Mempersiapkan Masyarakat untuk Era E-government

Secara umum masyarakat Indonesia masih belum paham dan tanggap dengan perkembangan teknologi informasi (TIK), kebanyakan masyarakat memfungsikan kecanggihan teknologi hanya untuk mendapatkan hiburan, informasi dan komunikasi. Dan bukan masyarakat biasa saja yang demikian, mereka yang bekerja sebagai abdi masyarakat pun belum semuanya mampu memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi media yang dapat melayani kepentingan masyarakat juga pemerintah.

Dalam Information Seeking Theory yang diungkapkan Donohew dan Tipton (dalam Badri, 2008), penerimaan seseorang atau sekelompok masyarakat pada teknologi terjadi secara bertahap, yaitu tahap pencarian, penginderaan, dan pemrosesan informasi. Ketiga tahap ini berakar dari pemikiran psikologi sosial tentang sikap manusia. Secara tidak sadar, orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan gambaran nyata suatu informasi atau teknologi, karena kedua hal itu bisa saja membahayakan.

Sebagai negara berkembang (The Third World), pemanfaatan aplikasi e-government system di Indonesia sebenarnya tidak termasuk menggembirakan. Padahal pemerintah sudah berusaha untuk merumuskan beberapa peraturan perundangan terkait dengan teknologi informasi, seperti Inpres No. 6 tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia dan Inpres No. 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.

Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, tampak sekali bahwa aplikasi dan implementasi e-government system di Indonesia masih tertinggal. Saat ini sebenarnya perangkat perundangan mengenai e-government system di Indonesia sudah cukup lengkap (Kumorotomo, 2008). Melalui Inpres No. 3 tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan E-Government telah memandatkan :

 

  • Pengembangan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya serta terjangkau oleh masyarakat luas.
  • Penataan sistem manajemen dan proses kerja pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara holistik.
  • Pemanfaatan teknologi informasi secara optimal.
  • Peningkatan peran-serta dunia usaha dan pengembangan industri telekomunikasi dan teknologi informasi.
  • Pengembangan sumberdaya manusia di pemerintahan dan peningkatan e-literacy masyarakat.
  • Pelaksanaan pengembangan secara sistematis melalui tahapan yang realistis dan terukur.

Tidak hanya dari sisi pemerintah saja, seperti telah disinggung di atas masyarakat pun tidak semuanya dapat langsung menerima kemajuan layanan berbasis TIK.  Ada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dalam hal ini, mulai dari ketidak pedulian hingga penolakan terhadap kemajuan akibat belum paham. Masalah utamanya adalah resistensi dan kebimbangan saat menyikapi adanya inovasi baru untuk mendobrak kebiasaan lama.

Aspek Budaya yakni esistensi dan penolakan dari masyarakat  yang diakibatkan oleh kurangnya kesadaran pada manfaat dan penghargaan terhadap teknologi yang dipergunakan dalam e-government system. Kemudian keengganan berbagi data dan informasi, agar terintegrasi secara nasional di seluruh lembaga penyedia layanan publik.

Aspek Infrastruktur, yakni adanya ketimpangan digital yang mengakibatkan belum meratanya ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, mengingat secara geografis wilayah Indonesia tersebar di berbagai kepulauan. Ketersediaan infrastruktur untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi masih terpusat di kota-kota besar. Tenaga ahli di daerah terpencil pun masih sangat jarang, jika tidak mau dikatakan tidak ada. Sistem layanan publik di Indonesia tidak memiliki standar yang baku. Hal ini menghambat pengintegrasian data kependudukan dan dokumen warga negara lainnya secara nasional.

untuk mengefektifkan dan mengefesienkan e-Government, maka pihak pemerintah sudah seharusnya secara berkesinambungan menyosialisasikan sekaligus mendidik masyakarat di berbagai pelosok. Dengan demikian layanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi akan berjalan lancar, dan masyarakat pun semakin semangat untuk berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat.

Cegah Kecurangan Pajak, Sebarkan 200 Tapping Box

Pemerintah Kota Bogor terus menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak. Kemarin. Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melakukan penandatanganan pakta integritas dengan PT Multi Mitra Cemerlang, pemenang proyek Alat tapping box sebesar Rp1,5 miliar.

“Pakta Integritas ini dilakukan terkait rencana pengadaan alat 200 tapping box untuk tahun ini,” ujar Wakil Walikota, Usmar Hariman saat menyaksikan penandatangan pakta integritas.

Tapping box meruapakan, alat intensifikasi pajak hiburan. Seperti pajak  hotel, parkir dan restauran. Sebelumnya, pemkot  sudah melakukan  uji coba pada 12 alat tapping box yang terpasang disejumlah wajib pajak.

“Sangat efektif, minimal jumlah yang nonton dan parkir itu selalu update,” ungkapnya.

Sehingga, wajib pajak yang menghitung sendiri dan melaporkan jumlah pajak yang dibayar itu bisa dipastikan kebenaranya. Misal, jumlah kendaraan yang parkir di mal itu akurat dengan yang dilaporkan. Pakta integritas dilakukan, sesuai dengan surat edaran walikota mewajibkan setiap pemenang tender di masing-masing dinas harus melakukan pakta integritas.

Aturan itu mulai diterapkan sebagai bagian dari komitmen agar paket pekerjaan itu betul-betul dikerjakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Sebab, menurut Usmar, beberapa tahun lalu ada penandatanganan kontrak yang dilakukan diwarung kopi, dijalan dan didalam mobil.

“Kita tidak ingin kejadian miris itu lagi terulang. Itu kan dokumen negara yang harus diamankan dan diselamatkan tidak boleh dilecehkan dan dilakukan seenaknya,” cetusnya.

Apalagi kebanyakan dilakukan tidak didepan pejabat yang berwenang. Tatanan pengelolaan pemerintah Kota Bogor kata dia, sudah seharusnya berubah, terkait dengan adanya zona integritas menuju wilayah bebas korupsi dan birokrasi bersih melayani.

Kepala Dispenda Kota Bogor, Daud Nedo Darenoh menjelaskan, pakta integritas  dilakukan agar ada kejujuran  untuk melakukan pekerjaan dengan baik.

“Jadi Tidak disubkan. Proses perjanjiannya harus transparan,” ungkapnya.

Pemasangan tapping box direncanakan dimulai September mendatang, penyebaranya sudah terbagi-bagim tinggal wajib pajak mana yang diprioritaskan.

“Kita akan sosialisasikan dahulu. Kemudia berikan surat. Pemasangan dilakukan secara gratis, pengadaan ini bertahap, sebagai uji coba dilakukan selama tiga bulan,” bebernya.

Jika pembayaran pajak itu sudah terlihat standarnya, maka akan dialihkan ke yang lain. Sebab, untuk wajib pajak restauran saja itu berjumlah 250 restauran yang beroperasi di Kota Bogor, belum jumlah wajib parkir.

Sumber: jabar.pojoksatu.id

Gila, Tunggakan Pajak Capai Rp 5 Miliar

POJOKJABAR.id, CIKOLE – Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat wilayah Kota Sukabumi mencatat tunggakan pajak kendaraan tahun 2014 kemarin mencapai Rp5 miliar. Hal tersebut dikatakan langsung oleh Kepala Kantor Bersama Provinsi Jawa Barat Wilayah Kota Sukabumi, Endang Sutardi, usai menggelar razia operasi terpadu gabungan bersama Satlantas Polres Sukabumi Kota di Jalan Otista Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi, Selasa (25/8/15). “Tunggakan kita 2014 kemarin mencapai 28 persen,” ujar pria ramah ni.

Dikatakannya, tingginya tunggakan pajak kendaraan di Kota Sukabumi menandakan tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak kendaraan bermotor masih rendah. Terbukti, banyak pemilik kendaraan baik roda dua maupun roda empat yang tidak membayar pajak kendaraan. Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jawa Barat wilayah Kota Sukabumi, sekitar 26 ribu kendaraan roda dua belum membayar pajak kendaraannya, dan 3 ribu lebih kendaraan roda empat yang paling banyak tunggakan membayar pajak.

“Paling banyak didominasi kendaraan roda empat hampir 3 ribu lebih kendaraan termasuk mobil pribadi dan angkutan umum,” jelasnya.

Menurutnya, tingginya tunggakan pajak kendaraan roda dua dan empat dipicu sejumlah faktor, antara lain lupa ataupun tidak memiliki uang untuk membayar pajak kendaraannya.

“Banyak faktor sebenarnya terutama untuk angkutan umum, mereka alasannya yah enggak punya uang untuk membayar pajak, padahal pajak ini hanya satu tahun sekali,” jelasnya.

Sementara itu, dari hasil operasi razia terpadu gabungan bersama Satlantas Polres Sukabumi Kota di hari pertama ini, Dispenda mendapat pelanggar tak patuh bayar pajak sebanyak 37 kendaraan 26 kendaraan roda dua dan 11 kendaraan roda empat.

Ia pun berharap, dengan adanya operasi razia tersebut bisa menyadarkan masyarakat terutama pemilik kendaraan untuk segera membayar pajak kendaraan miliknya sebelum jatuh tempo.

“Saya inginnya razia ini dalam sebulan bisa dilakukan sesering mungkin, jadi ketahuan mana yang rajin bayar pajak dan mana yang malas,” pungkasnya. (wdy/d)

Sumber: jabar.pojoksatu.id

Dispenda Bentuk Petugas Pendataan Pajak Kendaraan

Kasi Penerimaan Samsat Depok Iwa Sudrajat mengatakan, kerja sama ini sangat diperlukan dalam upaya membantu Dispenda mengetahui jumlah penunggak pajak kendaraan.

     “Petugas pendataan kaitan dengan intensilitas pajak kendaraan bermotor. Tenaga pendata merekrut warga di kelurahan sesuai potensi tunggakan,” kata Iwa, saat menyosialisasikan program ini dalam rakor unsur Muspika Sukmajaya di pendopo kecamatan setempat, kemarin.

Menurut Iwa, kurangnya kesadaran warga dalam membayarkan kewajibannya, menjadi salah satu faktor potensi pajak kendaraan bermotor menjadi berkurang. Selain Kecamatan Sukmajaya, kata dia, Dispenda juga bekerja sama dengan beberapa kecamatan.

“Yang sudah terlaksana yakni Kecamatan Tapos dan Cimanggis. Di bulan September ini dilakukan di Sukmajaya dan Cilodong. Next akan kita laksanakan di Beji. Karena memang tingkat kesadaran warga masih rendah. Banyak yang belum melunasi pajak kendaraannya karena alasan klasik, uangnya untuk sekolah anak, atau kebutuhan lain,” katanya.

Setiap petugas pendata, akan mendapat upah satu lembar data sebesar Rp8 ribu. Para petugas akan dikoordinir oleh koordinator tim (kortim).

“Sebenarnya program ini telah kami laksanakan sejak tahun 2013. Tiap tahun selalu disosialisasikan. Melalui kerja sama ini kami harapkan pendapatan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Jawa Barat, dan Kota Depok khususnya dapat optimal,” kata Iwa.

Camat Sukmajaya Dadang Wihana mendukung langkah yang dilakukan Dispenda dengan melibatkan unsur kelurahan dalam mendata penunggak pajak kendaraan bermotor.

“Potensi pajak dari kendaraan bermotor cukup besar. Ini harus dioptimalkan dengan baik, kewajiban masyarakat melalui pajak kendaraan tentunya akan dikembalikan lagi berupa pembangunan,” kata Camat. (ram/radardepok)

Sumber: jabar.pojoksatu.id

Penetapan Pajak Kendaraan Bermotor yang Berstatus Sitaan Negara

Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan peraturan tentang penggunaan kembali kendaraan bermotor yang telah diblokir oleh Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat.  Sesuai Pergub No. 33 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah untuk Jenis Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB):

  1. Pasal 6 ayat 4: Penetapan PKB sebagai akibat berakhirnya pembekuan/blokir dilaksanakan langsung di Kantor Bersama Samsat di mana Kendaran Bermotor tersebut terdaftar, dengan menunjukkan surat permohonan pencabutan blokir dari Wajib Pajak yang bersangkutan bahwa kendaraan akan dipergunakan kembali, disertai tanda bukti penerimaan surat-surat kendaraaan bermotor yang diketahui oleh kepolisian, Dinas dan PT Jasa Raharja (Persero).

Untuk perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tersebut didasarkan pada tanggal penyerahan kendaraan bermotor tersebut kepada yang berhak (sesuai Berita Acara Penyerahan dari instansi yang berwenang) sampai dengan tanggal akan dilakukan proses mutasi, dan untuk keterlambatannya dikenakan sanksi administratif sebagaimana Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB):

  1. Pasal 17 ayat 1 Dalam Hal wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran pajak sesuai dengan tanggal berakhirnya PKB, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak terutang, dengan ketentuan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak terutang pajak.

Untuk Pembukaan blokir/proteksi Kendaraan Bermotor tersebut dikoordinasikan dengan PUSLIA.