Media Sosial Berpotensi Kena Pajak

Pemerintah tengah menyiapkan mekanisme pemungutan pajak bagi pengembang media  sosial  dan pengembang jasa layanan berbasis internet yang menumpang jaringan internet operator lain alias over the top (OTT), seperti  whatsapps,  facebook, twitter dan sejenisnya.

Layanan berbasis OTT ini dinilai memiliki potensi penerimaan bagi negara. Namun, seperti dikutip dari Kompas, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonoegoro mengatakan, para pengembang layanan  ini harus memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia sebagai subyek pajak terlebih dahulu. “Mereka bisa dikenakan PPh badan dan PPN untuk transaksi,” ujarnya kepada  KONTAN,  Minggu (29/11).

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Mekar Satria Utama menambahkan, para pengembang OTT ini akan di kenakan pajak jika memiliki penghasilan yang bersumber dari Indonesia.

Selain itu, pengenaan pajak akan dilakukan jika perusahaan bertindak sebagai penjual barang dan jasa di Indonesia. Misalnya,  seperti  dilihat  di laman Facebook. Saat ini, banyak yang memanfaatkan situs  jejaring  sosial  ini  untuk menjual produk atau jasa.

Terkait PPh, menurut Mekar, harus dilihat dulu apakah perusahaan pengembang  layanan media sosial ini mendapatkan  keuntungan  dari  pemasangan  iklan  atau  tidak. Termasuk, dalam menyediakan  sarana  untuk  transaksi penjualan. “Perlu  dilakukan pembahasan  secara  intensif dengan mereka atau dilakukan audit,” jelasnya.

Pada prinsipnya, mekanisme  pemungutan  pajak  akan disesuaikan dengan Undang-ndang Perpajakan serta Perjanjian Penghindaran  Pajak Berganda (P3B) bila ada.

Nah, kata Mekar, di sinilah peran Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk mendorong agar perusahaan OTT menempatkan server di Indonesia.  “Jika  tidak, akses ke situs tersebut diblokir, seperti di China,” imbuh Mekar.

Sayangnya, belum bisa di pastikan, kapan ketentuan ini mulai  berlaku. Yang jelas, nantinya hal ini akan diatur dalam bentuk regulasi setingkat Peraturan Menteri.

Potensi besar

Keinginan pengenaan pajak bagi pengembang media sosial dilontarkan Menkominfo Rudiantara. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan kementerian keuangan dan instansi  terkait untuk menerapkan pungutan bagi OTT secara fair. Agar OTT dan perusahaan operator di Indonesia bisa  saling menguntungkan. “Sehingga ada tax level playing field,” tandasnya kepada KONTAN, Jumat (27/11).

Rencananya, OTT semacam Google, Facebook, Twitter atau WhatsApp bakal terkena pajak jika bertransaksi bisnis di Indonesia. Transaksi yang bakal terkena pajak terutama terhadap  seluruh  transaksi bisnis periklanan dari OTT.

Namun, untuk besaran jumlah pungutan, Rudiantara mengaku belum bisa memaparkan secara detail. Yang jelas, ia mengklaim, pungutan ini bakal memberikan keuntungan bagi semua pihak. Kemungkinan besar, aturan  ini bakal tertuang dalam bentuk peraturan menteri (Permen).

Bentuknya,  bisa  Permen Menteri Keuangan, Permen Menteri Kominfo atau Permen bersama. “Yang jelas, pembahasan substansi dari rencana aturan  ini  secara  bersama-sama,” imbuh Rudiantara.  Ia berharap, beleid ini bisa selesai dan segera berlaku pada kuartal pertama 2016.

Sementara  itu, Yustinus  Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) berpendapat, potensi pajak yang bisa digali dari pengembang layanan OTT  cukup  besar.  Namun, harus ada terobosan dan keberanian  pemerintah  dalam menetapkan regulasi.

Terutama, terkait pendirian Badan Usaha  Tetap  (BUT). Pemerintah perlu memperluas definisi BUT.  definisi BUT adalah badan usaha yang secara fisik hadir di Indonesia, seperti kantor cabang. Sebaiknya, definisi ini diperluas. BUT diartikan tidak hanya bentuk fisik melainkan juga kehadiran layanan dalam bentuk internet di Indonesia.

Sehingga, mereka diklasifikasikan sebagai pengusaha kena pajak. Apalagi, Indonesia salah satu negara pengguna facebook terbesar di dunia. “Jika  tidak mau  ikut aturan, blokir saja aksesnya, mereka rugi, pemerintah perlu tegas,” ujar Yustinus.

Berdasarkan informasi yang ia terima,  selama ini pengiklan di laman situs OTT, khususnya facebook, harus meneken  surat perjanjian.  Isinya, pengiklan di Indonesia harus menanggung potensi pajak yang muncul dari iklan itu.

Sementara, bagi pengiklan, berhubung aturan definitifnya tidak ada, tanggungan pajak itu tidak dibayar ke negara. “Maklum, pelaporan pajak di Indonesia sukarela sehingga masih minim, sulit mendeteksinya,” tutur Yustinus.

 

Apel Dispenda HUT Korpri Ke-44

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jawa Barat memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-44 saat menyelenggarakan apel pagi, Senin (1/12/2015).

Kegiatan apel yang dihadiri oleh seluruh pegawai Dispenda Prov Jabar ini bertemakan “Dengan memperkokoh Netralitas dan Profesionalitas, KORPRI siap menyukseskan program Nawa Cita Melalui Gerakan Ayo Kerja Menuju Terwujudnya Kualitas Pelayanan Publik dan Kesejahteraan Masyarakat”.

Sekertaris Dispenda Prov Jabar, Nanin Hayani Adam selaku Pembina Upacara membacakan sambutan Presiden. Sambutan tersebut berisikan lima amanat Presiden bagi seluruh jajaran KORPRI seluruh Indonesia, yakni melakukan percepatan reformasi birokrasi di semua tingkatan tanpa basa-basi, mampu membangun mentalitas baru yang positif yang berintegrasi dan memiliki etos kerja, pegawai harus mempersiapkan diri menuju birokrasi yang dinamis, inovatif dan responsif terhadap perkembangan zaman, mampu menjaga netralitas anggota KORPRI dalam pesta demokrasi khususnya Pemilu Kepala Daerah yang akan digelar akhir tahun ini, serta semua aparatur birokrasi harus menjadi motor penggerak produktivitas nasional dan daya saing bangsa.

Opgab Sumbang Kenaikan PAD

Operasi gabungan (Opgab) Kendaraan Tidak Melakukan Daftar Ulang (KTMDU) oleh kerjasama antara Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jawa Barat Wilayah Ciamis, Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Ciamis, dan Satlantas Polres Ciamis mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak 10 persen.

Holis, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian dan Operasional Lalu Lintas Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Ciamis mengatakan bahwa banyak pemilik kendaraan umum yang langsung melengkapi surat-surat kendaraan dan memperpanjang KIR serta surat izin usaha setelah terjaring Opgab ini.

“Sebagian dari mereka mungkin takut terkena razia dan terancam tidak dapat mengoprasikan kendaraan umum miliknya,” tuturnya, Kamis (26/11/2015).

Ia pun menjelaskan, Opgab yang dilaksanakan selama sepekan ini dilakukan untuk meraup potensi PAD yang hilang. Banyak dari pemilik kendaraan bermotor yang tidak membayar pajak, membuat potensi PAD tidak teraup secara menyeluruh.

“Sejak opgab, banyak masyarakat membeyar pajak kendaraannya. Opgab ini dilakukan untuk mengurangi angka pencurian kendaraan bermotor dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih mentaati lalu listas demi keselamatan bersama,” tuturnya.

Holis menuturkan bahwa petugas gabungan dari Dishubkominfo, Dispenda, dan Satlantas menjelaskan fungsinya masing-masing saat digelarnya opgab ini.

Dispenda Kota Cimahi Capai 85 Persen Target PAD

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Cimahi mengklaim bahwa mereka telah mencapai 85 persen dari realisasi perolehan pajak daerah sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal tersebut berdasarkan target anggaran murni 2015 terhitung pada 31 Oktober 2015.

Hasil tersebut dari perhitungan delapan jenis pajak yang menjadi potensi pendapatan di Kota Cimahi seperti pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, PJU (Penerangan Jalan Umum), BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), serta retribusi parkir.

Dadan Darmawan, Sekretaris Dispenda Kota Cimahi mengungkapkan bahwa pencapaian ini berdasarkan target anggaran murni 2015, bukan berdasarkan anggaran perubahan 2015.

“Untuk angran perubahan 2015, masih ada waktu untuk menarik target pajak hing satu bulan ke depan, jadi ini berdasarkan pada anggaran murni. Kalau anggaran perubahan masih berjalan,” ungkapnya, Selasa (3/11/2015).

Dadan menambahkan, dari delapan jenis pajak daerah tersebut, potensi target pajak terbesar ada pada BPHTB dan PBB, sementara potensi target terkecil ada pada pajak hotel dan parkir.

“Untuk pajak BPHTB, dari target Rp. 29,6 milyar, dari anggaran murni 2015 yang telah terealisasi ada sebesar Rp 24,99 milyar,” ucapnya.

Sementara itu, ia juga menjelaskan bahwa ekonomi makro mempengaruhi pencapaian target untuk pajak BPHTB, karena ekonomi makro mempengaruhi dalam hal jual beli tanah.

Kunjungan Kerja Dispenda Prov Papua

Dinas pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jawa Barat menerima kunjungan kerja dari Dispenda Provinsi Papua pada Rabu (25/11/2015). Kedatangan Dispenda Prov Papua diwakili oleh Samsat Timika, Elisabeth.

Dalam kunjung kerja ini Dispenda Prov Jabar membeberkan semua inovasi yang telah dihadirkan demi peningkatan pelayanan kepada wajib pajak. Mulai dari e-Samsat hingga Samsat Gendong (Samdong).

Para perwakilan Dispenda Prov Papua sangat tertarik dengan invovasi yang dihadirkan oleh Dispenda Prov Jabar terutama pada layanan e-Samsat dan Samdong. Karena mereka menganggap, kedua inovasi layanan tersebut sangat cocok diterapkan di Papua.

“Hampir semua inovasi menarik untuk diadaptasi, tapi yang lebih urgent sitem dan pelayanan. Contohnya, e-Samsat, Samsat Nite, dan Samdong,” tutur Elisabeth.

kunjungan-kerja-samsat-timika

Kasubag Umum Sekretariat Dispenda Prov Jabar, Ade Irawan mengatakan bahwa kondisi alam di Jawa Barat dengan Papua sangat berbeda. Sehingga memiliki kendala tersendiri.

”Kondisi alam di Jawa Barat dengan Papua jauh berbeda. Kami tidak harus naik pesawat atau menyebrang lautan. Jadi kemungkinan inovasi Samdong cocok untuk diterapkan disana, hanya saja isu keamanan yang akan menjadi kendala,” ungkapnya.

Ade juga menambah bahwa Dispenda Prov Jabar selalu terbuka untuk saling tukar informasi inovasi demi meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.

“Kami selalu terbuka jika ada teman-teman yang ingin mengadopsi inovasi kami, demi untuk kemajuan bersama,” ucap Ade saat menutup acara kunjungan kerja.

 

Bayar PKB Lewat ATM di Empat Bank

 

Demi meningkatkan pelayanan dan mempermudah pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) bagi para wajib pajak, Tim Pembina Samsat telah bekerjasama dengan tiga bank lainnya. Sehingga nantinya para wajib pajak, selain dapat membayar melaui ATM BJB juga dapat membayar melalui ATM Bank BNI, Bank BCA, dan Bank BRI.

Bayar-PKB-Lewat-ATM-di-empat-bank

Pelayanan pembayaran PKB tahunan melalui ATM ini adalah inovasi yang dihadirkan oleh Tim Pembina Samsat (Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, Polda Jawa Barat, PT. Jasa Raharja, Kanwil Provinsi Jawa Barat) yang bekerjasama dengan Bank BJB, BRI, BCA dan BNI.

 

 

Pemerintah Selalu Hindari Pajak Berganda

Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai ternyata menimbulkan salah persepsi di tengah masyarakat.

Berdasarkan aturan baru tersebut beberapa jenis hiburan yang ditegaskan untuk tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yakni:

  • Tontonan film;
  • Tontonan pergelaran kesenian, tontonan pergelaran musik, tontonan pergelaran tari, dan/atau tontonan pergelaran busana;
  • Tontonan kontes kecantikan, tontonan kontes binaraga, dan tontonan kontes sejenisnya;
  • Tontonan berupa pameran;
  • Diskotik, karaoke, klub malam, dan sejenisnya;
  • Tontonan pertunjukan sirkus, tontonan pertunjukan akrobat, dan tontonan pertunjukan sulap;
  • Tontonan pertandingan pacuan kuda, tontonan pertandingan kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; serta
  • Tontonan pertandingan olahraga.

Tak kurang dari berbagai tokoh keagaman hingga anggota DPR menyayangkan kebijakan pemerintah ini, khususnya kebijakan yang membebaskan diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya dari PPN.

Pajak Pusat dan Pajak Daerah

Yang harus dicermati adalah, Pemerintah selalu berusaha untuk menjaga kewenangan pemajakan, karena Indonesia mengenal adanya Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat dipungut oleh Pemerintah Pusat melalui kewenangan yang diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan Pajak Daerah dipungut oleh Pemerintah Daerah melalui Satuan Kerja Pendapatan Daerah yang dimilikinya.

Pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah, sedangkan PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.

Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah meliputi Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak sarang Burung Walet, PBB Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

Pembebasan PPN, Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Pada pasal 4A Undang-Undang (UU) PPN, ditegaskan berbagai barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, dengan salah satu alasan terkait penghindaran pajak berganda (dipungut oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah), diantaranya:

Jenis barang yang tidak dikenai PPN, meliputi: barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan uang, emas batangan, dan surat berharga.
Jenis jasa yang tidak dikenai PPN, meliputi: jasa pelayanan kesehatan medik, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan jasa boga atau katering.
Jika dicermati, pembebasan PPN atas barang dan/atau jasa seperti: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, serta jasa kesenian dan hiburan merupakan beberapa contoh penghindaran pajak berganda karena atas barang dan/atau jasa tersebut sudah dipungut pajak daerah.

Aturan pengenaan PPN ini ditegaskan dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, sebagai berikut:

Jenis barang dan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Ketentuan mengenai kriteria dan/atau rincian barang dan jasa yang termasuk dalam jenis barang dan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pemerintah Pusat tentunya selalu melakukan harmonisasi peraturan terkait pemungutan pajak, guna menghindari pemungutan pajak berganda yang memberatkan pelaku usaha.

Pajak Restoran dan Pajak Hiburan

Sebagai contoh adalah pemungutan pajak restoran dan hiburan. UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD, UU Nomor 28/2009) tidak menetapkan besarnya tarif pajak restoran dan hiburan suatu daerah, namun menentukan batas tarif pajak tertinggi yang dapat dipungut daerah.

Untuk tarif pajak restoran, Pasal 40 Ayat (1) UU PDRD menentukan batas tertinggi 10 %. Sedangkan sesuai pengaturan Pasal 45 Ayat (1) UU PDRD, tarif pajak hiburan tertinggi ditentukan sebesar 35 %.

Karena berdasar Pasal 45 Ayat (1) dan Pasal 40 Ayat (2) UU PDRD baik tarif pajak hiburan maupun tarif pajak restoran harus ditetapkan Peraturan Daerah (PERDA), maka pemungutan pajaknya merujuk pada PERDA tiap-tiap daerah untuk mengetahui besarnya tarif pajak tersebut.

Sebagai contoh, dapat disimak pemungutan pajak restoran dan hiburan di DKI Jakarta. Sebagai pemerintah daerah setingkat daerah provinsi yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berhak untuk memungut pajak hiburan.

Khusus untuk DKI Jakarta, besarnya tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10 % berdasarkan Pasal 7 PERDA DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2011. Sedangkan untuk besarnya tarif pajak hiburan menurut Pasal 7 PERDA DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 adalah seperti berikut:

  1. Tarif pajak untuk pertunjukan film di bioskop ditetapkan sebesar 10%;
  2. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang berkelas lokal/tradisional sebesar 0%;
  3. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang berkelas nasional sebesar 5%;
  4. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang berkelas internasional sebesar 15%;
  5. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas lokal/tradisional sebesar 0%;
  6. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas nasional sebesar 5%;
  7. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas internasional sebesar 15%;
  8. Tarif pajak untuk pameran yang bersifat non komersial sebesar 0%;
  9. Tarif pajak untuk pameran yang bersifat komersial sebesar 10%;
  10. Tarif pajak untuk diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan Disc Jockey (DJ) dan sejenisnya sebesar 25%;
  11. Tarif pajak untuk sirkus, akrobat, dan sulap yang berkelas lokal/tradisional sebesar 0%;
  12. Tarif pajak untuk sirkus, akrobat, dan sulap yang berkelas nasional dan internasional sebesar 10%;
  13. Tarif pajak untuk permainan bilyar, bowling sebesar 10%;
  14. Tarif pajak untuk pacuan kuda yang berkelas lokal/tradisional sebesar 5%;
  15. Tarif pajak untuk pacuan kuda yang berkelas nasional dan tradisional sebesar 15%;
  16. Tarif pajak untuk pacuan kendaraan bermotor sebesar 15%;
  17. Tarif pajak untuk permainan ketangkasan sebesar 10%;
  18. Tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap dan spa sebesar 35%;
  19. Tarif pajak untuk refleksi dan Pusat Kebugaran/Fitness Center sebesar 10%;
  20. Tarif pajak untuk pertandingan olahraga yang berkelas lokal/tradisional sebesar 0%;
  21. Tarif pajak untuk pertandingan olahraga yang berkelas nasional sebesar 5%;
  22. Tarif pajak untuk pertandingan olahraga yang berkelas internasional sebesar 15%.

Dengan berbagai pajak daerah yang sudah dipungut oleh Pemerintah Daerah tersebut, Pemerintah Pusat, dalam hal ini melalui kewenangan yang diberikan kepada Menteri Keuangan, menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 sebagai penegasan dibebaskannya PPN atas jasa-jasa yang diantaranya sudah dipungut Pajak Daerah.

Menarik untuk mencermati kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menerapkan tarif tertinggi sebesar 35% untuk panti pijat, mandi uap dan spa; serta tarif yang cukup tinggi sebesar 25% untuk diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan Disc Jockey (DJ) dan sejenisnya. Tentunya hal ini dapat dipandang sebagai upaya Pemprov DKI Jakarta untuk membatasi pelaku usaha atas jasa-jasa tersebut.

Mengakhiri Konflik, Memperbesar Kontribusi Kepada Negara

Tentunya dengan mencermati berbagai fakta di atas, konflik atas terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 sudah selayaknya diakhiri. Hal ini juga mempertimbangkan bahwa semua pelaku usaha, baik badan maupun orang pribadi masih diwajibkan untuk membayar PPh. Besaran tarif PPh badan diatur flat sebesar 25% dari keuntungan. Sedangkan besaran tarif PPh orang pribadi bersifat progresif 5%-30% dari keuntungan.

Mengingat peran vitalnya pajak bagi pembangunan, serta sebagai salah satu wujud bela negara, sudah selayaknya kita wujudkan masyarakat yang sadar dan peduli pajak, karena #PajakMilikBersama.

Masih Banyak Petugas Parkir Ilegal di Cimahi

Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cimahi menghimbau kepada masyarakat untuk meminta karcis retribusi resmi dari pemerintah, Rabu (11/11/2015). Hal tersebut dilakukan karena masih banyak petugas parkir ilegal atau tidak memiliki surat tugas.

Uki Rukandi, Kepala Bidang Teknik Sarana Dishub Kota Cimahi mengatakan jika masyarakat mendapati petugas parkir yang menarik retribusi tidak sesuai dengan peraturan daerah (Perda) agar segera melaporkannya ke Dishub.

“Silahkan tulis namanya, nanti kami akan lakukan tindakan bertahap mulai dari peringatan, hingga surat tugasnya dicabut,” tutur Uki.

Ia juga menambahkan bahwa karcis parkir sudah diberikan kepada seluruh petugas parkir sesuai yangdiminta dan sesuai dengan kemampuannya.

“Jadi kebutuhan mereka berapa, kita penuhi. Untuk masyarakat yang mau parkir berhak meminta karcis retribusi kepada juru parkir yang bertugas di lapangan,” ucapnya.

“Saya harap, dengan telah dilakukannya penertiban kepada juru parkir liar ini, mereka menyadari apa yang telah mereka lakukan,” tegasnya.

Retribusi Pasar Junjang Arjawinangun Dibawa Kemana?

Para pedagang Pasar Junjang mempertanyakan penyaluran uang retribusi yang mereka setorkan. Terkait hal itu, Kepala Pasar Junjang, Raden Kholil Abdullah menjelaskan bahwa semua hasil retribusi digunakan untuk pelayanan hingga menggaji staf dan pegwainya.

“Pelayanan paling besar kita yaitu pengangkutan sampah. Perbualnnya bisa mencapai Rp. 25 juta. Selain itu staf-staf pasar juga harus kita bayar, meski pembayaran staf belum bisa sesuai dengan UMK,” tuturnya.

Ia juga menambahkan bahwa jumlah uang sewa kios yang sudah terkumpul selama dua tahun dari penutupan tahun 2012 sebesar Rp. 150 juta, itu pun belum total dari keseluruhan pedagang pasar.

“Jumlah itu baru setengahnya saja, sisannya susah untuk membayar termasuk yang banyak ngomong kemarin, mereka belum bayar,” ucapnya.

Ia juga mengakui banyak mengalami kesulitan menagih uang retribusi di bagian dalam pasar sendiri. Dalam memenuhi kebutuhan operasional pasar bulanan, terbantu oleh retribusi pedagang yang berada di luar pasar pinggir jalan.

“Pedagang yang ada didalem pasar susah sekali uang retribusinya, dan hal tersebut diakui membuat kita sulit untuk membayar operasional pasar. Untung ada retribusi pedagang di luar pasar jadi bisa memenuhi kebutuan operasional pasar yang kurang.

Ia juga memberikan penjelasan untuk apa saja tau yang diinginkan pasar seharunya diadukan langsung ke pemerintah desa, bukan malah bersuara di media.

“Padahal tinggal datang saja ke desa, tanyakan saja langsung. Sebagai Kepala pasar hanya berfungsi mengambil uang retribusi saja, yang menggunakan untuk apa saja ya pihak desa,” tutupnya.

 

Dispenda Prov Jabar Terima Kunjungan Kerja Dispenda Prov Sulteng dan Dispenda Prov Gorontalo

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jawa Barat menerima Kunjungan kerja dari Dinas Pendapatan Daerah Sulawesi Tengah dan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Gorontalo pada Kamis (19/11/2015).

2

Kunjungan kerja ini juga sebagai studi banding untuk Dispenda Prov Sulteng dan Dispenda Prov Gorontalo mengenai program-program dan inovasi yang telah dijalankan oleh Dispenda Prov Jabar, seperti sertifikat ISO 9001 : 2008, dan Samsat Keliling (Samling).

Dispenda Prov Jabar, khususnya Samsat bandung Timur telah mendapatkan ISO 9001 : 2008 sejak tahun 2008. Dan kini seluruh cabang (34 cabang) Dispenda Jawa Barat telah memiliki sertifikat ISO 9001 : 2008.

3

“ISO 9001 : 2008 adalah bentuk komitmen kami dalam memberikan keamanan dan kenyamanan pelayanan bagi masyarakat,” tutur Nanin Hayani Adam, Sekertaris Dispenda Prov Jawa Barat.

4

Selain itu, Dispenda Prov Jabar juga telah menciptakan inovasi program-program, khususnya dalam hal Pajak Kendaraan Bermotor. Salah satunya adalah Samsat Keliling (Samling), mobil mini bus yang dihususkan melayani masyarakat (wajib pajak) dalam mengurus pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) setiap tahun, pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Santunan Wajib Dana Kecelakaan Lalu-lintas (SWDKLL). Sehingga masyarakat tidak perlu repot-repot datang ke kantor Samsat.

5

6