Sosialisasi Penelusuran KTMDU Oleh Bhabinkamtibnas di Wilayah Cirebon

Roadshow sosialisai penelusuran Kendaraan Tidak Melakukan Daftar Ulang (KTMDU) yang akan dilakukan oleh Bhabinkantibmas ini digelar pertama kali di wilayah Cirebon.

Acara yang terselenggara di Grage Hotel Cirebon pada Kamis (31/3/2016) dihadiri oleh Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat, Dadang Suharto, Dirbinmas Polda Jawa Barat, Dadang Suhendar, Kasubdit Regiden Polda Jawa Barat, Indra Jafar, Direktur PT Naga Bendu, Andy Garna, dan Kacab PT Jasa Raharja Jawa Barat, Edy Supriady.

Program ini adalah buah kerjasama Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jabar, Polda Jawa Barat, dan PT. Naga Bendu. Sehingga nantinya, para anggota Bhabinkamtibnas akan melakukan pendataan kendaraan di masyarakat dan akan langsung dilaporkan melalui aplikasi Sistem Pelaporan & Informasi Bhabinkamtibmas (Sispitibmas).

Kerjasama ini disambut baik oleh pihak kepolisian Polda Jabar, seperti yang disampaikan oleh Direktur Binmas Polda Jabar, Kombes Pol Dadang Suhendar dalam sambutannya.

“Kerjasama ini dapat menjadi terobosan positif yang dapat mendukung program pembangunan pemerintah, guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pendaftaran ulang kendaraan bermotor, sehingga mampu meningkatkan efektifitas peneriman pajak kendaraan bermotor di wilayah Jabar,” ucapnya

Ia juga menambahkan bahwa memalui program ini, diharapkan akan menekan angka kriminalitas khususnya pencurian kendaraan bermotor. Kecenderungan KTMDU adalah kendaraan curian yang dibeli oleh masyarakat alias kendaraan bodong.

“Oleh karena itu, diharapkan pada tahun 2015 ini, KTMDU atau kendaraan ilegal dapat diminimalisir dengan catatan anggota Bhabinkamtibmas proaktif dan bersungguh-sungguh dalam melakukan penulusuran secara teknis menurut pelaksanaannya,” harap

Rasa optimis juga diungkapkan oleh Kadispenda Prov jabar, dadang Suharto. Ia yakin program kerjasama ini akan membuahkan hasil yang memuaskan.

“Saya yakin, penelurusan KTMDU oleh Bhabinkamtibnas hasilnya akan optimal apa lagi dibantu oleh sistem aplikasi yang dibuat oleh PT Naga Bendu,” tuturnya.

Dalam menutup sambutannya, Dadang berterima kasih atas para pihak yang berkomitmen dalam kerjasama ini, dan berharap dapat terus berjalan bersama demi membangun Jawa barat.

“Kontribusi yang diberikan oleh pihak Kepolisan kepada Pemeritah Provinsi Jawa Barat sangat membatu tugas kami. Oleh karena itu saya sangat mengapresiasi dan mengucapkan terimas kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak yang terlibat dalam kerjasama ini,” Pungkasnya

Diakhir penutupan acara, para anggota Bhabinkantibmas diberikan perangkat telepon pintar untuk membantu tugasnya dalam menelusuri KTMDU.

Tiga Mall di Kota Bekasi Tidak Tertib Bayar Pajak Parkir

Sejumlah pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, diduga melakukan pengemplangan pajak parkir. Padahal, jika pajak parkir tersebut dikelola dengan baik maka akan menaikan potensi pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi.

Ketua Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Kota Bekasi Zakaria mengatakan, kondisi ini membuktikan lemahnya Pemerintah Kota Bekasi dalam menertibkan wajib pajak, khususnya para pengusaha.

Dari puluhan pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, dia mencontohkan yakni pusat perbelanjaan Metropolitan Mal, Bekasi Cyber Park, dan Grand Mal Bekasi. Ketiganya, kata Zakaria tidak tertib dalam membayar pajak parkir.

Menurutnya, sesuai dengan peraturan setiap pusat perbelanjaan wajib menyetorkan pajak penghasilan parkir sebesar 25 persen setiap bulannya. Namun kenyataannya di lapangan justru jauh berbeda. ”Kita bersama anggota telah melakukan investigasi, penyetoran yang ada di beberapa mal kepada pemerintah tidak sesuai dengan ketentuan, yakni 25 persen untuk pajak dari penghasilan,” terangnya.

Misalkan Mal Metropolitan, dari penghasilan pajak Rp2 miliar setiap bulan hanya menyetor kisaran Rp100 juta. BCP penghasilan 400 juta hanya menyetor Rp4 juta, Grand Mal Kranji penghasilan parkir Rp400 juta hanya menyetor pajak kisaran Rp4 jutaan setiap bulannya.

“Artinya dari data tersebut, hasil penghasilan apabila 25 persen yang disetorkan pajak oleh WP tidak sesuai, oleh sebab itu hal ini harus diungkap dan diberikan sanksi oleh pemerintah,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Aan Suhanda meminta, warga Kota Bekasi yang memiliki data tersebut untuk disampaikan ke pihaknya, agar bersama-sama melakukan penindakan kepada wajib pajak yang nakal. ”Pada dasarnya kita terbuka soal pemasukan pajak yang dikelola melalui Dispenda,” ujarnya.

Dijelaskannya, kalau untuk penyetoran pajak parkir dari Mal Metropolitan setiap bulan sebersar Rp150 jutaan, namun untuk penghasilan parkir setiap bulannya dirinya kurang mengetahui. ”Kalau soal penghasilan dari pengelolaan parkir yang ada saya kurang hafal, namun semua masih sesuai dengan ketentuan dari pelaporan yang ada,” jelasnya.

Tertibkan Reklame Guna Memaksimalkan PAD

Membaca berita mengenai penyegelan hingga pencabutan spanduk, baliho dan reklame di beberapa wilayah di provinsi Jawa Barat, seperti yang terjadi di Kabupaten Pangandaran, Kota Bogor, dan di kota Bandung. Penyegelan dan pencabutan spanduk, baliho dan reklame tersebut dilakukan karena belum melaksanakan kewajiban membayar pajak reklame serta tidak memiliki  ataupun masa  berlakunya izin telah kadaluarsa.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pajak reklame, ada baiknya bila kita mengetahui terlebih dahulu pengertian reklame. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring definisi dari reklame adalah pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan (dengan kata-kata yang menarik, gambar) supaya laku. Sedangkan pengertian reklame menurut Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

Pajak reklame merupakan pajak yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab Kabupaten/Kota, tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dasar pengenaan pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame. Untuk reklame yang diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa reklame ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame. Bila reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame. Cara menghitung nilai sewa reklame ditetapkan dengan peraturan daerah dan hasil perhitungan nilai sewa reklame tersebut ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Untuk menghitung besaran pokok pajak reklame terutang adalah dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan hasil perhitungan nilai sewa reklame yang telah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Subjek dari pajak reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan reklame, sedangkan wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.

Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame sebagaimana dimaksudkan pada UU Nomor 28 tahun 2009 adalah sebagai berikut :

1. Reklame Papan/Billboard

Reklame papan / billboard merupakan reklame yang terbuat dari papan, kayu termasuk seng atau bahan lain yang sejenis, dipasang atau digantung atau dibuat pada bangunan, tembok, dinding, pagar, pohon, tiang, dan sebagainya baik bersinar maupun yang disinari.

 2. Reklame Megatron/Videotron/Large Electronic Display (LED)

yaitu reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan/atau tulisan berwarna yang dapat berubah-ubah, terprogram dan difungsikan dengan tenaga listrik.

3. Reklame Kain

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu.

 4. Reklame Melekat (Stiker/Poster)

yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, dipasang, digantung pada suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200cm persegi per lembar.

5. Reklame Selebaran

yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas,diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan,diletakkan, dipasang, atau digantungkan pada suatu benda lain.

 6. Reklame Berjalan

yaitu reklame yang ditempatkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan menggunakan kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang.

7. Reklame Udara

yaitu reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.

8. Reklame Suara

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat.

9. Reklame Peragaan

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.

10. Reklame Film/Slide

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipancarkan pada layar atau benda lain yang ada di ruangan.

11. Reklame Apung

yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara terapung di permukaan air.

Selain 11 (sebelas) objek pajak reklame, ada beberapa reklame yang tidak termasuk sebagai objek pajak reklame, antara lain :

1. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya. Biasanya dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% (sepuluh persen).

2. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.

3. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut. Nama pengenal usaha atau profesi adalah nama atau tanda atau simbol/logo pengenal perusahaan atau profesi yang harus diselenggarakan di tempat kedudukan perusahaan atau profesi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bertujuan semata-mata untuk memperkenalkan atau menarik perhatian masyarakat.

4. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

5. Penyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah bagi kabupaten/kota yang harus ditingkatkan penerimaannya, contohnya di Kota Bandung pada tahun 2015 bisa mengumpulkan pajak reklame sebesar Rp15 miliar sedangkan pada tahun 2016 ini target penerimaan dari pajak reklame naik menjadi sebesar Rp280 miliar. Untuk memenuhi target penerimaan tersebut Dinas Pelayanan Pajak (Disyanjak) Kota Bandung mulai menertibkan papan reklame yang menunggak pajak. Selain itu menertibkan reklame yang meunggak pajak perlu juga dilakukan penertiban reklame liar / ilegal yang tidak memiliki izin sehingga Kota / Kabupaten akan menjadi lebih elok tidak semerawut oleh reklame yang tidak tertata.

Penerimaan Retribusi Parkir Kota Depok Perlu Diinvestigasi

Jalan Margonda, Kota Depok menjadi pusat perbelanjaan dan jasa. Segala keperluan masyarakat ada disana.

Dengan berderetnya toko di Margonda seharunya dapat menghasilkan PAD yang krusial bagi kas daerah, termasuk dari parkir. Namun, alih-alih mendapat pemasukan besar, pajak retribusi parkir malah melempem.

Hal tersebut membuat jengkel Walikota Depok, Mohamad Idris. Ia mencatan jika pajak retribusi parkir yang masuk hanya 30 persen saja.

“Selebihnya menguap kemana? tidak tahu,” ucapnya.

Ia pun berjanji jika masalah ini perlu dicermati serius. Katanya, perlu ada uji petik.

“Belum lagi diinvestigasi, kemana ini menguapnya uang? Saya tahu begini karena langsung menyelami sidak ke bawah. Walau pun, terus terang mohon maaf mungkin gaya saya tidak senang disorot media,” papar Idris.

Ada dugaan bocor jika seperti ini. Indikasi ini dibenarkan oleh sumber Radar Depok berinisial HM. Pria yang merupakan warga Pancoranmas itu mengatakan, kebocoran pajak parkir oleh beberapa pusat perbelanjaan, dikarenakan pengawasan OPD dalam hal ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Depok belum optimal.

“Pengelola parkir memanipulasi data pendapatan parkirnya, lalu mereka bayarkan pajak dari pendapatan yang sudah dimanipulasikan,” katanya.

Misalnya saja, yang dilakukan salah satu pusat perbelanjaan di Pancoranmas.

“Mereka memang taat pajak. Tapi memanipulasi data pendapatannya. Misalnya yang mendapatkan Rp100 juta, dimanipulasi menjadi Rp50 juta. Kemudian, mereka membayarkan parkir sebesar 20 persen dari pendapatan pengelolaan parkir swasta,” paparnya.

Dengan itu, sambungnya, tindakan yang dilakukan pengelola parkir tersebut sudah tergolong kejahatan. Karena membuat kerugian kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Saya pikir itu kejahatan, karena pelanggaran pembukuan,” tutur pria yang sempat menjadi pengelola parkir sebuah pusat perbelanjaan tersebut.

Untuk itu, dia berharap DPPKA turun langsung dalam mengroscek ke lapangan.

“Harus dipantau dengan ketat. Kasihan PAD Depok kalau seperti ini,” terangnya.

Lahan parkir di Kota Depok nyatanya dapat menjadi pemasukan yang besar bagi Kota Depok. Menurut data DPPKA Kota Depok. Dari pajak parkir ini, pertahunnya kas kota dapat hingga miliar rupiah.

Target PBB Kecamatan Cianjur Naik

Dibandingkan tahun lalu, target pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur naik. Dari jumlah Wajib Pajak (WP) 42.207 orang, Kec Cianjur dapat memungut PBB sebanyak Rp 3.947.106.729.

Epi Rusmana, yang menjabat sebagai Kasi Pemerintahan Kecamatan Cianjur selaku Koordinator Pengelola PBB Kec Cianjur memaparkan bahwa terdapat kenaikan PBB walaupun tidak signifikan. Di tahun 2015, pendapatan PBB Kec Cianjur mencapai Rp 3.494.979.881 dari jumlah WP 41.848 orang di enam kelurahan dan lima desa.

“PBB merupakan salah satu pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Cianjur,” ucap Epi.

Sejak tahun 2004, PBB telah dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Namun menurutnya, kendala yang dihadapi dalam mensukseskan pemasukan PPB adalah kenaikan target setiap tahunnya dan adanya WP yang beralamat di luar daerah.

“Masih terdapat SPP ganda akibat kesalahan penulisan nama atau objek pajak serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pembayaran PBB,” ungkapnya.

Pihaknya akan terus berusaha untuk mengejar target PBB tersebut sebelum jatuh tempo pada tanggal 23 September 2016 mendatang.

“Diharapkan target tercapai minimal 85 persen,” tutunya.

Pada pelaksanaannya, lanjut Epi, dilakukan monitoring dan evaluasi setiap bulan selama enam kali dalam setahun untuk mengetahui jumlah pemasukan serta meminimalisir adanya pengendapan setoran dari masyarakat di masing-masing Kepala Dusun (Kadus).

Untuk menambah semangat kerja aparat desa atau kelurahan serta kecamatan dalam melaksanakan rekonsiliasi serta evaluasi pemasukan PBB tiap bulannya.

“Kecamatan Cianjur memberikan reward bagi desa dan kelurahan yang paling tinggi pemasukannya,” ungkap Epi.

30 Persen Kendaraan di Sukabumi Nunggak Pajak

 

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Sukabumi sepertinya harus terus bekerja keras dalam upaya menyadarkan masyarakat akan taat membayar pajak. Pasalnya, menurut catatn Dispenda Kota Sukabumi masih ada 30 persen atau sekitar 28 ribu kendaraan yang masih menunggak Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

“Di Kota Sukabumi memang masih banyak yang belum membayar PKB, diantaranya didominasi oleh kendaraan roda dua sebanyak 25 ribu, dan roda empat sekitar 3 ribu kendaraan.” Ungkap Kepala Dispenda Kota Sukabumi, Endang Sutardi.

Operasi gabungan ini, menurutnya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak kendaraan.

“Kita menyediakan tempat membayar pajak di sini. Jika ada pengendara yang alasan belum punya uang atau tidak membawa uang, kami akan berikan surat pernyataan kesanggupan untuk membayar. Dan kami akan hubungi lagi untuk diingatkan,” terangnya.

Ia mengaku bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk menyadarkan para wajib pajak (WP) dengan kegiatan lainnya, seperti Samsat Gendong (Samdong), Samsat keliling (Samling), dan E-samsat. Ia berharap agar pencapaian potensi pajak yang belum taat bayar pajak ini bisa tercapai.

“Setiap Minggu saja di acara car free day di Jalan Syamsudin SH, kita tempatkan petugas dan ketika tanggal muda setiap bulannya pasti Samsat Gendong standby di sana. Itu upaya untuk memudahkan masyarakat membayar pajak,” ucapnya, saat ditemui dalam kegiatan Opgab.

Pihaknya juga akan melakukan sistem jemput bola. Sehingga masyarakat yang ingin melakukan pembayaran PKB tetapi tidak bisa datang ke kantor Samsat, pihaknya akan datang langsung ke kantor kelurahan atau kecamatan untuk membuka pelayanan.

“Kita sudah berkoordinasi dengan pihak kelurahan atau kecamatan, jika ada wajib pajak minimal lima orang pasti kami lakukan jemput bola,” pungkasnya.

Inilah Biaya yang Harus Diketahui Calon Pembeli Properti

Jawa Barat pada tahun 2014 lalu tercatat memiliki jumlah penduduk sejumlah 46,3 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut diperlukan banyak perumahan untuk menjadi tempat tinggal sementara maupun tempat tinggal permanen bagi penduduk di Jawa Barat.

Biasanya pada saat proses jual beli rumah ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh pembeli maupun penjual. Namun, tidak sedikit dari kita yang tidak mengetahui biaya-biaya ini karena biasanya kita ingin gampang dan tidak mau ribet sehingga proses jual beli dibantu oleh pihak ketiga yang membantu mengurus proses jual beli.

Pada artikel sebelumnya kita telah membahas mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Selain BPHTB ada biaya-biaya lain yang wajib diketahui dan dibayarkan ketika terjadi proses jual beli tanah/rumah, yaitu :

1. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh yang dimaksudkan di sini adalah pajak yang dibayarkan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan. Ada dua wajib pajak (WP) PPh atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan ini, pertama orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. WP kedua adalah bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar-menukar. PPh yang dibayarkan bersifat final dengan tarif sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto

nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan. Sedangkan pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh WP yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh Final sebesar 1% dari nilai pengalihan.

Pengecualian terjadi ketika terjadi pengalihan hak kepada pemerintah dimana nilai yang dijadikan patokan adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan tidak dikenakan terhadap Orang Pribadi yang penghasilannya dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan nilai dibawah Rp 60 juta. PPh Final juga tidak dikenakan kepada Orang Pribadi atau Badan yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN dibebankan kepada pembeli untuk rumah baru senilai 10% (sepuluh persen) dari harga rumah yang dipungut oleh penjual dengan catatan penjual adalah Pengusaha Kena Pajak. Dasar pengenaan PPN tersebut adalah nilai transaksi sebenarnya, namun apabila nilai transaksi tersebut di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) maka yang menjadi dasar pengenaannya adalah NJOP tersebut.

Tidak semua properti dikenai PPN, rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah dibebaskan dari pengenaan PPN.

3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 

PPnBM dibebankan kepada pembeli properti yang tergolong barang mewah. Kategori produk properti yang dikenakan PPnBM antara lain produk apartemen, town house, rumah mewah, kondominium. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2003, atas penjualan properti-properti tersebut dikenakan tarif sebesar 20%.

Mulai 1 Juni 2009, penyerahan bangunan yang terutang PPnBM hanya berdasarkan luas bangunan, yaitu luas bangunan dengan town house non strata title sebesar 350m2 atau lebih sedangkan apartemen, kondominium, town house dengan strata title yang memiliki luas 150m2 atau lebih. PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dijual oleh developer dan properti tersebut memenuhi kriteria tertentu di atas. PPnBM tidak dikenakan terhadap transaksi penjualan properti antar perorangan.

4. Biaya Cek Sertifikat

Sebagai pembeli Anda disarankan untuk melakukan pengecekan sertifikat properti yang akan Anda beli ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tujuannya adalah selain untuk mengetahui keaslian sertifikat properti, juga untuk mengecek apakah properte yang Anda beli berada di lahan sengketa atau tidak. Persyaratan yang harus disiapkan adalah sertifikat asli hak atas tanah, salinan identitas diri pemohon dan atau kuasanya yang telah dilegalisir, surat kuasa jika pengecekan dikuasakan kepada orang lain, dan surat permohonan pengecekan.

Biaya yang diperlukan untuk melakukan pengecekan ini berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah lain tergantung kebijakan kantor BPN.

5. Biaya Mengurus Akta Jual Beli (AJB)

AJB properti dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), namun sebelum PPAT mengeluarkan AJB ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh penjual dan pembeli. Persyaratan tersebut adalah Pemeriksaan sertifikat dan pajak bumi dan bangunan, persetujuan suami/istri bila penjual sudah menikah, persetujuan seluruh ahli waris jika Anda membeli properti yang merupakan warisan, melunasi PPh, dan BPHTB.

Biaya AJB ini biasanya ditanggung berdua oleh pembeli dan penjual atau sesuai dengan kesepakatan. Besarnya biaya biasanya adalah 0,5% – 1% dari harga jual.

6. Bea Balik Nama (BBN)

Proses balik nama dilakukan setelah penandatanganan AJB dilakukan oleh penjual, pembeli, dan saksi-saksi yang biasanya dilakukan dihadapan PPAT. Waktu yang dibutuhkan untuk proses bea balik nama ini kurang dari satu bulan sampai dengan tiga bulan dan dilakukan oleh PPAT di kantor BPN. Besar biaya BBN adalah (1/1000 x NJOP) + Rp 50.000.

7. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional adalah penerimaan yang berasal dari:

a. Pelayanan Survei, Pengukuran, dan Pemetaan;

b. Pelayanan Pemeriksaan Tanah;

c. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya;

d. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan;

e. Pelayanan Pendaftaran Tanah;

f. Pelayanan Informasi Pertanahan;

g.  Pelayanan Lisensi;

h. Pelayanan Pendidikan;

i. Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)/ Peraturan Presidium Kabinet Dwikora Nomor 5/Prk/1965;

j. Pelayanan di Bidang Pertanahan yang Berasal dari Kerja Sama dengan Pihak Lain.

Selanjutnya besaran PNBP yang dikenakan pada Badan Pertanahan Nasional dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di BPN telah mengatur hal ini. Sedangkan bagi pihak tertentu seperti pegawai negeri sipil, anggota TNI / Polri, janda TNI / Polri dan yang lainnya persyaratan dan tata cara pengenaan tarif PNBP dapat dilihat di Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 3 tahun 2015.

8. Biaya Notaris

Notaris dan PPAT merupakan dua jabatan dengan kewenangan yang berbeda, namun kita sering menemukan ada notaris yang merangkap sebagai PPAT, hal tersebut tidak menjadi masalah karena memang diperbolehkan. Pada proses jual beli properti khususnya kredit notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai perjanjian kredit antara pembeli, penjual, dan bank pemberi kredit. Selain itu, notaris juga berwenang untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

9. Biaya Asuransi

Biaya asuransi ini adalah biaya yang tidak selalu ada dalam proses jual beli properti karena tidak semua orang membeli asuransi untuk melindungi properti mereka. Meskipun biaya premi setiap perusahaan asuransi tidak sama, namun secara umum besarnya polis untuk asuransi kebakaran adalah 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai total properti.

Ketika Anda ingin membeli atau menjual properti harap diingat biaya-biaya yang harus Anda keluarkan, karena secara tidak langsung akan mempengaruhi harga jual / harga beli.

Sumber : pajak.go.id    

Pameran Pembangunan Jawa Barat 2016

Melengkapi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Barat Tahun Anggaran 2015, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelar Pameran Pembangunan Jawa Barat 2016.

Acara yang digelar mulai tanggal 24 hingga 25 Maret 2016 ini dibuka langsung oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Wakil Gubernur Deddy Mizwar dengan prosesi pengguntingan pita.

Pameran Pembangunan Jabar 2016 merupakan memaparkan pencapaian seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kepada masyarakat umum dan juga pemerintah dengan menyajikan data, informasi dan informasi, fakta dan ilustrasi pelaksanaan kegiatan dalam rangka mewujudkan masyarakat Jabar yang maju dan sejahtera.

LKPJ-2016

 

Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat turut serta dalam pameran ini dengan memberikan pelayanan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) serta memberikan informasi inovasi pelayanan yang kini semakin mudah.

LKPJ (4)

Dispenda Prov Jabar memberikan pelayanan pembayaran PKB dengan menggunakan perangkat Samsat Gendong (Samdong) serta info pajak kendaraan yang terhubung langsung dengan data di pusat. Pengunjung yang datang dapat membayar PKB tahunan dengan mudah, cepat, dan nyaman.

Pembinaan Anggota dan Konsolidasi Organisasi Dharma Wanita Persatuan

Dharma Wanita Persatuan (DWP) menggelar Rapat Pembinaan Anggota dan Konsolidasi Organisasi di Aula Besar Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat Jl. Soekarno Hatta No. 528, Kota Bandung, Selasa (21/3/2016).

Rapat ini dibuka oleh sambutan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa organisasi ini dapat membantu mesukseskan program-program Pemerintah Daerah.

“Saya sangat mendukung adanya kegiatan dari Dharma Wanita Persatuan, karena organisasi ini dapat membantu mensukseskan program-program yang diusung oleh Pemerintah Daerah,” tuturnya

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua DWP Provinsi Jawa Barat, Wien Ritolarasmaya. Ia mengatakan bahwa DWP mempunyai potensi yang luar biasa untuk membantu program Pemerintah Daerah.

“Kami mempunyai program-program yang dapat membantu kinerja Pemerintah Daerah. Anggota kami sangat loyal dan berkualitas,” ucap Wien.

Sesuai dengan UU No. 8 tahun 1985, DWP adalah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya. Misinya adalah untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia anggota yang berwawasan global, dan mensejahterakan anggota, keluarga, dan masyarakat melalui pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Keberadaan DWP dari tingkat pusat hingga tingkat kelurahan merupakan potensi yang patut diperhitungkan dalam peranannya sebagai mitra kerja pemerintah. Selain itu, organisasi yang beranggotakan istri PNS ini memiliki tujuan untuk menjadi center of exellent dengan membentuk perempuan-perempuan Indonesia yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Center of exellent yang kami maksudkan adalah Pusat Pelatihan dan Pelayanan dalam rangka peningkatan kapasitas perempuan untuk dapat membina keluarga dan masyarakat serta berkiprah secara aktif pada peran publik,” pungkasnya.

Menumbuhkan Kesadaran Pajak Sejak Dini

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang (UU), dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Bila kita telaah definisi pajak di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa setiap orang warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak yang digunakan oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Kewajiban tersebut ada selama penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang menurut UU nomor 36 tahun 2008 adalah sebesar Rp36 juta / tahun untuk yang belum menikah atau sebesar Rp39 juta / tahun untuk yang telah menikah.

Kesadaran untuk membayar pajak ini perlu ditumbuhkan semenjak dini, karena pemahaman tentang manfaat membayar pajak masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya Wajib Pajak (WP) perseorangan yang pada tahun 2015 lalu hanya sebanyak 27 juta orang saja. Pada hari Senin, 28 Maret 2016, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menggelar pertemuan dengan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir di Gedung Djuanda I, Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta. Pertemuan yang berlangsung tertutup tersebut mengagendakan penandatanganan nota kesepahaman antara Menkeu dan Menristekdikti serta perjanjian kerjasama Dirjen Pajak dengan Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan. Kerja sama tersebut mencakup rencana sosialisasi pajak di perguruan tinggi, hingga rencana memasukkan kurikulum pajakan di mata perkuliahan di kelas. Harapannya adalah mahasiswa akan lebih mengerti tentang manfaat pajak sehingga akan lebih patuh untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Rencana tersebut sangat baik dan perlu segera dilaksanakan terlebih lagi saat ini banyak mahasiswa yang sudah mulai berbisnis dan memiliki penghasilan di atas PTKP.

Di atas kita telah membahas mengenai definisi pajak dan menyinggung mengenai manfaat pajak. Namun sebenarnya apa sih manfaat/fungsi pajak itu. Berikut ini adalah beberapa jenis fungsi pajak, yaitu :

1. Fungsi anggaran (budgetair)

Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara memiliki fungsi untuk membiayai pengeluaran negara. Pengeluaran negara ini termasuk belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain-lain. Oleh karena itu, pendapatan negara setiap tahunnya harus ditingkatkan agar dapat melebihi pengeluaran rutin negara sehingga masih ada sisa pendapatan negara yang dapat dijadikan tabungan oleh pemerintah.

2. Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak, contohnya adalah untuk menggiring penanaman modal pemerintah dapat memberikan fasilitas keringanan pajak bagi para investor.

3. Fungsi stabilitas

Pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

 4. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sekarang kita telah tahu fungsi pajak, yuk kita lebih taat dalam membayar pajak sehingga keempat fungsi di atas dapat berjalan dengan baik sehingga masyarakat Indonesia menjadi lebih makmur dan Indonesia menjadi negara yang patut diperhitungkan di kancah internasional.