Kemeriahan HUT Dispenda ke-44

Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat adalah milik bersama, tidak salah jika hari jadinya dirayakan diberbagai cabang wilayah yang ada di Provinsi Jawa Barat, dan keberkahannya pun tidak hanya dinikmati oleh para pegawai negeri sipilnya saja namun masyarakat terutama para wajib pajak pun demikian.

HUT Dispenda Provinsi Jawa Barat ke-44 pun dirayakan dan disyukuri di hampir seluruh cabangnya di Jawa Barat seperti ramai dimentionkan di media sosial seperti twitter dan lainnya. Berikut adalah foto-foto kemeriahan HUT Dispenda Provinsi Jawa Barat ke-44:

bandung tengah (1)

Suasana HUT Dispenda Ke-44 di Cabang Bandung Tengah, Kacab. Drs. Dadang Warsono sedang memberikan sambutan.

bandung tengah (2)

Berfoto bersama di pintu utama kantor Samsat Bandung Tengah

Bandung Timur 2 bandung timur

IMG-20150926-WA0006

Para wajib pajak pun mendapatkan berkah Milad Dispenda Provinsi Jabar, berupa door prize.

IMG-20150926-WA0014

Pengumuman doorprize dalam rangka HUT ke-44 Dispenda Jabar

Kota Depok II Cinere

Suasana HUT Dispenda Ke-44 di cabang Kota Depok II Cinere

Kota Sukabumi

Kepala Cabang Kota Sukabumi, Drs. H. Endang Sutardi,  memotong tumpeng, mensyukuri berbagai pecapaian dan inovasi selama 44 tahun berbakti kepada masyarakat Jawa Barat .

 

soreang (2)

Pegawai Cabang Kabupaten Bandung, Soreang, berpakaian adat Sunda.

ucapan HUT 44 (3)

Bunga ucapan dari perusahaan-perusahaan yang ada di Jawa Barat pun berdatangan.

ucapan HUT 44 (4)

Bunga ucapan dari perusahaan-perusahaan yang ada di Jawa Barat pun berdatangan.

 

Apresiasi Hut Dispenda Jabar Ke 44 CPDP Wilayah Purwakarta

Drs. H. ENDANG SUTARDI

HUT Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat ke-44

Tepat pada 25 September 2015, Dinas pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat berusia 44 tahun.  Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jawa Barat, berdiri pada 25 September 1971 silam.

Kilas Balik

Sebelum namanya menjadi Dispenda, berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) No.60/PO/V/SK/71 dinas yang satu ini merupakan Sub Ordinat dari Administratur Bidang Keuangan. Seiring perkembangan waktu, dinamika sistem pemerintahan terus dibenahi, hingga puncaknya pada  September 1971. Berdasarkan Kepgub No. 219/PO/V/O.M/SK/1971
pada 25 September 1971, Jawatan Perpajakan dan Pendapatan adalah unit kerja yang mandiri. Sebelum berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta No. 528, Bandung, kantor Dinas Pendapatan Daerah ini berada di Jln. Ir. H. Juanda No. 37 Bandung.

Perubahan Nama
Sebelum namanya menjadi Dinas Pendapatan Daerah seperti sekarang, lembaga mandiri yang satu ini beberapa kali berganti nama. Berdasarkan  UU No. 5 tahun 1974 kemudian SK Gubernur Jawa Barat Nomor 107/A.V/18/SK/1975 pada 12 April 1975 nama jawatan harus diganti. Maka berubahlah nama Jawatan Perpajakan dan Pendapatan menjadi Dinas Pendapatan Daerah, berikut tugas, fungsi dan pokoknya (Tupoksi).

Berikut adalah landasan hukum yang menyertai perubahan nama jawatan menjadi dinas:

  1. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor : 7/Dp.040/PD/78 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Barat.
  2. Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Cabang Dinas, ditetapkannya 24 kantor cabang dinas di setiap kabupaten/kotamadya.
  3. Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2002 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 15 tahun 2000 tentang Dinas Daerah Propinsi Jawa Barat.
  4. Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat nomor 53 tahun 2001 tentang Tugas Pokok Fungsi dan Rincian Tugas Unit Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Barat.

 

Terobosan Layanan Publik

IMG-20150926-WA0003

Selalu siap melayani dengan berbagai inovasi.

Pada 5 September 2015 lalu di kawasan pusat perbelanjaan ternama di Kota Bandung, bersama Dit Lantas Polda, Tim Pembina Samsat Jawa Barat meluncurkan “Tameng Ranmor Jabar”. Tameng Ranmor ini terdiri dari enam terobosaan baru untuk mempermudah pelayanan pengguna kendaraan bermotor.

Keenam terobosan teranyar di antaranya APM online, E-Blokir, Samsat Gendong, Stiker Barcode Ranmor, Samsat Cek Fisik Kabumi, dan pengadaan mesin Electronic Data Capture untuk Samsat di seluruh Jawa Barat.  Di antara keenam Tameng Ranmor tersebut, tiga diantaranya merupakan program layanan online yang inovatif dan mutakhir APM Online, E-blokir dan Stiker barcode Ranmor.

Diusianya yang masih muda, Dispenda Prov. Jabar ini telah melahirkan banyak inovasi dan terobosan dalam hal pelayanan masyarakat. Semakin mudah, dekat dan cepat, menjadi semangat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan berbagai terobosan.

 

Mungkin Sudah Saatnya Perusahaan Ojek Modern Dikenai Pajak

Dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi pada saat ini akan berpengaruh negatif terhadap performa penerimaan negara. Ditambah dengan terdepresiasinya nilai rupiah berakibat meningkatnya inflasi yang berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat. Juga tidak bisa dipungkiri turut andil dalam turunnya penerimaan pajak.

Tetapi disisi lain, tidak semua fokus media pada keterpurukan ekonomi, kita juga masih dapat menemukan optimisme dari sektor ekonomi kreatif. Yang paling fenomenal adalah menjamurnya bisnis start-up perusahaan ojek modern yang memanfaatkan teknologi informasi dan sudah menguasai pasar yang ada.

Lalu apa kaitannnya dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selaku institusi yang diberi amanah untuk mengamankan penerimaan negara, DJP dalam kondisi yang dilematis, disatu sisi faktor makro ekonomi yang notabene merupakan faktor yang tidak bisa dikontrol oleh DJP sedang dalam kondisi terpuruk, yang berdampak pada potensi penurunan penerimaan dari sektor pajak.

Di sisi lain target penerimaan DJP pada tahun 2015 ini sungguh sangat fantastis. Hal tersebut yang mendorong pentingnya DJP melakukan berbagai langkah yang strategis untuk menjawab tantangan tersebut.

Sehingga fenomena Perusahaan Ojek Modern, menurut hemat penulis perlu serius digarap oleh DJP.  Dus, dalam artikel ini penulis akan mencoba memberikan aspek perpajakan yang melekat pada Perusahaan Ojek Modern.

Perusahaan Ojek Modern tersebut dapat digolongkan sebagai subjek pajak badan dalam negeri apabila berupa badan yang didirikan di Indonesia atau badan yang bertempat kedudukan di Indonesia. sesuai dengan definisi yang terdapat didalam pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh.

Berdasarkan ketentuan tersebut tampaknya perusahaan ojek modern semuanya didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia. Namun didalam definisi tersebut ada kata badan.

Apakah perusahaan ojek modern merupakan badan? Definisi Badan menurut Pasal 1 angka 3 UU KUP yaitu : “Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi persereoan terbatas, persereoan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Jadi apabila Perusahaan Ojek Modern tersebut sudah berupa Perseroan Terbatas dan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia maka dapat kita simpulkan bahwa Perusahaan Ojek Modern tersebut merupakan subjek pajak badan dalam negeri.

Sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka implikasi selanjutnya Perusahaan Ojek Modern tersebut mempunyai kewajiban perpajakan yang melekat yakni kewajiban untuk mendaftarkan diri ke DJP dilanjutkan dengan kewajiban pembayaran, pemotongan pemungutan, dan pelaporan pajak. Kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh seperti PPh pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan withholding tax lainnya.

Karena Perusahaan Ojek Modern dikategorikan perusahaan start up, maka yang menjadi pertanyaan mendasar, sudahkan perusahaan tersebut mendaftarkan diri ke DJP dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jikalaupun  belum, maka DJP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan.

Dilihat dari aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Perusahaan Ojek Modern dikategorikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Apabila melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) dan bukan merupakan pengusaha kecil.

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan omzet  tidak lebih dari Rp4,8 Milyar (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013).

Nah sekarang mari kita cek gambaran kasar dari penerimaan bruto Perusahaan Ojek Modern dengan kalkulasi sederhana saja. Dari situs berita online diketahui bahwa jumlah pengemudi salah satu perusahaan ojek modern terkemuka berjumlah 10.000 orang, dengan penghasilan perhari rata-rata Rp 500.000,00, kita asumsikan perbulan pengemudi bekerja selama dua puluh hari saja.

Maka omset bruto yang diterima oleh perusahaan perbulan adalah Rp 500.000 dikalikan 20 hari dikalikan 10.000 pengemudi yakni Seratus Milyar perbulan, apabila kita setahunkan maka menjadi 1,2 T pertahun. Apabila hitung-hitungannya 20 % untuk perusahaan dan 80 % untuk pengemudi, maka penghasilan bruto yang diterima perusahaan adalah Rp 200 miliar per tahun.

Apabila hitungan kasar tersebut ternyata benar, dengan omzet hasil hitungan ternyata jauh lebih besar dari Rp 4,8 miliar setahun, maka Perusahaan Ojek Modern termasuk dalam kategori Pengusaha Kena Pajak sehingga wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang. Namun bila ternyata perusahaan tersebut belum melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka DJP mempunyai kewenangan khusus untuk pengukuhan PKP secara jabatan.

Dari segi Objek PPN, kita dapat ketahui bisnis utama dari Perusahaan Ojek Modern adalah memberikan jasa pengantaran baik itu manusia maupun barang. Jasa tersebut merupakan Objek PPN didalam bahasa UU PPN diklasifikasikan sebagai penyerahan jasa kena pajak yang didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha (Pasal 4 angka 1 huruf c UU PPN).

Tetapi bukankah ojek modern merupakan jasa angkutan umum yang tidak dikenai PPN seperti yang termaktub didalam  dalam Pasal 4A ayat 3  huruf j UU PPN, hal tersebut mungkin yang menjadi kegamangan dari sebagian fiskus untuk mengenakan PPN atas jasa dari ojek modern.

Namun bila kita tilik lebih dalam lagi didalam Pasal 1 ayat 1  PMK-80/PMK.03/2012 diketahui bahwa  definisi kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek atau tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.

Berdasarkan definisi tersebut tentunya secara kasat mata kita dapat menentukan apakah kendaraan pengojek tersebut merupakan jenis kendaraan angkutan umum yang jasanya tidak dikenai PPN, hanya dengan melihat pelat nomor nya saja. Karena dari definsi PMK 80 tersebut sudah sangat gamblang, jika pelat nomor kendaraan tidak dengan dasar kuning dan tulisan hitam maka bukan merupakan kendaraan angkutan umum, sehingga jasa transportasinya dikenai PPN.

Selain jasa angkutan orang, Perusahaan Ojek Modern juga mempunyai usaha pengantaran paket, atas jasa tersebut juga dikenakan PPN. Sesuai dengan Pasal 2 huruf j  KMK nomor 38/PMK.011/2013.

Sekarang mari kita lihat dari sisi pengemudi ojek modern, apabila penghasilan mereka diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak  Rp 36 juta setahun untuk Wajib Pajak Orang Pribadi,   tambahan untuk WP Kawin sebesar Rp 3 juta setahun, tambahan untuk tanggungan Rp 3 Juta setahun, tambahan apabila penghasilan istri digabung dengan suami Rp 36 Juta setahun  (PMK No:122/PMK.010/2015),  maka pengemudi ojek modern juga terkena PPh pasal 21 dan wajib juga mempunyai NPWP.

(Dari pajak.go.id)

Mungkin Sudah Saatnya Perusahaan Ojek Modern Dikenai Pajak

Dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi pada saat ini akan berpengaruh negatif terhadap performa penerimaan negara. Ditambah dengan terdepresiasinya nilai rupiah berakibat meningkatnya inflasi yang berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat. Juga tidak bisa dipungkiri turut andil dalam turunnya penerimaan pajak.

Tetapi disisi lain, tidak semua fokus media pada keterpurukan ekonomi, kita juga masih dapat menemukan optimisme dari sektor ekonomi kreatif. Yang paling fenomenal adalah menjamurnya bisnis start-up perusahaan ojek modern yang memanfaatkan teknologi informasi dan sudah menguasai pasar yang ada.

Lalu apa kaitannnya dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selaku institusi yang diberi amanah untuk mengamankan penerimaan negara, DJP dalam kondisi yang dilematis, disatu sisi faktor makro ekonomi yang notabene merupakan faktor yang tidak bisa dikontrol oleh DJP sedang dalam kondisi terpuruk, yang berdampak pada potensi penurunan penerimaan dari sektor pajak.

Di sisi lain target penerimaan DJP pada tahun 2015 ini sungguh sangat fantastis. Hal tersebut yang mendorong pentingnya DJP melakukan berbagai langkah yang strategis untuk menjawab tantangan tersebut. 

Sehingga fenomena Perusahaan Ojek Modern, menurut hemat penulis perlu serius digarap oleh DJP.  Dus, dalam artikel ini penulis akan mencoba memberikan aspek perpajakan yang melekat pada Perusahaan Ojek Modern.  

Perusahaan Ojek Modern tersebut dapat digolongkan sebagai subjek pajak badan dalam negeri apabila berupa badan yang didirikan di Indonesia atau badan yang bertempat kedudukan di Indonesia. sesuai dengan definisi yang terdapat didalam pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh.  

Berdasarkan ketentuan tersebut tampaknya perusahaan ojek modern semuanya didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia. Namun didalam definisi tersebut ada kata badan.

Apakah perusahaan ojek modern merupakan badan? Definisi Badan menurut Pasal 1 angka 3 UU KUP yaitu : “Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi persereoan terbatas, persereoan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Jadi apabila Perusahaan Ojek Modern tersebut sudah berupa Perseroan Terbatas dan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia maka dapat kita simpulkan bahwa Perusahaan Ojek Modern tersebut merupakan subjek pajak badan dalam negeri.

Sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka implikasi selanjutnya Perusahaan Ojek Modern tersebut mempunyai kewajiban perpajakan yang melekat yakni kewajiban untuk mendaftarkan diri ke DJP dilanjutkan dengan kewajiban pembayaran, pemotongan pemungutan, dan pelaporan pajak. Kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh seperti PPh pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan withholding tax lainnya.

Karena Perusahaan Ojek Modern dikategorikan perusahaan start up, maka yang menjadi pertanyaan mendasar, sudahkan perusahaan tersebut mendaftarkan diri ke DJP dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jikalaupun  belum, maka DJP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan.

Dilihat dari aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Perusahaan Ojek Modern dikategorikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Apabila melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) dan bukan merupakan pengusaha kecil.

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan omzet  tidak lebih dari Rp4,8 Milyar (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013).

Nah sekarang mari kita cek gambaran kasar dari penerimaan bruto Perusahaan Ojek Modern dengan kalkulasi sederhana saja. Dari situs berita online diketahui bahwa jumlah pengemudi salah satu perusahaan ojek modern terkemuka berjumlah 10.000 orang, dengan penghasilan perhari rata-rata Rp 500.000,00, kita asumsikan perbulan pengemudi bekerja selama dua puluh hari saja.

Maka omset bruto yang diterima oleh perusahaan perbulan adalah Rp 500.000 dikalikan 20 hari dikalikan 10.000 pengemudi yakni Seratus Milyar perbulan, apabila kita setahunkan maka menjadi 1,2 T pertahun. Apabila hitung-hitungannya 20 % untuk perusahaan dan 80 % untuk pengemudi, maka penghasilan bruto yang diterima perusahaan adalah Rp 200 miliar per tahun.

Apabila hitungan kasar tersebut ternyata benar, dengan omzet hasil hitungan ternyata jauh lebih besar dari Rp 4,8 miliar setahun, maka Perusahaan Ojek Modern termasuk dalam kategori Pengusaha Kena Pajak sehingga wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang. Namun bila ternyata perusahaan tersebut belum melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka DJP mempunyai kewenangan khusus untuk pengukuhan PKP secara jabatan.

Dari segi Objek PPN, kita dapat ketahui bisnis utama dari Perusahaan Ojek Modern adalah memberikan jasa pengantaran baik itu manusia maupun barang. Jasa tersebut merupakan Objek PPN didalam bahasa UU PPN diklasifikasikan sebagai penyerahan jasa kena pajak yang didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha (Pasal 4 angka 1 huruf c UU PPN).

Tetapi bukankah ojek modern merupakan jasa angkutan umum yang tidak dikenai PPN seperti yang termaktub didalam  dalam Pasal 4A ayat 3  huruf j UU PPN, hal tersebut mungkin yang menjadi kegamangan dari sebagian fiskus untuk mengenakan PPN atas jasa dari ojek modern.

Namun bila kita tilik lebih dalam lagi didalam Pasal 1 ayat 1  PMK-80/PMK.03/2012 diketahui bahwa  definisi kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek atau tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.

Berdasarkan definisi tersebut tentunya secara kasat mata kita dapat menentukan apakah kendaraan pengojek tersebut merupakan jenis kendaraan angkutan umum yang jasanya tidak dikenai PPN, hanya dengan melihat pelat nomor nya saja. Karena dari definsi PMK 80 tersebut sudah sangat gamblang, jika pelat nomor kendaraan tidak dengan dasar kuning dan tulisan hitam maka bukan merupakan kendaraan angkutan umum, sehingga jasa transportasinya dikenai PPN.

Selain jasa angkutan orang, Perusahaan Ojek Modern juga mempunyai usaha pengantaran paket, atas jasa tersebut juga dikenakan PPN. Sesuai dengan Pasal 2 huruf j  KMK nomor 38/PMK.011/2013.

Sekarang mari kita lihat dari sisi pengemudi ojek modern, apabila penghasilan mereka diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak  Rp 36 juta setahun untuk Wajib Pajak Orang Pribadi,   tambahan untuk WP Kawin sebesar Rp 3 juta setahun, tambahan untuk tanggungan Rp 3 Juta setahun, tambahan apabila penghasilan istri digabung dengan suami Rp 36 Juta setahun  (PMK No:122/PMK.010/2015),  maka pengemudi ojek modern juga terkena PPh pasal 21 dan wajib juga mempunyai NPWP.  

Mengenali Malpraktik yang di Dalam Pelayanan Publik (Bagian II-Habis)

Pemberian pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat adalah merupakan perwujudan dari fungsi aparat negara, agar terciptanya suatu keseragaman pola dan langkah pelayanan umum oleh aparatur pemerintah perlu adanya suatu landasan yang bersifat dalam bentuk pedoman tata laksana pelayanan umum. Pedoman ini merupakan penjabaran dari hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam prosedur operasionalisasi pelayanan umum yang diberikan oleh instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah secara terbuka dan transparan.

Bentuk-bentuk Malpraktik yang lebih mencerminkan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundangan. Kelompok ini terdiri dari tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Pemalsuan

Perbuatan meniru sesuatu secara tidak sah atau melawan hukum untuk kepentingan menguntungkan diri sendiri, orang lain dan/atau kelompok sehingga menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

2. Pelanggaran Undang-Undang.

Dalam proses pemberian pelayanan, seorang pejabat publik secara sengaja melakukan tindakan menyalahi atau tidak mematuhi ketentuan perundangan yang berlaku sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

3. Perbuatan Melawan Hukum

Dalam proses pemberian pelayanan, seorang pejabat publik melakukan perbuatan bertentangan dengan ketentuan ber laku dan kepatutan sehing ga merugikan masyarakat yang semsetinya memperoleh pelayanan publik.

d. Bentuk-bentuk Malpraktik  yang terkait dengan kewenangan kompetensi atau ketentuan yang berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan pejabat publik kepada masyarakat. Kelompok ini terdiri dari tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Diluar Kompetensi

Dalam proses pemberian pelayanan publik, seorang pejabat publik memutuskan sesuatu yang bukan menjadi kewenangannya sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

2. Tidak Kompeten

Dalam proses pemberian pelayanan, seorang pejabat publik tidak mampu atau tidak cakap dalam memutuskan sesuatu sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi tidak memadai (tidak cukup baik).

3. Intervensi

Seorang pejabat publik melakukan campur tangan terhadap kegiatan yang bukan menjadi tugas dan kewenangannya mempengaruhi proses pemberian pelayanan kepada masyarakat.

4. Penyimpangan Prosedur

Dalam proses pemberian pelayanan publik, seorang pejabat publik tidak mematuhi tahapan kegiatan yang telah ditentukan dan secara patut sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

e. Bentuk-bentuk Malpraktik  yang mencerminkan sikap arogansi seorang pejabat publik dalam proses pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

Kelompok ini terdiri dari beberapa tindakan sebagai berikut:

1. Bertindak Sewenang-wenang

Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, menjadikan pelayanan publik tidak dapat diterima secara baik oleh masyarakat.

2. Penyalahgunaan Wewenang

Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) untuk keperluan yang tidak sepatutnya sehingga menjadikan pelayanan publik yang diberikan tidak sebagaimana mestinya.

3. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut

Dalam proses pemberian pelayanan publik, seorang pejabat publik melakukan sesuatu yang tidak wajar, tidak patut, dan tidak pantas sehingga masyarakat tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya.

f. Bentuk-bentuk Malpraktik  yang mencerminkan sebagai bentuk-bentuk korupsi secara aktif. Kelompok ini terdiri dari tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi,

Dalam proses pemberian pelayanan publik kepada masyarakat, seorang pejabat publik meminta imbalan uang dan sebagainya atas pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma) karena merupakan tanggung jawabnya, dan telah digaji oleh pemerintah dari uang rakyat yang dibayarkan melalui pajak mereka. Seorang pejabat publik menggelapkan uang negara, perusahaan (negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain sehingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan kepada masyarakat secara baik.

2. Penguasaan Tanpa Hak

Seorang pejabat publik menguasai sesuatu yang bukan milik atau kepunyaannya secara melawan hak, padahal semestinya sesuatu tersebut menjadi bagian dari kewajiban pelayanan publik yang harus diberikan kepada masyarakat.

3. Penggelapan Barang Bukti

Seorang pejabat publik terkait dengan proses penegakan hukum telah menggunakan barang, uang dan sebagainya secara tidak sah, yang merupakan alat bukti suatu perkara. Akibatnya, ketika fihak yang berperkara meminta barang bukti tersebut (misalkan setelah tuduhan tidak terbukti) pejabat publik terkait tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Demikian beberapa praktek-praktek Malpraktik  yang dapat terjadi dari kegiatan pelayanan publik yang diberikan para pejabat publik kepada warga masyarakat. Praktek Malpraktik  sebagaimana disebutkan di atas kecenderungannya besar terjadi pada pelayanan publik yang disediakan dengan cara kontak langsung antara penyedia layanan dengan pengguna jasa layanan terutama yang berkaitan dengan sikap arogansi pelayan publik.

(Dari berbagai sumber)

Pameran Inovasi 70 Tahun Provinsi Jawa Barat

Dalam rangka memperingati 70 tahun perjalanan Provinsi Jawa Barat, Badiklatda (Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Provinsi Jawa Barat) menyelenggarakan pameran yang akan menyuguhkan berbagai terobosan dan inovasi dalam pelayanan publik di Jawa Barat, khususnya mengenai administrasi kendaraan bermotor.

Pameran-Inovasi

Para peserta adalah para alumni Diklatpim (baik dikpim 2, 3 dan 4) yang masuk nominasi terbaik, beberapa diantaranya berasal dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat yakni:
1. Mukti Subagja (Kapuslia), dengan inovasi “Integrasi Pendapatan (e-samsat dan e-pap)
2. Fajar Librianto (kasi pengelolaan data dan aplikasi puslia), dengan inovasi “Stiker Barcode”
3. Eri Iriansyah (kasi penerimaan dan penagihan cpdp kota bandung 1 pajajaran), dgn inovasi “Samsat Gendong”
4. Rahmat Supriatna (kasi pendapatan dan penetapan pendapatan), dengan inovasi “Pembayaran via EDC”
5. Hj. Neneng Ratna Komala (kasi penerimaan dan penagihan cpdp kota bandung 2 kawaluyaan), dengan inovasi “Samsat Keliling Night”

Mengenali Malpraktik di Dalam Pelayanan Publik (Bagian I)

Pada dasarnya pembangunan nasional suatu bangsa dilaksanakan oleh masyarakat bersama pemerintah, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membina serta menciptakan suasana kondusif yang menunjang kegiatan rakyatnya. Kegiatan masyarakat dan pemerintah tersebut harus saling mengisi, saling menunjang, dan saling melengkapi dalam suatu kesatuan langkah menuju tercapainya suatu tujuan pembangunan nasional suatu bangsa.

Pengertian Malpraktik atau mal administrasi yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah ketidak-pedulian, ketidak jujuran, dan segala tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur pelayanan. Dikutip dari Wikipedia mendefenisikan Malpraktik  sebagai sesuatu yang memiliki makna yang luas dan mencakup antara lain:

  • Delay (menunda-nunda pekerjaan)
  • Incorrect action or failure to take any action (kesalahan dalam bertindak atau melayani)
  • Failure to follow procedures or the law (mengabaikan prosedur atau hukum yang berlaku)
  • Failure to provide information (kesalahan dalam memberi kan informasi)
  • Inadequate record-keeping (pencatatan yang tidak memadai)
  • Failure to investigate (kesalahan dalam penyelidikan)
  • Failure to reply (kesalahan dalam menjawab)
  • Misleading or inaccurate statements (pernyataan yang menyesatkan atau tidak akurat)
  • Inadequate liaison ( kurangnya penghubung)
  • Inadequate consultation (kurangnya konsultasi)
  • Broken promises (Ingkar janji)

Sementara itu Hartono, dkk (2003) dalam Buku Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia memberikan pengertian maladminsitrasi secara umum adalah perilaku yang tidak wajar (termasuk penundaan pemberian pelayanan), tidak sopan dan kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan termasuk penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta, tidak masuk akal, atau tidak berdasarkan tindakan unreasonable, unjust, oppressive, improper, dan diskriminatif.3

Lebih lanjut Hartono, dkk menyebutkan bahwa Malpraktik  dapat merupakan perbuatan, sikap maupun prosedur dan tidak terbatas pada hal-hal administrasi atau tata usaha saja. Hal-hal Malpraktik  tersebut menjadi salah satu penyebab bagi timbulnya pemerintahan yang tidak efisien, buruk dan tidak memadai. Dengan kata lain, bahwa tindakan atau perilaku Malpraktik  bukan sekedar merupakan penyimpangan dari prosedur atau tata cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat negara atau aparat penegak huku, akan tetapi juga dapat merupakan perbuatan melawan hukum.

Masthuri dalam bukunya yang berjudul “Mengenal Ombudsman Indonesia” mengklasifikasikan bentuk dan jenis Malpraktik  menjadi enam kelompok berdasarkan kedekatan karakteristik sebagai berikut:

a. Bentuk-bentuk Malpraktik  yang terkait dengan ketepatan waktu dalam proses pemberian pelayanan umum, dapat berupa tindakan-tindakan seperti berikut ini:

1. Penundaan Berlarut

Dalam proses pemberian pelayanan publik kepada masyarakat, seorang pejabat publik secara berkalikali menunda atau mengulur-ulur waktu tanpa alasan yang jelas sehingga proses administrasi yang sedang dikerjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara patut). Tindakan seperti ini dapat mengakibatkan pelayanan publik yang diberikan memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi.

2. Tidak Menangani

Seorang pejabat publik sama sekali tidak melakukan tindakan yang semestinya wajib dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

3. Melalaikan Kewajiban

Dalam proses pemberian pelayanan publik, seorang pejabat publik bertindak kurang hati-hati dan tidak mengindahkan apa yang semestinya menjadi tanggung jawabnya.

b. Bentuk-bentuk Maladministrasi  yang mencerminkan keberpihakan sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan diskriminasi. Kelompok ini terdiri dari tindakan-tindakan:

1. Persekongkolan

Beberapa pejabat publik yang bersekutu dan turut serta melakukan kejahatan, kecurangan, melawan hukum sehingga masyarakat merasa tidak memperoleh pelayanan secara baik dan berkeadilan. Tindakan seperti ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayan publik.

2. Kolusi dan Nepotisme

Dalam proses pemberian pelayanan kepada masyarakat, seorang pejabat publik melakukan tindakan tertentu untuk mengutama kan keluarga/sanak famili, teman dan kolega sendiri tanpa kriteria objektif dan tidak dipertanggungjawabkan (tidak akuntabel), baik dalam hal pemberian pelayanan maupun untuk dapat duduk dijabatan atau posisi dalam lingkungan pemerintahan.

3. Bertindak Tidak Adil

Dalam proses pemberian pelayanan, seorang pejabat publik melakukan tindakan memihak, melebihi atau mengurangi dari yang sewajarnya sehingga masyarakat memperoleh pelayanan umum tidak sebagaimana mestinya.

4. Nyata-nyata Berpihak

Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik bertindak berat sebelah dan lebih mementingkan salah satu pihak tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku sehingga keputusan yang diambil merugikan pihak lainnya.

(dari berbagai sumber)

Kesadaran yang Selaras Dengan Peningkatan Kendaraan Bermotor

Kemajuan dalam bidang teknologi telah mengubah cara orang dalam melaksanakan semua pekerjaan yang dahulu dilakukan secara manual atau dengan pemikiran dan pekerjaan manusia dan membutuhkan waktu yang sangat lama, telah dirubah dengan digunakannya teknologi komputer yang dapat mengolah data dengan lebih cepat dan hasil yang lebih baik serta lebih efisien dalam penggunaan waktu, sehingga pekerjaan yang lain dapat dikerjakan. Setiap orang membutuhkan fasilitas untuk menjalani aktifitas hidup agar efesien dan efektif, seperti halnya transportasi dalam bentuk kendaraan beroda dua ataupun lebih yang akan mempermudah mobilitas dari satu tempat ke tempat lain. Adapun hal yang perlu diwaspadai pula bagi para pemilik kendaraan bermotor adalah rawannya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh manusia itu sendiri “human being” dan akibat bencana alam “force majeure”, juga adanya tindakan kejahatan pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang marak beriring pula dengan banyak beredarnya kendaraan baik dalam kota maupun dari luar kota.

Demikian masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor seharusnya sadar akan hak dan kewajiban begitupun syarat-syarat atau kelengkapan surat-surat yang wajib dipenuhi dalam kepemilikan kendaraan bermotor. Hal ini setiap kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor wajib membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Agar penerimaan pendapatan Daerah dapat terealisasikan dengan optimal dan tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan, maka dibutuhkan pengelolaan sumbersumber pendapatan yang sesuai dengan tata cara dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Prosedur penghitungan pajaknya merupakan salah satu aspek pengelolaan pendapatan yang sangat mendukung bagi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab memberikan keleluasaan kepada daerah kota/kabupaten dalam mengurus kepentingan masyarakat sesuaidengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan daerah, dibutuhkan dana pembiayaan yang cukup besar.

Sumber-sumber pendapatan daerah diantaranya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada dasarnya sumber utama pembiayaan pembangunan diharapkan berasal dari PAD seperti Pajak Daerah. Diantara jenis pajak daerah adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak yang dipungut atas kepemilikan dan/ atau penguasaan kendaraan bermotor. PKB merupakan pajak daerah yang paling potensial maka perlu dilakukannya peningkatan pelaksanaan pemungutan.  Semakin banyaknya kendaraan bermotor di Propinsi Jawa Barat yang seharusnya akan berdampak terhadap pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor.

Untuk menumbuhkan kesadaran membayarkan pajak kendaraan bermotor, maka pemerintah harus cerdas dalam melakukan pendekatan, inovasi pelayanan dan memberikan apresiasi kepada masyarakat.

Samsat Gendong: Inovasi Alternatif Pembayaran Pajak Kendaran Bermotor

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dit Lantas Polda Jabar bersama Tim Pembina Samsat Jawa Barat kembali melakukan terobosan baru yang inovatif sebagai alternatif pembayaran pajak kendaraan bermotor.

‘SAMDONG’  kependekan dari Samsat Gendong yang resmi diluncurkan pada Sabtu, 5 September 2015 pekan lalu. Terobosan inovatif ini berawal dari diperlukannya pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang dapat menjangkau daerah ataupun wilayah yang tidak terjangkau oleh pelayanan Samsat Induk maupun Samsat Keliling, untuk melayani keinginan komunitas warga yang ingin melakukan pembayaran PKB.

Seperti layanan inovatif layanan jemput bola sebelumnya (Samsat Keliling), Samdong melayani pengesahan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) setiap tahun, pembayaran PKB dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).

Apabila dibandingkan dengan pelayanan Samsat lainnya, Samdong memiliki mekanisme yang jauh lebih sederhana yakni; Jarak yang ditempuh lebih dekat, karena dua petugas Samsat (1 petugas Polri dan 1 petugas Samsat) membuka stand (meja registrasi) di lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat yang ada di satu wilayah, seperti Balai RW dan sebagainya.

Namun untuk mendapatkan pelayanan Samdong, Wajib Pajak (WP) harus melakukan beberapa tahapan terlebit dahulu, mulai dari pendaftaran, penetapan, hingga pembayaran.

Tahapan layanan Samdong:

  1. Wajib Pajak melaksanakan pendaftaran,
  2. Pendaftaran diterima oleh Petugas POLRI untuk diteliti persyaratan sesuai dengan aturan,
  3. Petugas POLRI melaksanakan input data dan memvalidasi STNK
  4. Setelah menerima berkas, kemudian ditetapkan Pajak dan SWDKLLJ,
  5. Petugas DISPENDA memeriksa kebenaran Pajak dan SWDKLLJ sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
  6. Melakukan pemanggilan Wajib Pajak untuk melaksanakan pembayaran sesuai dengan yang tertera dalam monitor pelayanan,
  7. Setelah menerima pembayaran, kemudian SKPD divalidasi sebagai tanda bukti bahwa Pajak telah diterima.

Melalui pelayanan Samdong diharapkan ada peningkatan pendapatan pajak guna mendukung kegiatan pembangunan. Bahkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, kepada wartawan menargetkan inovasi Samsat ini akan mendorong penambahan pendapatan Pemprov hingga Rp1 triliun hingga Rp2 triliun. Hal ini karena berkaca dari jumlah penunggak pajak yang mencapai 5 juta orang. Target tersebut diungkapkannya di acara Launching Tameng Ranmor yang berlangsung di Union Square, Cihampelas Walk, Bandung, Sabtu  (05/09) pekan lalu.

Semakin dekat dan langsung, mempersempit kesempatan masyarakat untuk mengabaikan kewajibannya membayar pajak salah satunya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

Samdong, Layanan Jemput Bola yang Inovatif

Layanan jemput bola melalui program Samsat Gendong,  adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayarkan pajak.

“Jadi enggak ada alasan untuk tidak bayar pajak,” jelas Ahmad Heryawan kepada wartawan di Union Square, Cihampelas Walk, Sabtu (05/09/2015) pekan lalu.

Disebut-sebut sebagai layanan Samsat yang pertama di Indonesia, keberadaan Samdong sebenarnya memperlihatkan kesadaraan masyarakat Jawa Barat untuk membayarkan Pajak Kendaraan yang masih rendah.

“Menjemput bola pelayanan yang semula dibuat gerai sekian banyak, tapi ternyata setelah dievaluasi ko ada beberapa yang belum bayar. Nah jemput bola dilakukan,” jelas Kapolda Jabar Irjen Pol Moechgiyarto, yang juga hadir di acara launching Tamen Ranmor.

Menurutnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masih rendah. Sehingga layanan jemput bola ini ini diharapkan bisa meningkatkan PAD terutama dilayanan pembayaran kendaraan bermotor.

Kenyataan tersebut bertentangan dengan keinginan masyarakat sendiri, seperti jalan yang mulus, fasilitas umum yang memadai dan sebagainya. Padahal semua itu bisa terwujud seandainya masyarakat bekerjasama dengan pemerintak dengan sadar akan kewajibannya membayar pajak.

Samsat Gendong, Kemudahan Membayar Pajak Kendaraan

Lebih dekat, cepat dan hemat, merupakan hal lumrah yang diidamkan oleh masyarakat di berbagai pelosok Indonesia. Sepertinya itulah dasar terobosan Samsat Gendong (Samdong) yang pekan lalu di Cihampelas Walk, Bandung  (05/09/2015) secara resmi diluncurkan oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.

Samsat Gendong merupakan program yang diluncurkan oleh Tim Pembina Samsat Jawa Barat. Sama seperti samsat keliling, yang membedakannya hanyalah menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Melalui terobosan layanan pajak kendaraan bermotor yang pertama di Indonesia ini, memudahkan masyarakat untuk membayarkan pajak kendaraan bermotor yang dimiliknya.

Dengan menggunakan kendaraan bermotor roda, jangkauan untuk mendekati para wajib pajak (WP) lebih luas dibandingkan dengan mobil Samsat Keliling. Prosesnya, petugas Dispenda dan petugas Kepolisian yang mewakili perangkat Tim pembina Samsat memiliki perangkat hardware yang lebih kecil dan fleksibel serta mudah dibawa oleh petugas samsat untuk melakukan proses pembayaran pajak tahunan yang akan menggunakan kendaraan bermotor roda 2 ke wilayah yang dimohonkan.

Bagi masyarakat yang ingin dikunjungi oleh Samdong bisa menghubungi aparat kewilayahan seperti Babinsa atau Babinkamtibmas, yang akan menghubungi pusat layanan Samsat Gendong.

Seperti yang jelaskan oleh Gubernur Ahmad Heryawan, setelah menghubungi pihak Samdong Babinsa atau kamtibmas akan mengumpulkan masyarakat di sebuah tempat dan membuat stand ataupun booth untuk melakukan pendataan dan pembayaran pajak kendaraan bermotor.