pajak secara baik yang dituangkan dalam audit program.

Dalam melakukan langkah nyata guna meningkatkan Pendapatan Daerah melalui Pajak Kendaran Bermotor, sangat diperlukan adanya pembagian fungsi dari Kantor Pusat dan Unit Pemeriksa. Fungsi dari kantor pusat harus jelas yaitu membuat konsep untuk unit pelaksana, mengalokasikan resources, teknik-teknik yang terbaru sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi.

Dalam pemeriksaan dan penagihan Pajak Kendaraan Bermotor perlu dipertimbangkan pula, kenapa mereka lalai atau bahkan malas mendatangi drive thru ataupun kantor Samsat. Bisa jadi karena ketidak-nyamanan, mulai dari pelayanan yang lambat, banyak calo, tempat yang kecil akibatnya sesak dan panas, serta situasi dan kondisi yang membuat mereka tidak taat membayar pajak.

Kata kunci manajemen pemeriksaan adalah Focus dan kebalikannya adalah Unfocus jika tidak terdapat obyek dan tidak tahu dimana harus mulai pemeriksaannya. Pemeriksaan yang terdekat adalah terhadap Wajib Pajak yang telah meregistrasikan kendaraannya, kemudian melalui temuan-temuan operasi gabungan di lapangan artinya mendata dan menyimpan semua kendaraan yang terbukti lalai membayar pajak terutama yang menahun  (mereka lebih memiliki potensi untuk kembali mengulangi kelalaiannya). Maka dengan informasi dan data yang jelas maka untuk pemeriksaan di tahun selanjutnya, Tim Gabungan tidak akan meraba-raba kembali melainkan mendapatkan temuan yang sudah pasti.

Pemeriksaan dan verifikasi yang dilakukan oleh pihak Kepolisian adalah untuk membuktikan legalitas kepemilikan kendaraan, maka fungsi inti dari Dinas Pendapatan Daerah terutama dalam otoritas pajak yakni untuk membantu administrasi pajak.  Artinya mecari cara agar semakin banyak masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor maka semakin meningkat pendapatan daerah melalui Pajak Kendaraan Bermotor setiap tahunnya.

Masyarakat di setiap pelosok daerah tentunya memiliki karakter yang berbeda, dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Meski demikian pihak pemerintah harus mampu mempelajari, mencermati berbagai kendala yang dihadapi oleh masyarakatnya. Sehingga ketika mereka lalai dalam membayarkan pajaknya, meskipun mereka mampu membayar denda administrasi jangan sampai mereka berkelit dengan kelemahan sistem administrasi pajak ataupun kondisi lingkungan pembayaran pajak (calo, ruang sempit, dll).

Jika diinventarisasi lagi tanggungjawab pemeriksaan dan keberhasilannya adalah di Kantor Pusat yang mengatur kebijakan pemeriksaan dan juga unit-unit yang melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan kebijakan dari Kantor Pusat. Oleh karena itu setiap tahun harus dilakukan revitaliasi dan setiap saat dilakukan pemeriksaan sehingga dapat terjawab cara pemeriksaan yang ideal.

Ada tiga ukuran pencapaian tujuan pemeriksaan yaitu secara kuantitatif, revenue dan kualitatif. Tujuan pemeriksaan tercapai secara kuantitatif jika pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak dengan sumber daya yang ada. Pemeriksaan yang efektif adalah 7% dari jumlah Wajib Pajak yang terdaftar tersebut. Objek pemeriksaan semakin banyak semakin baik. Jangan sampai ada Wajib Pajak yang puluhan tahun tidak diperiksa dan ada Wajib Pajak yang sering diperiksa.

Kemudian tujuan pemeriksaan tercapai secara revenue jika pemeriksaan yang efektif dapat menghasilkan revenue yang maksimal dan Wajib Pajak membayar atas koreksi yang dilakukan. Sedangkan tujuan pemeriksaan tercapai secara kualitatif antara lain jika pemeriksaan dari review maka komentar dari review adalah semakin sedikit. Jika banyak catatan maka kualitasnya masih rendah. Selain itu sebaiknya kegiatan pemeriksaan dilakukan dengan mengajak unsur Lembaga lainnya.

Kanwil Djp Jawa Barat I Berhasil Cairkan Tunggakan Pajak Senilai 17 Miliar Rupiah

Bandung, 14 Agustus 2015. Upaya pengumpulan pundi-pundi APBN dari sektor perpajakan kian menggeliat. Uang sejumlah 5 miliar rupiah dicairkan dari rekening milik pengusaha berinisial HH pada Selasa, 11 Agustus 2015 lalu. Pencairan dana tersebut dimaksudkan sebagai pelunasan hutang pajak yang ditunggak oleh pengusaha tersebut. Pengusaha tersebut sebetulnya telah melakukan angsuran hutang pajak dengan nilai angsuran sebesar 315 juta rupiah selama tahun 2015. Atas dasar itulah pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying segera mencairkan saldo rekening milik HH yang sebelumnya telah diblokir. Pencairan tersebut dilakukan di 26 rekening yang tersebar di beberapa bank yang berbeda.

Pada saat yang hampir bersamaan, KPP Pratama Bandung Bojonagara dan KPP Madya Bandung juga berhasil mencairkan tunggakan pajak dari group usaha pengusaha HH tersebut. KPP Bandung Bojonagara berhasil mencairkan tunggakan senilai 3 miliar rupiah sedangkan KPP Madya Bandung berhasil mencairkan tunggakan senilai 7,8 miliar rupiah. HH telah berkomitmen kepada Ditjen Pajak bahwa dia akan mengangsur tunggakan pajak sebesar 7 miliar rupiah pada tahun ini.

Selain tindakan penagihan berupa pencairan saldo rekening Wajib Pajak, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat I juga mendorong para Kepala KPP di wilayah kerjanya untuk melakukan upaya lain. Salah satu yang telah menuai hasil adalah KPP Bandung Bojonagara. Penanggung Pajak PT. GGP sebelumnya telah diusulkan untuk disandera (gizjeling) dan surat ijin penyanderaan dari Menteri Keuangan telah terbit. Namun yang bersangkutan memilih membayar tunggakan pajak sebesar 1,15 miliar rupiah, sehingga eksekusi penyanderaan batal dilakukan.

Upaya penagihan aktif tersebut terbukti menuai hasil gemilang. Uang negara sebesar 17 miliar rupiah bisa segera diselamatkan. Hal ini tak lepas dari kemauan keras para pegawai di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat I dalam melakukan tindakan penegakan hukum (law enforcement). Penegakan hukum merupakan wewenang yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dalam menjalankan amanat Undang-undang Perpajakan. Sebagaimana diketahui, minggu lalu Pengadilan Negeri Bandung juga memvonis seorang pengusaha berinisial DS yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan menggelapkan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 5,6 miliar rupiah. DS dijatuhi hukuman kurangan selama 3 tahun 4 bulan, dan denda 11,9 miliar rupiah subsider 6 bulan.

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I, Adjat Djatnika, berharap dua kasus tersebut menjadi pelajaran berharga buat Wajib Pajak di wilayahnya. “Seperti yang saya sampaikan berulang kali, aturan pajak ini tegas dan pasti. Yang melanggar pasti akan kena sanksi, bisa sanksi administratif berupa bunga dan denda, bisa juga sanksi pidana berupa kurungan penjara,” papar Adjat. Adjat juga mengatakan bahwa pihaknya telah menjalin kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan untuk bersama-sama menegakkan aturan perpajakan di wilayah Kanwil DJP Jabar I secara baik.

Di samping itu, Adjat juga menghimbau kepada para Wajib Pajak untuk memanfaatkan fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga dan denda sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 dan sanksi berupa bunga penagihan sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015. “Saya pikir ini kesempatan baik buat semua Wajib Pajak untuk membetulkan SPT-nya. Dan fasilitas ini hanya bisa dinikmati tahun ini. Tahun depan kami akan lebih tegas lagi,” pungkasnya.

 

Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I

TTD

 

Adjat Djatnika

NIP 196005311987031001

Menutup Kran Kecil Membuka Kran Besar

Hampir di setiap pertemuan baik rapat evaluasi ataupun koordinasi, salah satu yang sering disampaikan adalah daftar (list) permasalahan yang menjadi kendala dalam setiap mengaplikasikan program hingga mempengari pencapaian kinerja.  Bahkan kendala-kendala tersebut seakan menjadi 99% penghalang yang menentukan kinerja individu maupun organisasi.

Konteks kinerja Individu akan berhubungan dengan masalah di luar orang yang bersangkutan, sedangkan kinerja organisasi berhubungan dengan masalah di luar organisasinya. Itulah daftar permasalahan yang rutin dan mungkin telah menjadi pemafhuman bersama tidak tercapainya kinerja yang diharapkan.

Sebagai sebuah alat analisa, identifikasi awal dapat dilakukan untuk memetakan strategi dengan melihat sisi kekurangan dan kelebihan internal serta memotret tantangan dan peluang yang ada di lingkungan eksternal dengan menggunakan analisa SWOT.

Sebuah strategi dibangun dari visi misi dan tujuan yang ingin diraih. Dalam alat sederhana ini tidak ada istilah masalah tetapi yang ada kekuatan dan kelemahan mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang.

Dinas Pendapatan Daerah yang mempunyai tugas utama menghimpun penerimaan Negara dengan tantangan target penerimaan yang variatif setiap tahunnya. Tugas tersebut memang boleh dianggap tugas maha berat ditengah isu-isu perlambatan pertumbuhan sektor ekonomi serta serapan anggaran yang masih sangat rendah sampai dengan semester pertama.

Isu tersebut sudah bukan rahasia lagi karena gejalanya hampir sama untuk seluruh wilayah Indonesia dan diakui sendiri oleh pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan. Meminjam bahasa analisa SWOT, fokus awal mencapai tujuan dapat dipetakan dalam bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.

Permasalahan utama yang sering mengemuka dalam berbagai rapat dan diskusi kalau mau kita “simpulkan” mesti berbicara konteks kelemahan intern yakni kemampuan pegawai dalam hal kompetensi baik kompetensi softskill maupun hardskill.

Pemahaman yang harus komprehensif dalam berbagai bidang disiplin ilmu baik ilmu perpajakan maupun ilmu-ilmu teknis lainnya menyebabkan pegawai mengalami kebingungan tentang apa yang harus dipelajari dan difahami dalam mendukung bidang pekerjaannya. Belum adanya peta kompetensi pegawai menyebabkan organisasi berjalan tanpa adanya cahaya penuntun.

Ibarat orang yang masuk gua tanpa pemahaman peta dan tanpa alat senter maka bergerak bisa mendekat bahkan bisa menjauhi dari tujuan lorong jalan yang ingin dilalui. Dengan demikian kuncinya bukan pada bergerak atau tidak bergerak ,tetapi bagaimana gerakan yang di buat. Gerakan ke arah yang salah menyebabkan dua kerugian yakni terkurasnya tenaga dan hasil yang tidak didapatkan.

Faktor-faktor di luar organisasi sebenarnya tidak menjadi bagian dari masalah namun ancaman. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan, sedangkan ancaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang akan meyusahkan,merugikan,menyulitkan.

Dengan demikian kita sudah mengeluarkan satu dua daftar masalah antara lain perlambatan ekonomi dan penyerapan anggaran dengan menggesernya menjadi ancaman. Respon yang diharapkan kita akan semakin bekerja giat dan merasa tertantang untuk meningkatkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki dalam mengatasi ancaman.

Disinilah organisasi bisa banyak berperan. Sumber daya manusia, yakni pegawai yang secara akademik mumpuni, dan secara praktisi sudah lama malang melintang sebagai praktisi perpajakan, akuntansi, Teknologi Informasi dan Komunikasi, harus dimanfaatkan dengan melakukan inventarisasi pegawai-pegawai yang memiliki kemampuan terutama kemampuan yang sifatnya khusus untuk segera di dokumentasikan ilmunya untuk selanjutnya menjadi bahan untuk mencetak kader-kader terbaik berikutnya.

Dengan model transfer pengetahuan, kemampuan pegawai dapat terpelihara dan mengurangi gap kemampuan dari masing-masing pegawai. Penerimaan Pajak menjadi tujuan dan indikator kinerja utama Direktorat Jenderal Pajak.

Pajak merupakan peralihan dari harta kekayaan individu kepada Negara sebagai modal untuk melaksanakan tujuan bersama sebuah negara. Meskipun Subyek Pajak dibedakan menjadi subjek Orang Pribadi atau badan baik subyek pajak dalam negeri ataupun subyek pajak lua negeri, pada hakekatnya pembayar pajak adalah orang.

Badan baik yang berbadan hukum atau tidak hanyalah sarana orang berusaha baik sebagai usaha aktif maupun melalui usaha pasif yang hanya mengandalkan sebagai pemilik modal semata atau bentuk investasi lainnya.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi dapat dipetakan dalam peluang dan ancaman yang mesti diantisipasi. Peluang dan ancaman yang berasal dari Faktor Eksternal antara lain dari Wajib Pajak sebagai pembayar pajak maupun stakeholder lainnya baik institusi, lembaga,asosiasi, dan pihak lainnya yang mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi.

Dinas Pendapatan Daerah memiliki peluang untuk menambah pundi-pundi penerimaan dengan menjangkau pembayar pajak yang selama ini tersembunyi atau disembunyikan bahkan yang tersembunyi dibalik kerahasian pihak-pihak penyimpan harta kekayaan dan catatannya.

Tax ratio rendah bisa menjadi peluang untuk terus ditingkatkan karena semestinya hal tersebut bisa diraih mesti tantangan senantiasa menyertainya. Disinilah sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa peluang senantiasa seiring sejalan dengan tantangan.

Pajak dikenakan atas aliran uang, aliran barang, aliran jasa, baik yang habis dikonsumsi maupun yang berujung pada investasi. Hakekatnya semua bicara uang, karena aliran apapun sebenarnya aliran uang yang sebenarnya dipajaki.

Alirannya bisa dipahami dari penghasilan, kemampuan untuk mengkonsumsi atau investasi baik dalam bentuk mata uang, surat berharga ataupun barang berwujud yang bergerak seperti kendaraan, barang tidak bergerak seperti bangunan maupun barang tidak berwujud seperti kepemilikan paten, hak cipta dan sebagainya.

Dinas Pendapatan Daerah seharusnya dapat memetakan aliran uang masuk baik yang melalui sektor swasta langsung maupun yang melalui anggaran baik di pemerintah pusat mapun daerah. Selanjutnya kemana uang itu dibelanjakan, apakah sekedar di konsumsi atau digunakan untuk investasi.

Uang itu pada akhirnya akan dinikmati orang pribadi baik langsung maupun tidak langsung melalui badan usahanya. Model pengenaan Pajak Indonesia bisa dikenakan atas subyek badan maupun orang pribadi, maka pajak dapat dikenakan atas aliran ke badan usahanya juga orang pribadi selaku pemiliknya, kecuali badan yang berbentuk kumpulan orang misalnya CV dimana penerimaan prive bagi pemilik bukan sebagai penghasilan.***

 

 

Membangun Kesadaran Membayar Pajak Kendaraan Bermotor

Membangun Kesadaran Untuk Membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Jawa Barat

Masih tingginya angka Kendaraan yang Tidak Melakukan Daftar Ulang di Provinsi Jawa Barat, memberikan gambaran masih rendahnya tingkat kesadaran para pemilik kendaraan untuk meregistrasikan kepemilikan kendaraan bermotornya. Selain merugikan si pemilik kendaraan, juga berpengaruh terhadap pendapatan daerah hingga dapat menghambat laju pembangunan di berbagai wilayah Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan data yang diperoleh  dari Dispenda Provinsi Jawa Barat, untuk tahun 2013 tercatat 2,4 juta kendaraan, tahun 2014  tercatat sekitar 4,7  juta, sehingga Kadispenda Provinsi Jawa Barat Dadang Suharto SH, MM, berserta jajarannya berusaha keras hingga akhir tahun 2015 dapat mendata jumlah kendaraan yang tidak melakukan daftar ulang.  Kemungkinan angka tersebut akan bertambah, melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya yang selalu naik.

Meskipun telah membentuk tim Satuan Khusus KMDU yang melakukan sosialiasi di semua cabang SAMSAT, namun masih perlu inovasi lain yang dapat menekan angka KTMDU. Karena jika hanya dengan melakukan Operasi Kendaraan Gabungan di setiap wilayah, belum juga dapat menekan dengan angka yang signifikan.

Beruntung, Dispenda Prov. Jawa Barat selalu memiliki inovasi yang bertujuan memudahkan masyarakat untuk membayar pajak dan registrasi kendaraan. Mulai dari Setelah e-samsat,Samsat Online Sentralise, Samsat Online 3 Provinsi,Samsat Nampi Iuran Wajib Ti Wengi (NITE), Samsat Outlet, Samsat Outlet Bank Jabar, Samsat Corner, Samsat Keliling dan Samdong (SAMSAT Gendong).

Usaha keras, kreatif dan inovatif mutlak dilakukan harus melalui proses pertimbangan strategis dan taktis yang salah satunya berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor baik di darat maupun di air. Menurut Pasal 2 UU No. 34 Tahun 200 tentang pajak dan retribusi daerah,  disebutkan bahwa jenis pajak propinsi terdiri dari 4 (empat) jenis pajak, antara lain: pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; Bea Balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; Pajak bahan bakar kendaraan bermotor; serta pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Ketentuan pelaksanaan dari pajak daerah selanjutnya diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah.

Dari berbagai pajak daerah diatas, pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan salah satu primadona dalam membiayai pembangunan daerah provinsi. Maka dari itu, penerimaan dari sektor PKB perlu adanya pengoptimalan melalui upaya intensifikasi maupun dari berbagai upaya yang mampu meningkatkan jumlah pendapatan dari sektor ini, salah satunya adalah dengan menekan seminimal mungkin tunggakan pajak kendaraan bermotor.

Namun apabila dengan operasi/razia kendaraan gabungan baik dalam skala besar maupun kecil dirasakan kurang atau bahkan tidak memberikan efek jera kepada para pengutang pajak, maka perlu cara lain untuk mengatasinya. Mulai dari penegasan dan penegakan sanksi, perbaikan sistem administrasi, layanan jemput bola, penagihan langsung dan sebagainya.

  1. 1.       Sanksi

Pengetatan sanksi bagi mereka yang telat atau lalai membayar pajak sepertinya dapat memberikan efek jera, mulai dari dinaikan nilai denda administratif atau bahkan dipidanakan terlebih pemilik kendaraan bukan saja perseorangan, melainkan badan usaha pun banyak yang memiliki kendaraan bermotor sebagai alat bantu operasional mereka.

Adanya pengetatan sanksi sangat erat kaitannya dengan kepatuhan wajib pajak. Namun dalam melakukan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakannya, manusia mempunyai keterbatasan rasional dan berperilaku oportunistis yang melatarbelakangi keputusan untuk patuh atau tidak dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Perilaku rasionalitas adalah perilaku ekonomis yang dapat didekati dengan teori ekonomi guna mengantisipasi penghindaran pajak perlu dipikirkan kebijakan mengenai struktur penalti dan probabilitas untuk menangkap penghindaran pajak dan pemberian sanksi.

 

 

  1. 2.       Inovasi dan Perbaikan Sistem Administrasi

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa inovasi yang telah dimiliki khususnya oleh Dispenda Prov. Jawa Barat diantaranya adalah e-samsat, Samsat Online Sentralise, Samsat Online 3 Provinsi, Samsat Nampi Iuran Wajib Ti Wengi (NITE), Samsat Outlet, Samsat Outlet Bank Jabar, Samsat Corner, Samsat Keliling dan Samdong (SAMSAT Gendong). Semua inovasi tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat pemilik kendaraan bermotor untuk membayar pajak, dimana dan kapan saja. Bahkan melalui Samsat Gendong (Samdong) masyarakat yang bermukim jauh dari lokasi cabang Samsat terdekat, maka petugas gabungan akan mendatangi hingga ke depan pintu rumah.

Kewajiban membayar pajak bermotor ini juga wujud menunaikan amanat pemerintah pusat di era otonomi daerah manakala kewenangan penarikan pajak sudah diberikan ke daerah, termasuk PKB ini. Pemda sesuai UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selain mengalihkan pajak, juga memberi perluasan basis pajak yang sudah ada seperti Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) diperluas hingga mencakup kendaraan Pemerintah.

  1. 3.       Iklan Layanan dan Sosialiasi Program

Meskipun berbagai inovasi telah dibuat, namun tidak akan memberikan dampak yang berarti jika hanya sedikit masyarakat mengetahuinya. Tidak semua masyarakat pemilik kendaraan bermotor di Provinsi Jawa Barat, memiliki akun apalagi aktif bermedia sosial terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok daerah. Oleh sebab itu Inovasi yang dimiliki dan sedang dijalankan oleh semua Dinas Pendapatan Daerah harus menyebarkan informasi tersebut melalui reklame/iklan layanan masyarakat di berbagai media massa, televisi, radio, baligo, spanduk dan sebagainya.

 

Membangun kesadaran masyarakat seharusnya sama halnya dengan mengapresiasi keterlibatan mereka terhadap pembangunan di daerah.  Artinya pajak yang mereka bayarkan turut membantu proses pembangunan di daerahnya, mulai dari perbaikan jalan, penerangan jalan, perbaikan fasilitas umum dan lain sebagainya, yang jarang disadari oleh masyarakat bahwa merekalah yang turut memajukan pembangunan di daerahnya.

Namun disisi lain selalu ada pihak tertentu yang mengklaim bahwa keberhasilan pembangunan di sebuah daerah adalah atas jasa, usaha, dan kerja keras sebuah golongan saja (partai). Klaim keberhasilan tersebutlah yang membuat masyarakat merasa tidak dihargai, dihormati akan kontribusi mereka terhadap pembangunan. Sebaliknya jika klaim keberhasilan tersebut dihilangkan dari pemikiran masyarakat, makan dengan sendirinya sense of belonging (rasa memiliki) terhadap daerahnya akan tumbuh tinggi dan kuat. Keberhasilan pembangunan di sebuah daerah bukan semata-mata atas kerja keras pemerintah dan pihak terkait lainnya, melainkan masyarakat yang taat membayar pajaknya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan indikator penting untuk menilai tingkat kemandirian pemerintah daerah di bidang keuangan. Semakin tinggi peran Pendapatan Asli Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mencerminkan keberhasilan untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan serta pemerintahan. Dengan meningkatnya PAD, akan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat. Selain itu pemerintah daerah akan lebih leluasa membelanjakan penerimaannya sesuai dengan prioritas pembangunan yang sedang dilaksanakan di daerahnya.

Bersinergi Guna Meningkatkan Pendapatan Daerah

Bersinergi Guna Meningkatkan Pendapatan Daerah

Keinginan Pemerintah Provinsi untuk menyinergikan antar pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Barat masih dirasakan sulit, hal ini terkendala oleh berbagai hal mulai dari kepentingan lokal, perbedaan pandangan hidup (kearifan lokal) dan sebagainya. Namun perlunya sinergitas antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah menuju pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jawa Barat.

Kepentingan Pemerintah Provinsi terkadang dianggap tidak mewakili bahkan meminggirkan kepentingan aspirasi masyarakat lokal, sehingga kerap muncul keinginan untuk memisahkan diri secara legal sebagai pemekaran daerah.  Hasrat untuk memisahkan diri itulah yang dapat mengancam pendapatan asli daerah yang seharusnya dapat dioptimalkan oleh Pemerintah Provinsi.

Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 18 Pemerintah Kabupaten dan sembilan Pemerintah Kota, sudah sepatutnya menjadi provinsi dengan pembangunan daerah terbaik dan tercepat.  Namun hal itu tidak mudah untuk dilakukan, karena harus melalui proses membangun kemitraan yang baik antara pemerintah pusat, kabupaten dan kota.

Menuju Jawa Barat Kahiji maka diperlukan hubungan istimewa yang secara legal dapat dipertanggung jawabkan, sekaligus secara keperdataan dapat  menjamin keselarasan dan adanya persamaan hak dan kewajiban para pihak terkait (provinsi, kabupaten dan kota). Berbagai strategi dengan implementasi yang santun sesuai koridor perundangan mutlak diperlukan oleh Pemerintah Provinsi. Strategi tersebut harus legal dan terstruktur.

Tentu saja Pemerintah Provinsi harus merumuskan strategi yang akan dijalankan, sesuai ruang, waktu dan materinya (dinamis-mutkahir).  Salah satu anjuran pendekatan kemitraan adalah dengan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threatment).  Untuk memiliki kemitraan yang berkualitas, maka semua pihak harus mampu berperilaku menjunjung tinggi persamaan  dan keadilan dalam konteks keperdataan dan bukan karena semata-mata ranah hukum administrasi negara. Hal tersebut harus ditegaskan, mengingat Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki perbedaan baik secara manajerial, struktural dan lainnya yang jika tidak dipertimbangkan  dapat merusak kemitraan yang di dalamnya terdapat kesejajaran secara materiil.

Membangun kemitraan antar daerah bukanlah hal mudah, bahkan di sektor Pendapatan Daerah merupakan hal yang sensitif. Dalam pengurusan sebuah daerah otonom Pendapatan Daerah berintikan hak, kewajiban, proporsi, potensi sumber daya dan perlakuan serta peruntukannya (earmark); perlakuan Pendapatan Daerah harus dipandang secara obyektif dari segala dimensi seperti  tidak hanya melulu kemampuan daya beli masyarakat (ekonomi sosial),  melainkan dari dimensi keadilan distributif (sesuai stratifikasi segmen masyarakat), dimensi tarif (kebijakan nominal tarifan) dan lainya.

Pertimbangan kebijakan perumusan besaran nominal obyek pajak tidak dapat ditentukan secara sepihak, karena berkaitan dengan banyaknya jenis pajak dan retribusi yang harus dibayarkan oleh masyarakat ataupun perusahaan/badan usaha. Terutama masyarakat, harus diperhatikan stabilitas pendapatannya yang akan menghadapi perubahan ekonomi.

Agar tidak terjadi ketimpangan, kegagal-pahaman, dan rasa ketidak adilan, dalam merumuskan strategi sebaiknya Pemerintah Provinsi, kabupaten dan kota, tidak hanya mengikutsertakan dan mengajak kalangan birokrasi saja, para akademisi, tokoh masyarakat bahkan kalangan masyarakat yang termarjinalkan di sebuah daerah wajib diminta pendapat dan pertimbangannya dalam rangka menyinergikan Pendapatan Daerah di Jawa Barat.  Pertimbangan, saran, kritik dan koreksi dari berbagai kalangan tersebut harus ditampung agar tidak terjadi kemerosotan terutama di bidang ekonomi yang akan berdampak pada tingkat pendidikan, kesehatan, serta lainnya.

Namun untuk menyinergikan kekurangan menjadi kemampuan, kelemahan menjadi kekuatan ada beberapa hal yang akan dihadapi oleh ketiga komponen pemerintahan (provinsi, kabupaten dan Kota) diantaranya:

  1. Potensi Pendapataan Daerah secara totalitas berada dalam domain Kabupaten/kota karena Undang-Undang pembentukan Kabupaten/Kota menegaskan tentang batasan (coverage) ruang yang bersifat faktual dimiliki masing-masing daerah, sementara Provinsi lebih mmiliki ruang yang bersifat administratif.
  2. Aspek kewenangan secara administratif dalam penanganan berbagai urusan pemerintahan oleh kabupaten/kota lebih pada ranah teknis kegiatan operasional dan subtansial, sedangkan pada provinsi lebih pada aspek koordinatit, pengawasan, pembinaan dan penentuan standar serta fasilitator.
  3. Jika terjadi ketidaksetujuan/keberatan masyarakat terhadap kebijakan perpajakan dan restribusi, yang menjadi sasaran pendemo adalah Pemerintah Kabupaten atau Kota. Sementara Pemerintah Provinsi hanya akan menjadi  fasilitator untuk adanya kebijakan solusi yang bersifat makro dan universal.
  4.  Tingkat kemiskinan di setiap daerah Kabupaten dan Kota, masih menjadi kendala tersendiri mengingat keterkaitannya dengan tingkat pengangguran di masing – masing yang cukup signifikan.

Sementara dari dimensi internal yang mungkin dialami oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota  diantaranya:

  1. Kualitas sumber daya manusia (aparatur) pada OPD yang belum merata, sehingga masih diperlukan program pendidikan dan pelatihan teknis subtantif dan teknis fungsional yang lebih intensif.
  2. Frekuensi rotasi/mutasi dan alih fungsi aparatur Dipenda terutama di Kabupaten dan Kota harus belum ideal, dan harus mempertimbangkan kecakapan dan keterampilan khususnya di Financial Management dan Fiscal Decentralization.
  3. Rotasi/mutasi pejabat baik di Kabupaten ataupun Kota masih dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik,  hal ini berdampak pada kebijakan yang menyimpang ataupun berubah.
  4. Penggunaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengelola pendapatan belum merata dimiliki oleh Kabupaten dan kota. Mulai dari perangkat keras, perangkat lunak, dan SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di teknologi informasi (TI).

Meski demikian kompleks kendala yang akan dihadapi oleh Pemerintah Provinsi dalam menyinergikan Pendapatan, namun semua pihak harus optimis didasari keinginan untuk maju bersama dengan saling menghormati dan menghargai hak serta kewajiban masing-masing. Mari  Maju bersama menuju Jabar Kahiji, Jabar Kreatif dan Jabar Bestari!

 

Mendisiplinkan Para Wajib Pajak Melalui Gizjeling

Ketertiban dan kedisiplinan sepertinya hal yang cukup sulit ditemui di Indonesia, terutama di wilayah perkotaan. Contoh kecil dari ketertiban dan kedisiplinan ini terlihat dari cara masyarakat berperilaku di jalan raya, dan itikad baik mereka dalam mematuhi rambu lalu lintas. Melebihi garis batas henti kendaraan di lampu merah, ataupun menyodok hingga berada jauh dari tiang lampu lalu lintas adalah pemandangan keseharian.

Fenomena kedisiplinan tersebut pun terjadi di sektor perpajakan, tidak sedikit para wajib pajak (WP) terlambat menunaikan kewajibannya, atau bahkan cenderung menghindarinya. Disadari ataupun sebaliknya, tindakan mereka telah merugikan yakni mengurangi pendapatan nasional ataupun regional. Berdasarkan data yang diperoleh dari pajak.go.id saat ini terdapat 15.000 Wajib Pajak dengan nilai utang Rp 100 juta atau lebih. Maka sebagai upaya menertibkan, mendisiplinkan bahkan memberikan efek jera, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberlakukan gizjeling (penyanderaan) dan penahanan kepada para WP yang nakal.

Gizjeling merupakan upaya terakhir DJP untuk menagihkan pajak terhutang kepada para WP yang memiliki hutang pajak. Pelaksanaan gizjeling ini dilakukan secara hati-hati, yakni selain aparat penegak hukum juga melibatkan tim medis untuk memeriksa kondisi kesehatan penanggung pajak. Pertimbangan medis diperlukan menyakut sisi psikologi WP, seandainya yang bersangkutan memiliki utang pajak  sedikitnya RP. 100 juta dan memiliki aset untuk melunasi namun diragukan itikad baiknya, maka DJP dibantu aparat penegak hukum dapat melakukan eksekusi gizjeling.

Rencana dan langkah DJP ini pun didukung penuh oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Bareskrim Kepolisian Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bareskrim Kepolisian Republik Indonesia dan KPK merupakan bagian dari Tim Satgas Penerimaan Pajak Tahun 2015.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan eksekusi gizjeling dan melakukan penahan sesuai prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan. Jika pemiliki utang pajak berupa badan (Wajib Pajak Badan/WJB) maka ditahan adalah orang yang memiliki kewenangan dan keterlibatan dalam menentukan kebijakanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan keputusan, baik yang tercantum ataupun tidak dalam akte pendirian ataupun perubahan.  Komisaris dan pemegang saham termasuk juga dalam pengertian Penanggung Pajak bagi Wajib Pajak Badan.

Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), jangka waktu penyanderaan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama enam bulan. Para penanggung pajak pun dititipkan ke rumah tahanan (rutan) dengan sel terpisah sebagaimana tahanan pidana khusus. Pemisahan ruang tahanan tersebut untuk menjamin keselamatan dan keamanan hingga hutang  pajaknya dilunasi.

Dilansir dari pajak.go.id hingga 26 Juni 2015, DJP telah menyampaikan usulan penyanderaan penanggung pajak kepada Menkeu terhadap 29 penanggung pajak yang merupakan wakil dari 18 Wajib Pajak Badan dan 3 Wajib Pajak Orang Pribadi. Sesuai usulan tersebut, DJP memperoleh surat izin untuk melakukan penyanderaan dari Menkeu terhadap 23 orang yang merupakan penanggung pajak atas utang 14 Wajib Pajak Badan dan 3 Wajib Pajak Orang Pribadi dengan total nilai utang pajak sebesar Rp 44,23 miliar.

Wajib Pajak yang pengurusnya disandera itu, terdaftar di wilayah Kanwil DJP Jawa Timur I, Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Kanwil DJP Jakarta Khusus, Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau, Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta, Kanwil DJP Jakarta Selatan, Kanwil DJP Kalimantan Barat, Kanwil DJP Jawa Timur III, Kanwil DJP Banten, Kanwil DJP Jawa Barat I, Kanwil DJP Jawa Tengah I dan Kanwil DJP Sulawesi Utara Tenggara dan Maluku Utara.

Dari pelaksanaan penyanderaan, negara dapat mencairkan utang pajak sebesar Rp 11,52 miliar dan terhadap penanggung pajak yang telah melunasi utang pajaknya telah dilepaskan dari tempat penitipan sandera.  Mencermati hasil tersebut, gizjeling menjadi salah satu senjata andalan DSP untuk mengambil hak pemerintah dari para penghutang pajak yang dilakukan secara selektif, obyektif dan cermat.  Bahkan hingga akhir tahun 2015, DJP merencanakan untuk menyandera minimal 31 penanggung pajak yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Diharapkan dengan adanya gizjeling akan meningkatkan kedisiplinan para wajib pajak, dan memberikan efek jera bagi mereka yang pernah melakukan pengabaian dan pengemplangan pajak. DJP senantiasa memberikan himbauan kepada Wajib Pajak yang memiliki utang pajak untuk senantiasa melakukan komunikasi dan bersikap kooperatif dengan KPP.

Guna menyelesaikan utang pajak tersebut, Wajib Pajak dapat melunasi sekaligus utang pajaknya atau melakukan pengangsuran atau penundaan utang pajak sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

DJP terus berupaya untuk menerapkan penagihan pajak dengan memperhatikan itikad baik Wajib Pajak dalam melunasi utang pajaknya. Semakin baik dan nyata itikad Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya maka tindakan penagihan pajak secara aktif (hard collection) dengan pencegahan ataupun penyanderaan tentunya dapat dihindari. Meskipun gizjeling menjadi langkah andalan, namun kedisiplinan dan ketertiban serta itikad para wajib pajak adalah yang utama.

Terus Bersolek Luar Dalam

Penampilan kerap kali menjadi penanda pertama yang membuat orang memutuskan dalam menilai. Impresi kerap muncul ketika melihat bungkus luar, seperti apa sih tampaknya. Rapih apa tidak, bagus apa jelek, dst.
Itu pula sebabnya, setelah membenahi dari sisi pelayanan (terutama berbasis teknologi informasi), langkah selanjutnya adalah berbenah dari sisi penampilan fisik lokasi kantor Dispenda.
Sebagaimana disampaikan Kadispenda Jabar Dadang Suharto, medio Juni 2015 lalu, ditargetkan bahwa Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Jabar menargetkan setiap tahun bisa merevitalisasi gedung Samsat.
Seluruh dana pembangunan gedung Samsat berasal dari kocek pemerintah provinsi.  Misalnya pembangunan gedung Samsat Kota Bekasi saja berasal dari APBD Pemprov Jabar 2015 sebesar Rp30 miliar.
Kota Bekasi menjadi daerah pertama yang tahun ini direvitalisasi selain Majalengka, Indramayu, dan Kuningan. Tahun ini ada empat yang sudah peletakan batu pertama baru Kota Bekasi. Kuningan pemenang sudah ada, Sementara Majalengka dan Indramayu lagi proses lelang.
Baik aparat Dispenda Jabar, dan apalagi masyarakat, pastinya berharap pembangunan gedung baru akan memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat dan kemudahan pada wajib pajak.
Dengan memberikan sarana prasarana yang memadai akan berimplikasi pada pendapatan juga bagus. Ini bagian dari pelayanan prima, sebagaimana selalu menjadi misi harian guna mencapai visi dari dinas ini.
Pelayanan prima sendiri, bisa disebut, sudah relatif banyak dan terus meningkat. Dimulai dari penyediaan Samsat Keliling dan Samsat Outlet yang membuat masyarakat tak perlu bersusah payah saat membayar pajak.
Jadi, siapapun tak perlu bersusah payah, hanya menyediakan dana yang diperlukan saat akan membayar pajak. Dan, selebihnya adalah berbagai kemudahan yang bisa dirasakan tanpa ganggu kenyamanan aktivitas Anda.
Bahkan bukan hanya itu. Dispenda juga akan menerapkan Samsat Gendong (Samdong) untuk tembus wilayah yang jauh dan sulit dijangkau Samsat Keliling atau bisa disebut termasuk wilayah terisolir.
Samdong yang akan dibagikan pada seluruh unit cabang Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat ini diharapkan mempercepat layanan pada masyarakat.
Diberi nama Samsat Gendong lantaran perangkat untuk melayani pembayaran pajak kendaraan masyarakat bisa dibawa ke dalam tas ransel.
Selain Samdong, Dispenda juga telah menerapkan e-Samsat. Dimana pembayaran pajak bisa dilakukan di Automatic Teller Machine (ATM). Sehingga masyarakat juga bisa dengan mudah melakukan pembayaran tanpa harus mengantre di loket.
Singkat kata, bersolek luar dalam oleh Dispenda Prov Jabar dilakukan guna terus memberikan kemudahan-kemudahan pembayaran pajak bagi masyarakat. Dan, dengan demikian, pada akhirnya adalah tidak ada lagi istilah malas membayar pajak karena antri dan jauh! Ayo tunaikan kewajiban kita bersama! ***

Membebaskan Guna Meraih Lebih Besar

Terhitung 3 Juli 2015 lalu, sebagaimana dipublikasikan laman Dispenda Provinsi Jawa Barat, akan ada pembebasan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) di wilayah Jawa Barat terhitung tanggal sampai 31 Desember 2015 nanti.
Pembebasan BBNKB ini dilakukan sesuai Peraturan Gubernur Jawa Barat nomor 64 tahun 2015 Tentang Pemberian Pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Atas Penyerahan Kedua dan Seterusnya.
Pergub menegaskan, tujuan pemberian pembebasan BBNKB adalah untuk menertibkan administrasi pendaftaran kendaraan bermotor dari luar Daerah Provinsi Jawa Barat yang digunakan sebagai kendaraan operasional di daerah Jawa Barat.
Di sisi lain, pembebasan ini guna mempercepat perubahan kepemilikan kendaraan bermotor angkutan umum orang dan atau angkutan umum barang dari perseorangan atau badan usaha menjadi badan hukum, sesuai ketentuan peraturan perundang-udangan.
“Dan tentunya hal ini pun untuk mengingkatkan penerimaan pajak kendaraan bermotor,” timpal Dadang Suharto, Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jabar.
Menurut dia, pemberian pembebasan BBNKB meliputi kendaraan bermotor luar wilayah administrasi Jawa Barat yang melakukan proses mutasi masuk ke wilayah administasi Pemerintah Jawa Barat.
Adapun pemberian pembayaran BBNKB berupa pembebasan pajak denda BBNKB penyerah kedua dan selanjutnya. Adapun pelaksanaan pemberian pembebasan BBNKB penyerahan kedua dan selanjutnyai dlaksanakan serantak di seluruh cabang dinas
Membaca hal ini, sepatutnya warga Jabar berbahagia dan berbangga hati. Sebab, di daerah lainnya, tidak ada benefit seluas itu. Misal Dinas Pendapatan Dispenda Bali, melakukan pembebasan alias pemutihan denda PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) per tanggal 1 Desember hingga 20 Desember 2014 lalu.
Demikian pula dengan di Lombok Tengah khususnya dan Nusa Tenggara Barat (NTB) pada umumnya. Pada September 2013 lalu, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi NTB mengeluarkan kebijakan pemberian keringanan pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Kepala Kantor UPTD PPDRD dan SAMSAT Lombok Tengah, Muhammad Ikwan, SH, MM, mengatakan, sesuai Peraturan Gubernur NTB No.24 Tahun 2013 tentang Pemberian Keringanan Atas Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dimana pada pasal 2 dijelaskan bahwa pemberian keringanan BBNKB dan PKB ini meliputi; pembebasan pokok dan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Penyerahan Kedua dan seterusnya (BBN II), pembebasan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Jadi, inisiatif Dispenda Jabar tetap lebih baik dari sisi rentang waktu maupun kualitas pembebasan dibandingkan yang lainnya. Artinya, membebaskan bukan sekedar membebaskan, akan tetapi tujuan akhirnya tentu saja guna memperoleh tujuan yang lebih besar. Insya Allah. ***

Pelayanan Berkelas Berbasis IKM

Beberapa hari setelah libur lebaran, tepatnya pada 22 Juli 2015, Wagub Jabar Deddy Mizwar sidak ke Samsat Bandung Timur yang berlokasi tak jauh beda dengan Kantor Dispenda Provinsi Jabar.
Ada beberapa hal menarik yang bisa dicatat dalam kunjungan itu. Pertama, wagub memuji pelayanan pajak kendaraan bermotor yang dinilai makin baik. Sejumlah wajib pajak yang berdialog dengannya mengaku pelayanan selain membaik, juga makin mudah dan cepat.
Apalagi, saat itu adalah hari pertama pelayanan setelah libur lebaran. Jadi, pelayanan tidak loyo, tetap prima. Dengan demikian, diharapkan kesadaran membayar pajak khusus kendaraan bermotor pun menjadi tinggi.
“Kadang kadang orang malas bayar, karena lama dan banyak calo. Tapi dengan peningkatan pelayanan maka lebih mudah maka ini meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bayar pajak,” katanya, seperti dikutip sejumlah media.
Kedua, pelayanan membaik ini diproyeksikan setara dengan kualitas layanan sejumlah institusi ternama (misal perbankan swasta). Terutama dalam penyedian pendingin ruangan (AC), sekalipun nambah listrik tetap harus dilakukan, sehingga masyarakat merasa terus dipuaskan.
Situasi ini memang sejalan dengan apa yang digariskan pemerintah pusat. Misalnya merujuk KEPMENPAN No. 25 Tahun 2004, yang menyebut bahwa fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat, sehingga pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan.
Lantas, salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu disusun indeks kepuasan masyarakat (IKM) sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan.
Di samping itu, data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Mengingat jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang berbeda, maka diperlukan pedoman umum yang digunakan sebagai acuan bagi Instansi, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di lingkungan instansi masing-masing.
Oleh karena itu, penetapan unsur penilaian telah didahului dengan penelitian yang dilaksanakan atas kerja sama Kementerian PAN dengan BPS.
Dan, kita tentunya sepakat, bahwa sekiranya disediakanIKM secara periodik, dapat diperoleh setidaknya enam manfaat. Yakni, diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik; Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik; Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan;  Selanjutnya diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup pemerintah pusat dan daerah; Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan; dan Bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan.
Jadi, jika pelayanan sudah mengacu IKM, maka banyak hal keuntungan yang bisa dirasakan masyarakat karena semuanya terukur dengan baik dan benar. Dan, performa pelayanan semacam ini yang akan diberikan Dispenda Jabar. ***