Koefisien Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah salah satu pajak daerah yang merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Subjek dari PKB ini adalah orang pribadi, badan, pemerintah, pemerintah daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor. PKB dipungut di wilayah Provinsi Jawa Barat tempat kendaraan bermotor terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan oleh Gubernur bersamaan dengan penerbitan dan atau pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK). Masa pajak kendaraan bermotor adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan tahun pajak, dihitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor. Bagi kendaraan yang sudah terdaftar, bagian dari bulan yang melebihi 15 (lima belas) hari dihitung satu bulan penuh. Bila Wajib Pajak (WP) memindahkan kendaraan bermotor dari satu kabupaten/kota dalam daerah maupun ke luar daerah (mutasi kendaraan bermotor) maka WP harus melampirkan bukti pelunasan PKB dari daerah asal berupa SKPD yang sudah divalidasi dan surat keterangan fiskal antar daerah.

Dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu :
a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB); dan
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.

NJKB ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Bila kendaraan bermotor diperoleh dalam harga kosong (off the road), NJKB ditetapkan sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Bila kendaraan bermotor diperoleh dalam harga isi (on the road), NJKB ditetapkan sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, PKB, dan BBN-KB.

Bobot yang dijadikan unsur pengali dari NJKB dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) sampai dengan 1,3 (satu koma tiga). Koefisien tersebut nilainya berbeda-beda tergantung dari jenis kendaraannya.

NO Jenis Kendaraan Bermotor Koefisien
1 Sepeda Motor Roda 2 atau Roda 3 1
2 Sedan 1,025
3 Jeep 1,050
4 Minibus 1,050
5 Blind van 1,050
6 Pick Up 1,075
7 Mikro Bus 1,075
8 Bus 1,1
9 Light Truck 1,3
10 Truck 1,3
sumber: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2016

PKB bagi kendaraan bermotor angkutan umum orang ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari dasar pengenaan BBN-KB, sedangkan untuk kendaraan bermotor angkutan umum barang ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari dasar pengenaan PKB. Bagi kendaraan bermotor yang sudah terdaftar, terlambat melakukan pembayaran pajak sesuai dengan tanggal berakhirnya masa PKB dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) perbulan dari pokok pajak terutang paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Fungsi Pajak Kendaraan Bermotor

Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik. Agar dapat mewujudkan tujuan tersebut, maka pemerintah daerah memerlukan dana dari dalam negeri berupa pajak. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia sehingga tidaklah aneh jika per September 2016 jumlah kendaraan bermotor di Jawa Barat mencapai 15.750.624 unit dengan 13.447.117 unit diantaranya adalah kendaraan roda dua.

Jika kita melihat pada Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. Atas kepemilikan dan atau penguasaaan kendaraan bermotor maka masyarakat akan dikenai pajak berupa pajak kendaraan bermotor (PKB).

PKB merupakan satu dari lima jenis pajak yang termasuk ke dalam pajak provinsi dan merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai pemerintahan daerah dan juga pembangunan daerah. Ada lima manfaat PKB bagi daerah, lima manfaat tersebut adalah :
1. Merupakan salah satu sumber pendapatan daerah.
2. Berguna untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Berguna untuk pembangunan dan atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.
4. Membantu peningkatan pendapatan Kabupaten/Kota.
5. Meningkatkan ketenangan dan kepastian hukum bagi wajib pajak.

Perlu diingat bahwa minimal 10% (sepuluh persen) hasil penerimaan PKB termasuk didalamnya yang dibagihasilkan kepada Kabupaten/Kota dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. Sebagai masyarakat Jawa Barat, mari kita lebih taat dalam membayar pajak kendaraan yang kita miliki. Manfaatkan inovasi dan layanan yang disediakan oleh Tim Pembina Samsat Provinsi Jawa Barat sehingga membayar PKB lebih mudah, cepat, dan tepat.

Target Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 2016 Terlampaui

Pajak Daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu yang termasuk ke dalam pajak daerah adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), dengan objek pajaknya adalah kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Hasil penerimaan PKB, minimal sebesar 10% (sepuluh persen) termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.

PKB merupakan salah satu pendapatan asli daerah selain dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Target pendapatan daerah Jawa Barat pada tahun 2016 lalu adalah sebesar 26,49 triliun rupiah dan terealisasi sebesar 27,69 triliun rupiah atau melebihi target yang telah ditetapkan sebesar 1,2 triliun rupiah. Bila kita rinci pendapatan daerah tahun 2016 lalu, sebagai berikut Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan sebesar 16,26 triliun rupiah, terealisasi sebesar 17,04 triliun rupiah. Berdasarkan sumber pendapatan asli daerah, seluruhnya melebihi target yang telah ditetapkan dari:
a. Penerimaan Pajak Daerah 104,76 persen,
b. penerimaan retribusi daerah 105,09 persen,
c. penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat direalisasikan sebesar 96,34 persen, dan
d. lain- lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar 108,32 persen

Sementara pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan sebesar 10,62 triliun rupiah dari target sebesar 10,19 triliun rupiah, yang terdiri dari dana alokasi umum sebesar 1,24 triliun, dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak sebesar 283,44 miliar, dan dana alokasi khusus sebesar 7,59 triliun. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah. Anggaran untuk belanja daerah pada tahun 2016 sebesar 29,49 triliun rupiah dengan realisasi sebesar 27,62 triliun rupiah (93,66%). Jumlah tersebut terdiri dari belanja tidak langsung sebesar 21,74 triliun rupiah yang meliputi belanja pegawai sebesar 1,83 triliun rupiah atau 93,39 persen dari alokasi sebesar 1,96 triliun rupiah, belanja subsidi sebesar 14,99 miliar rupiah atau 00,99 persen dari alokasi sebesar 15 miliar rupiah. Selain belanja pegawai, ada pula belanja hibah sebesar 9,85 triliun rupiah atau 96,80 persen dari alokasi sebesar 10,18 triliun rupiah. Sedangkan belanja bantuan sosial sebesar 9,94 miliar rupiah atau 54,08 persen dari alokasi sebesar 18,38 miliar rupiah. Sedangkan untuk belanja langsung, dialokasikan sebesar 6,68 triliun rupiah dengan realisasi yang mencapai hingga 97,86 persen atau sebesar 5,87 trilun rupiah. Besarnya realisasi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh adanya efisiensi pada beberapa program dan kegiatan.

Pencapaian pendapatan daerah yang melebihi target ini tidak lepas dari peran serta dan partisipasi aktif masyarakat Jawa Barat dalam pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pembangunan di Jawa Barat. Selain itu, atas keberhasilan masyarakat memelihara suasana kondusif di Jawa Barat sehingga mendukung keberhasilan pembangunan daerah yang berkualitas.

Sumber: dari berbagai sumber

Bapenda Provinsi Jawa Barat Ikut Meriahkan Pameran LKPJ 2017

 Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat ikut memeriahkan Pameran Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) 2016. Booth Bapenda Provinsi Jawa Barat menyediakan informasi menarik seputar kegiatan selama tahun 2016, informasi pendapatan daerah tahun 2016, dan informasi program pelayanan inovatif yang semakin memudahkan masyarakat dalam menunaikan kewajiban membayar pajak.

Panitia memberikan informasi pungutan pajak yang berada dibawah kewenangan Bapenda Provinsi Jawa Barat.

Panitia memberikan informasi pungutan pajak yang berada dibawah kewenangan Bapenda Provinsi Jawa Barat.

 

Selain memberikan informasi program dan inovasi pelayanan Bapenda Provinsi Jawa Barat, pengunjung juga dapat langsung membayar pajak kendaraan bermotoe melalui Samsat Keliling (Samling) yang disediakan.

Selain memberikan informasi program dan inovasi pelayanan Bapenda Provinsi Jawa Barat, pengunjung juga dapat langsung membayar pajak kendaraan bermotor melalui Samsat Keliling (Samling) yang disediakan.

 

Foto bersama, saat Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan mengunjungi both Bapenda Provinsi Jawa Barat.

Foto bersama, saat Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan mengunjungi booth Bapenda Provinsi Jawa Barat.

 

 

Pemprov Jabar Gelar Pameran LKPJ 2017

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelar Pameran Pembangunan Jabar 2017 di Halaman Gedung Sate, Bandung, Jumat (24/3/2017). Acara ini berkaitan dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur 2016 yang sebelumnya sudah diberikan ke DPRD Provinsi.

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan mengakui ada peningkatan kinerja, terutama laporan keuangan setiap tahunnya. Dibuktikan dengan diraihnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Jawa Barat selama lima tahun berturut-turut.

“Peningkatan pasti, disamping kenaikan angka mikro seperti sekian jembatan terbangun, jalan-jalan dibangun, diperbaiki, dipelihara, banyak hal yang kita lakukan. Kemarin juga dapat WTP 2016, diharapkan tahun 2017 dapat WTP lagi,” ujar Aher, dilansir dari PRFM, Jumat (24/3/2017).

Maka dari itu, guna terus meningkatkan kualitas program kerja Pemprov Jabar, Aher akan lebih tegas mengawasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungannya supaya tidak ada hasil program yang tidak jelas.

“Sekarang kita tegas ke OPD, kalau ada program tidak jelas, output dan outcome-nya kita coret langsung. Output adalah apa yang terjadi, dan outcome apa yang sudah selesai program terjadi. Harus jelas itu, karena diperiksa KemenpanRB,” jelasnya.

Pendapatan Pemprov Jabar Tahun 2016 Lampaui Target

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Tahun Anggaran 2016, pada Rapat paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat, di Ruang Rapat Pripurna Gedung DPRD Jawa Barat, Jumat, 24 Maret 2017.

Laporan pertanggungjawaban tersebut merupakan realisasi dari amanat Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 69 ayat 1, bahwa kepala daerah diwajibkan menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ), dan ringkasan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) sebagaimana diatur secra rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007.

Pada kesempatan ini, Gubernur diantaranya menjelaskan tentang pengelolaan keuangan daerah yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.

Terkait Pendapatan Daerah, yang bersumber dari; pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendaptan daerah ditargetkan sebesar Rp 26,49 triliun rupiah dan dapat direalisasikan sebesar Rp 27, 69 triliun rupiah atau tercapai 104,54 persen.

“Capaian pendapatan daerah tahun 2016 melebihi target yang telah ditetapkan sebesar 1,2 triliun rupiah,” kata Heryawan.

Adapun rinciannya yakni, Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan sebesar Rp 16,26 triliun rupiah, terealisasi sebesar Rp 17,04 triliun rupiah. Berdasarkan sumber pendapatan asli daerah, seluruhnya melebihi target yang telah ditetapkan, penerimaan pajak daerah 104,76 persen, penerimaan retribusi daerah 105,09 persen, penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat direalisasikan sebesar 96,34 persen, dan lain- lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar 108,32 persen.

Sementara pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan sebesar Rp 10,62 triliun rupiah dari target sebesar Rp 10,19 triliun rupiah, yang terdiri dari dana alokasi umum sebesar Rp 1,24 triliun, dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak sebesar Rp 283,44 miliar, dan dana alokasi khusus sebesar Rp 7,59 triliun.

“Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, mencapai Rp 28,46 miliar rupiah dari target Rp 28,66 miliar rupiah, atau mencapai 99,3 persen, yang terdiri dari hibah sebesar 99,16 persen, dan penyesuaian dana otonomi khusus sebesar 100 persen,” katanya.

Sementara belanja daerah pada tahun 2016 dianggarkan sebesar Rp 29,49 triliun rupiah dan direalisasikan sebesar Rp 27,62 triliun rupiah atau mencapai sebesar Rp 93,66 persen dengan rincian, belanja tidak langsung dialokasikan sebesar Rp 22,80 triliun rupiah, dengan realisasi mencapai Rp 21,74 triliun rupiah atau 95,36 persen. Angka tersebut meliputi belanja pegawai sebesar Rp 1,83 triliun rupiah atau 93,39 persen dari alokasi sebesar Rp 1,96 triliun rupiah, belanja subsidi sebesar Rp 14,99 miliar rupiah atau 00,99 persen dari alokasi sebesar Rp 15 miliar rupiah.

 

Adapun belanja hibah sebesar Rp 9,85 triliun rupiah atau 96,80 persen dari alokasi sebesar Rp 10,18 triliun rupiah. Sedangkan belanja bantuan sosial sebesar Rp 9,94 miliar rupiah atau 54,08 persen dari alokasi sebesar Rp 18,38 miliar rupiah.

“Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa sebesar Rp 6,39 triliun rupiah atau 97,27 persen dari alokasi Rp 6,57 triliun rupiah. Serta bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, desa dan partai politik sebesar Rp 3,64 triliun rupiah atau 90,39 persen dari alokasi sebesar Rp 4,02 triliun rupiah, juga belanja tidak terduga sebesar Rp 19,8 juta rupiah atau 0,01 persen dari alokasi sebesar Rp 29 miliar rupiah,” kata Heryawan.

Terkait belanja langsung, gubernur mengatakan bahwa dialokasikan sebesar Rp 6,68 triliun rupiah, dengan realisasi mencapai Rp 5,87 triliun rupiah atau 97,86 persen. Tingkat realisasi tersebut diantaranya dipengaruhi oleh adanya efisiensi pada beberapa program dan kegiatan.

Selain itu, dibahas pula terkait pembiayaan daerah, yang terdiri dari penerimaan pembiayaan daerah, yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah tahun sebelumnya dengan alokasi anggaran sebesar Rp 3,48 triliun rupiah, dapat direalisasikan sebesar Rp 3,64btriliun rupiah atau mencapai 104,75 persen.

Sementara Pengeluaran Pembiayaan Daerah dengan alokasi anggaran sebesar Rp 403,57 miliar rupiah, dapat direalisasikan sebesar Rp 378,57 miliar rupiah atau mencapai 93,81 persen yang digunakan untuk penyertaan modal daerah kepada PT. Argonesia, PD. Agribisnis dan Pertambangan, PD. Jasa dan Kepariwisataan, PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa barat dan Banten, Tbk, PD. Bank Perkreditan Rakyat, PT. Lembaga Keuangan Mikro, Pt. Jamkrida Jabar, PT. Argo Jabar, PT. Asuransi Bangun Askrida, PT. BPR Intan Jabar, PT. BPR Karya Utama Jabar, PT. BPR Cianjur Jabar, PT. Migas Hilir Jabar, PT. BPR Artha Galuh Mandiri Jabar, PT. BPR Karawang Jabar.

Usai sidang Paripurna DPRD tersebut, Gubernur, Wakil Gubernur, beserta Ketua DPRD Jawa Barat dan para wakilnya berjalan kaki menuju Halaman Gedung Sate meninjau Pameran LKPJ Gubernur Jawa Barat.

Sumber : Pikiran Rakyat

Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atau yang lebih dikenal dengan sebutan BBN adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Bea balik nama kendaraan bermotor ini termasuk ke dalam jenis pajak daerah yang dipungut oleh Provinsi, dimana objek dari pajak balik nama ini adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor.

Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan pertama atau penyerahan kendaraan dari pihak dealer kepada pihak konsumen (BBN 1) ditetapkan sebesar :
a. 10 % (sepuluh persen) untuk Kendaraan Bermotor orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri;
b. 10 % (sepuluh persen) untuk Kendaraan Bermotor angkutan umum; dan
c. 0,75 % (nol koma tujuh puluh lima persen) untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Sedangkan untuk penyerahan kendaraan kedua dan selanjutnya (BBN 2) ditetapkan sebesar :
a. 1% (satu persen) untuk Kendaraan Bermotor orang pribadi atau Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri;
b. 1% (satu persen) untuk Kendaraan Bermotor angkutan umum; dan
c. 0,075 % (nol koma nol tujuh puluh lima persen) untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Bagi masyarakat yang mendapatkan kendaraan bermotor karena warisan, maka besaran bea balik nama yang harus dibayarkan berbeda dengan bea BBN 1 dan BBN2. Tarif bea balik nama atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar :
a. 0,1% (nol koma satu persen) untuk Kendaraan Bermotor orang pribadi;
b. 0,1% (nol koma satu persen) untuk Kendaraan Bermotor angkutan umum; dan
c. 0,075 (nol koma nol tujuh puluh lima persen) untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Untuk kendaraan yang dihibahkan, tarif bea balik namanya sebesar :
Tarif BBNKB hibah ditetapkan sebagai berikut :
a. kendaraan yang belum dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari NJKB;
b. kendaraan yang telah dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari NJKB;
c. hibah kepada yayasan yang semata-mata bergerak di bidang sosial dan keagamaan yang belum dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari hasil perkalian 10% dari NJKB;
d. hibah kepada yayasan yang semata-mata bergerak di bidang sosial dan keagamaan yang sudah dikenakan BBNKB, ditetapkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari hasil perkalian 1% dari NJKB.

Besaran pokok bea balik nama yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) dengan tarif bea balik nama diatas.
Contohnya untuk kendaraan roda 2 berjenis matic milik orang pribadi dengan NJKB sebesar Rp9.600.000 maka Bea Balik Nama Kedua (BBN 2) yang harus dibayarkan adalah 1% x Rp9.600.000 = Rp96.000. Jumlah tersebut belum termasuk biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta pajak kendaraan bermotor dan denda atau tunggukannya bila ada.

Apresiasi Wakil Gubernur Jawa Barat Atas Kinerja Bapenda

Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat mengapresiasi acara Forum Pendapatan Daerah yang diselenggarakan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Barat.

Menurutnya acara yang bertema “Mempertahankan Daya Saing Kinerja (Pendapatan & Pelayanan) yang Berkelanjutan” ini sangat penting, tepat, dan relevan dengan seiring dinamisnya tantangan yang harus dihadapi oleh Bapenda.

Sejalan dengan cita-cita untuk mewujudkan Jawa Barat sebagai provinsi termaju di Indonesia, pemerintah Provinsi Jawa Barat harus terus berupaya memperkuat kemandirian keuangan daerah melalui optimalisasi sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Kemandirian keuangan daerah ditunjukan melalui rasio PAD atau rasio transfer ke daerah termasuk dana perimbangan. Terhadap total pendapatan daerah, semakin besar angka rasio PAD  maka kemandirian daerah semakin besar. Sebaliknya, makin besar angka rasio transfer maka makin kecil tingkat kemandiriaan daerah dalam mendanai belanja daerah.

Deddy bersyukur karena sampai saat ini pemerintah Provinsi Jawa Barat termasuk provinsi yang memiliki kemandiriaan keuangan cukup tinggi.

“Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya kepada Bapenda dan Organisasi Perangkat Daerah penghasil lainnya, atas tercapainya PAD tahun 2016 dengan presentasi Pendapatan Daerah mencapai 104,77 persen.

Pencapaian tersebut tidak terlepas dari kerja keras dan inovasi cerdas yang telah dilakukan Bapenda baik dalam kapasitas sebagai pemungut pajak dan retribusi daerah maupun sebagai koordinator pendapatan daerah.

Dirinya berharap agar forum pendapatan daerah ini menjadi bahan strategis yang kemudian dapat memperkuat komitmen serta mengimpun berbagai masukan konstruktif pada para stakeholder dan mitra. Sehingga dapat menghasilkan terobosan baru dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan publik dan kinerja pendapatan daerah tahun anggaran 2018.

“Jika ingin pendapatan daerah lebih besar, maka kita harus menghadirkan pelayanan publik yang semakin prima,” tuturnya.

Tak lupa, Deddy pun mengucapkan terima kasih kepada Tim Pembina Samsat Provinsi Jawa Barat yang telah bahu membahu dalam membuat sistem pelayanan eSamsat sehingga saat ini menjadi percontohan nasional dan direplikasi oleh 17 provinsi Indonesia.

“Mudah mudahan replikasi ini menjadi salah satu trigger bagi Jawa Barat untuk meraih Parasamya Purnakarya Nugraha tahun 2016,” ucapnya.

Bapenda Prov Jabar Gelar Forum Perangkat Daerah “Mempertahankan Daya Saing Kinerja (Pendapatan & Pelayanan) yang Berkelanjutan

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Barat menggelar forum yang dihadiri oleh 125 peserta dari seluruh perangkat daerah penghasil Provinsi Jawa Barat dan Bapenda Kabupaten Kota Se-Jawa Barat, (3/15/2017). Acara tahunan yang diberi nama Forum Perangkat Daerah Bapenda Provinsi Jabar ini mengambil tema “Mempertahankan Daya Saing Kinerja (Pendapatan & Pelayanan) yang Berkelanjutan”.

Forum Perangkat Daerah Bapenda Prov Jabar ini menjadi wadah antar pelaku pembangunan tingkat provinsi beserta stakeholder sejenis di kabupaten dan kota, maupun stakeholder lainnya. Tujuan dari diadakannya forum ini adalah untuk merumuskan dan menyepakati berbagai agenda program prioritas dan kegiatan tahun 2018 mendatang, termasuk apa saja yang harus dilakukan oleh Bapenda Prov Jabar maupun mitra lainnya.

Sejumlah sasaran yang ingin dicapai dalam forum ini yaitu:

  1. Disepakatinya usulan kegiatan prioritas program kegiatan tahun 2018.
  2. Disepakatinya sinergi usulan kegiatan prioritas SKPD penghasil yang akan disampaikan kepada TAPD.
  3. Tumbuhnya terobosan-terobosan baru dalam perencaaan kinerja pendapatan guna menemukan inovasi-inovasi baru yang makin memperkuat kapasitas pendapatan daerah sesuai dengan potensi kekinian yang ada.

Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar mengapresiasi atas diselenggarakannya acara ini. Menurutnya forum ini sangat penting bagi Bapenda Prov Jabar dalam menghadapi tantangan dimasa yang akan datang.

“Saya mengapresiasi atas diselenggarakannya acara ini. Saya kira tema yang diangkat sangat penting, tepat dan relevan dengan seiring dinamisnya tantangan yang harus dihadapi oleh Bapenda, dalam rangka meningkatan mutu pelayanan publik dan optimalisasi kinerja pendapatan daerah,” tutur Deddy saat memberikan pidato pembuka acara.

Guna memperkuat rumusan agenda program, forum ini juga menghadirkan beberapa materi yang disampaikan oleh narasumber ahli. Berikut judul materi yang diberikan kepada perserta forum:

  1. Proyeksi Ekonomi Makro tahun 2018 yang dapat dimanfaatkan untuk pendapatan daerah Jawa Barat, oleh Dr. H. Abdul Maqin, SE, MP (UNPAS),
  2. Arah Kebijakan Pembangunan Jawa Barat, oleh Kasubbid Pemerintahan Bappeda Iman Tohidin, S.Sos., MAP,
  3. Evaluasi Terhadap Realisasi Penjualan KBM Roda 4 Tahun 2016 dan Estimasi Penjualan KBM Roda 4 Tahun 2018 serta Market Share ke Wilayah Jawa Barat, oleh Sekretaris I Gaikindo Eddy Sumedi.
  4. Trik Jitu Mengawal Kualitas Pelayanan Perpajakan Daerah oleh Deputi Pencegahan KPK, Asep Rahmat Suhanda.
  5. Kewirausahaan untuk Mengelola Pendapatan, oleh Kepala Kantor Regional V PT. POS Indonesia, Hendrasari, SE., MM.

Forum ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok A yaitu bidang pendapatan daerah, sedangkan kelompok B adalah peningkatan kualitas pelayanan public. Arahan kebijakan pimpinan Bapenda 2018 serta paparan dari narasumber menjadi bahan pembahasan kelompok. Pada akhir acara, kesepakatan diskusi kelompok A dan B dituangkan pada berita acara serta menjadi bahan penyempurnaan usulan RKPD.

Cara Menghitung Pajak Progresif Kendaraan Bermotor

Tahukah kamu apa itu Pajak Progresif Kendaraan Bermotor ? Pajak progresif merupakan pajak kendaraan bermotor untuk kepemilikan kedua dan seterusnya yang diterapkan pada kendaraan pribadi baik roda dua atau roda tiga dan roda empat dengan nama pemilik, alamat tempat tinggal, dan jenis kendaraan yang sama. Contohnya orang pribadi yang memiliki satu kendaraan bermotor roda 2 (dua), satu kendaraan roda 3 (tiga), dan satu kendaraan bermotor roda 4 (empat) masing-masing jenis kendaraan (sepeda motor dan mobil) diperlakukan sebagai kepemilikan pertama karena meskipun nama dan alamat pemilik sama namun jenis kendaraannya berbeda sehingga tidak dikenakan pajak progresif. Penerapan tarif progresif tidak berlaku bagi kendaraan bukan umum yang dimiliki oleh Badan, Pemerintah/Pemerintah Daerah/TNI/Polri dan kendaraan umum.

Pajak progresif kendaraan bermotor untuk kepemilikan kedua dan seterusnya ini mulai berlaku semenjak tanggal 1 Januari 2012. Lantas berapa tarif pajak progresif kendaraan bermotor yang berlaku di Provinsi Jawa Barat? Berikut akan dijabarkan persentase tarif pajak progresif kendaraan bermotor berdasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

1. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda empat pertama, kedua dan seterusnya, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut :

Kepemilikan Tarif Progresif
Pertama 1,75%
Kedua 2,25%
Ketiga 2,75%
Keempat 3,25%
Kelima dan seterusnya 3,75%

2. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda 2 (dua) atau roda 3 (tiga) pertama, kedua dan seterusnya, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut :

Kepemilikan Tarif Progresif
Pertama 1,75%
Kedua 2,25%
Ketiga 2,75%
Keempat 3,25%
Kelima dan seterusnya 3,75%

Sebagaimana diketahui bahwa dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor merupakan hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu :
1. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) yang ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum kendaraan bermotor yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya.
2. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor yang dinyatakan dalam koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1 (satu).

Contoh Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor :
Tuan Amir memiliki dua buah motor dan 1 buah mobil, untuk menghitung Pajak Kendaraan Bermotor motor milik pertama adalah:
1. NJKB Motor sebesar Rp9.600.000
2. Bobot koefisien sebesar 1
3. Tarif pajak kepemilikan pertama sebesar 1,75%
Sehingga Pajak Kendaraan Bermotor yang harus dibayarkan adalah : Rp9.600.000 x 1 x 1,75% = Rp168.000. Jumlah tersebut belum termasuk sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ) dan biaya yang termasuk ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terdapat pada Peraturan Pemerintah nomor 60 Tahun 2016.

Sedangkan untuk menghitung Pajak Kendaraan Bermotor motor milik kedua adalah:
1. NJKB Motor sebesar Rp9.600.000
2. Bobot koefisien sebesar 1
3. Tarif pajak kepemilikan pertama sebesar 2,25%
Sehingga Pajak Kendaraan Bermotor yang harus dibayarkan adalah : Rp9.600.000 x 1 x 2,25% = Rp216.000. Jumlah tersebut belum termasuk sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ) dan biaya yang termasuk ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terdapat pada Peraturan Pemerintah nomor 60 Tahun 2016.

Untuk mobil yang dimiliki oleh Tuan Amir, tidak dikenakan tarif progresif karena Tuan Amir hanya memiliki satu buah mobil.

Oleh karena itu, bila Anda telah menjual mobil maupun motor Anda kepada orang lain sebaiknya segera mendatangi kantor samsat induk tempat kendaraan terdaftar untuk melakukan proses blokir kepemilikan sehingga terhindar dari pajak progresif kendaraan bermotor.