Potensi Besar Jawa Barat, Dispenda Jalin Komunikasi dengan KPP

Memiliki potensi yang besar dari pajak penghasilan, Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat mengajak kabupaten/kota untuk melakukan penggalian potensi bagi hasil pajak penghasilan bersama Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Selengkapnya

Inovasi Pembayaran Drive Thru Dispenda Jabar

Seiring perkembangan teknologi dan kemajuan zaman, Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat terus berinovasi untuk memberikan kemudahan dan pelayan prima bagi wajib pajak. Selain samsat keliling dan otlet samsat, layanan pengesahan STNK setiap tahun, pembayaran PKB dan SWDKLLJ dapat dilakukan di Drive Thru. Selengkapnya

Dispenda Targetkan Rp1,5 triliun untuk pajak rokok

Plt. Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Jawa Barat, Iwa Karniwa menuturkan pihaknya menargetkan pajak rokok tahun ini diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun. Hal itu sebagai salah satu langkah peningkatan kemampuan daerah dalam pelayanan publik, khususnya kesehatan.

Selain itu, diharapkan meningkatnya pajak rokok sebagai salah satu langkah pengendalian dampak negatif rokok. Sebab, di Indonesia perokok meningkat dibandingkan dengan negara-negara lain khususnya negara ASEAN.

“Target pendapatan di 2014 ini, kita targetkan naik signifikan. Salah satunya terbesar dari kendaraan. Pendapatan pun diperoleh dari retribusi dan pajak rokok,” kata Iwa.

Selain target meningkatnya pajak rokok, Iwa mengaku pihaknya akan menjemput para wajib pajak kendaraan bermotor untuk dilakukan sensus. Langkah tersebut pun akan melibatkan perangkat pemerintah hingga kecamatan dan desa.

“Kita akan melakukan sensus kendaraan untuk meningkatkan raihan pajak kendaraan. Sensus ini kita akan memanfaatkan petugas Dispenda yang ada di 34 cabang di Jabar. Selain itu, akan bekerjasama dengan kepala daerah hingga tingkat lurah dan camat,” jelasnya.***

Kelola pajak air, Dispenda Jabar Lindungi Lingkungan Jawa Barat

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Jawa Barat akan mengoptimalkan perolehan pajak air permukaan. Hal itu dilakukan bukan semata mencari pendapatan daerah, tetapi untuk mengendalikan dan ikut menjaga lingkungan di Jawa Barat.

Plt. Dispenda Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan, langkah awal yang akan dilakukan pihaknya adalah berkoordinasi dengan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jabar dan Kementerian Pekerjaan Umum.

Menurutnya, koordinasi tersebut dilakukan terkait regulasi pemanfaatan air tanah. Karena, selama ini masih terjadi perbedaan persepsi terkait pajak permukaan air. Apalagi, setiap air yang dimanfaatkan oleh organisasi, masyarakat, atau perusahaan, dipastikan menjadi objek pajak.

“Perlu pembahasan lebih lanjut dengan pemerintah pusat dan dinas terkait lainnya untuk menyamakan persepsi. Ini juga demi menjaga lingkungan di Jawa Barat,” kata Iwa.

Lebih lanjut pihaknya berharap, surat izin pengambilan air (SIPA) bisa diperjelas sehingga potensi dari air permukaan bisa lebih tergali. Pihaknya pun akan mengembangkan pengelolaan terhadap sejumlah aset milik Pemprov Jabar lainnya.

“Misalnya lapang golf di Jatinangor, dan lahan di depan Gasibu. Itu yang dioptimalkan. Target pendapatan tahun 2014 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Target kita adalah Rp19,9 trilyun. Salah satunya terbesar dari kendaraan. Pendapatan pun diperoleh dari retribusi dan pajak rokok,” pungkasnya. ***

 

Kesadaran adalah matahari, Kesabaran adalah bumi, Keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”. – WS Rendra –

Pemprov Jabar Targetkan PAD 13 T

Pada 2014, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi Rp 13,042 triliun atau naik sekitar 30% dibanding PAD 2013. Kontributor signifikan penambah PAD 2014 diproyeksikan  dari berbagai pajak sektor kendaraan bermotor juga pajak rokok.
“Sedangkan untuk pendapatan daerah, yaitu PAD ditambah dengan dana perimbangan dan dari pos lain-lain pendapatan yang sah, tahun ini ditargetkan sebesar Rp 15,878 triliun,” ujar Plt. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Jabar, Iwa Karniwa, dalam Forum OPD Dispenda Jabar, Rabu (19/3/2014).

Iwa yang juga Asisten IV Bidang Administrasi Sekretariat Daerah Jabar, menjelaskan, proyeksi dari pajak daerah sebesar Rp 12,215 triliun, pendapatan dari pos retribusi Rp 57,667 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 273,4 miliar, dan dari hasil lain PAD yang sah sebesar Rp 495,889 miliar.

Sementara, berkaitan dengan pajak daerah, rinciannya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp 4,43 triliun, Bea Balik Nama Kendaraaan Bermotor (BBNKB) Rp 4,265 triliun, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PPNKB) Rp 1,91 triliun, pajak air permukaan Rp 40,29 miliar, dan dari pajak rokok sebesar Rp 1,578 triliun.

“Untuk mendukung peningkatan PAD ini, kami sudah melakukan reformasi  struktural di lembaga-lembaga  yang menangani pendapatan,” ucapnya.

Menurut Iwa, salah satunya adalah menjadikan Dispenda sebagai koordinator pendapatan daerah sepenuhnya. Sehingga pencatatan pendapatan yang sebelumnya terpisah di Dispenda, Biro Keuangan, dan Kas Daerah, saat ini semuanya terintegrasi di bawah koordinasi Dispenda Jabar.

Selain itu, operasional 34 kantor cabang di daerah-daerah, juga mengalami perubahan sistem kerja. Semula pembagian kerjanya didasarkan pada jenis-jenis pendapatan, saat ini dirubah menjadi berorientasi pada proses. Sebagai contoh untuk jabatan kepala seksi  hanya dikenal Kasi Pendataan dan Penetapan, serta Kasi Penerimaan dan Penagihan. “Hasilnya sudah mulai dirasakan, beban kerja masing-masing bagian menjadi lebih ringan karena lebih fokus. Sehingga berbagai pencatatan relatif menjadi lebih cepat dan akurat,” sahutnya.

Survey kendaraan bermotor untuk meningkatkan PAD, dituturkan Iwa, sedang dilakukan di seluruh wilayah di Jabar. Tujuannya, sambungnya, untuk mengetahui berapa yang masih digunakan, sehingga bisa diketahui berapa yang belum membayar kewajibannya. “Ini perlu dilakukan karena di Jabar tidak ada pembatasan tahun kendaraan seperti di Singapura, misalnya umur kendaraan lebih dari lima tahun langsung dicoret. Di Jabar kendaraan sajak jaman dulu sampai sekarang masih masuk pencatatan,” paparnya.

Berdasarkan data yang ada, ungkap Iwa, di seluruh wilayah Jabar terdapat 12.544.000 kendaraan bermotor. Secara peruntukan terdiri dari 12.345 kendaraan pribadi, 144.118 kendaraan pribadi, dan 85.572 kendaraan dinas pemerintah.
Sedangkan dari jenis kendaraan terbagi atas sedan/minibus sebanyak 1.326.000 unit, bus/mikrobus 25.532  unit, truk 424.500, alat berat 32  unit, dan sepeda motor (roda 2 dan roda 3) sebanyak 10.767.000 unit.

“Mudah-mudah sebelum akhir tahun survey bisa selesai. Sehingga data bersih kendaraan bermotor di Jabar bisa segera didapat. Artinya akan bisa diketahui berapa jumlah yang sudah membayar dan berapa belum memenuhi kewajibannya. Kalau sudah ada data bersih, proses penagihan bisa dilakukan dengan lebih efektif,” tandas Iwa.***

Kesadaran adalah matahari, Kesabaran adalah bumi, Keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”. – WS Rendra –

Dispenda Akan Sensus Kendaraan di Jabar

Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat memperkirakan ada sekitar 2 juta kendaraan di Jabar yang belum memenuhi wajib pajak. Terkait itu, Dispenda akan melakukan sensus kendaraan dalam jangka waktu dekat.

“Kita akan melakukan sensus kendaraan untuk meningkatkan raihan pajak kendaraan. Apalagi ada sekitar 2 juta kendaraan yang selama ini belum membayar pajak,” ujar Plt. Kepala Dispenda Jabar, Iwa Karniwa, Rabu (19/3).

Iwa yang juga Asisten Daerah IV Bidang Administrasi Sekretariat Daerah Jabar, mengatakan, berdasarkan informasi saat ini ada sekitar 12,4 juta unit kendaraan yang beredar di wilayah Jabar. Hal itu meliputi motor dan mobil. Namun demikian, pihaknya memperkirakan jumlah tersebut terlalu banyak. Dispenda, sambungnya, memperkirakan saat ini ada sekitar 10,5 juta unit kendaraan yang beredar. Hanya saja, dari 10,5 juta unit kendaraan tersebut masih banyak yang belum membayar pajak. Pihaknya pun mencatat ada sekitar 2 juta unit kendaraan yang selama ini belum membayar pajak.

“Kita perkirakan dari 10,5 juta unit kendaraan tersebut hanya sekitar 8,5 juta unit kendaraan yang sudah bayar pajak, sementara sisanya sekitar 2 juta unit itu belum bayar pajak. Oleh karena itulah yang 2 juta unit ini akan kita kejar,” jelasnya.

Ia menilai, hal tersebut adalah hal yang sangat serius sehingga untuk mengantisipasi itu, pihaknya berencana melakukan sensus kendaraan dalam jangka waktu dekat ini. Pada pelaksanaannya, lanjut Iwa, sensus kendaraan sendiri akan mengusung sistem jemput bola. Dimana petugas Dispenda akan mendatangi masyarakat yang belum membayar pajak kendaraan langsung ke alamat rumahnya. Petugas pun akan menginformasikan dan menagih pajak kepada yang bersangkutan.

“Dalam sensus ini kita akan memanfaatkan petugas Dispenda yang ada di 34 cabang di Jabar. Selain itu, mereka juga akan mengintruksikan kepala daerah hingga tingkat lurah dan Camat. Lurah dan Camat akan mendampingi karena mereka yang lebih tahu,” lanjut Iwa.

Dipaparkan Iwa, sensus itu dilakukan guna memperbaiki data sebelumnya. Selain itu, dia berharap masyarakat yang memiliki kendaraan bisa membayar pajak dengan benar. Sensus kendaraan sendiri dilakukan kepada masyarakat golongan menengah yang memiliki kendaraan roda dua, roda empat maupun roda tiga.

“Yang memiliki mobil itu golongan masyarakat menengah, sehingga tidak berpengaruh secara ekonomi. Sasaran kita menengah keatas. Tetapi untuk detilnya setelah Oktober 2014 nanti, berapa totalnya kendaraan di jawa barat ini. Pada dasarnya Ini belum pernah sensus dilakukan dari rumah ke rumah,” urai Plt. Kadispenda.

Samsat Drive Thru, Mantap!

PERPANJANGAN STNK di Samsat Drive Thru memang mantap! Cuma 5 menit, beres!” Begitulah salah satu testimoni yang disampaikan Ogy Permana, warga Ujung Berung, Bandung, yang membayarkan kewajiban pajak kendaraan bermotornya pada Rabu (18/3/2014).

Testimoni serupa bukan hanya dilontarkan oleh Ogy. Pria berumur 35 tahun itu hanya satu dari sekian banyak wajib pajak yang mengaku puas dengan kecepatan layanan Samsat Drive Thru. Umumnya, pengguna Samsat Drive Thru menilai  pelayanan fasilitas yang satu ini tidak berbelit-belit, mudah, dan cepat.

Sesuai dengan konsepnya, layanan ini memungkinkan pemilik kendaraan/wajib pajak melakukan transaksi pembayaran pajak kendaraan bermotor tanpa harus turun dari kendaraannya. Persis layanan yang ditawarkan restoran cepat saji.

Pintu keluar Parkir Samsat Bandung Timur, Jln. Soekarno Hatta No. 528, Bandung, adalah salah satu titiknya. Layanan Drive Thru ini beroperasi setiap Senin sampai Jumat mulai pukul 8.00-15.00 WIB dan Sabtu pukul 8.00-12.00 WIB.

Untuk menggunakan layanan ini, wajib pajak harus membawa persyaratan dengan lengkap, mulai dari kartu identitas asli pemilik yang sah, STNK asli, BPKB asli, bukti pelunasan pajak tahun sebelumnya, membawa kendaraan yang akan didaftar ulang, dan tentu saja uang untuk membayar pajak. Jika tidak ada uang cash, tidak perlu khawatir, tinggal mengambil uang melalui ATM yang tersedia disekitar lokasi Samsat Drive Trhu.

Dengan persyaratan yang lengkap, pembayaran pajak kendaraan bermotor pun akan selesai hanya dalam waktu kurang dari lima menit. Sangat mudah, praktis, dan efisien. Tidak heran jika semakin banyak wajik pajak yang menggunakan layanan ini dan mengaku puas.

Keberadaan layanan ini bukan hanya menjawab kebutuhan mereka yang memang diburu waktu, tapi juga wajib pajak yang tidak suka menghabiskan waktunya untuk mengantri. Sebagian besar diantara kita tentu setuju bahwa mengantri adalah pekerjaan yang membosankan, apalagi jika sampai menghabiskan waktu berjam-jam.

Itulah yang terjadi beberapa tahun lalu saat pajak hanya dilayani dengan cara konvensional, mengantri melalui loket di dalam gedung. Loket belum dibuka saja antrian sudah mengular panjang. Ruang tunggu pun akan segera dipenuhi sesak pembayar pajak begitu gedung dibuka.

Berapa waktu yang dihabiskan hanya untuk menunggu giliran membayar pajak? Lima menit? Sepuluh menit? Satu jam? Atau lebih? Jawabannya lebih. Bahkan ada yang harus menghabiskan waktu hingga berjam-jam sekedar untuk membayarkan kewajibannya.

Selain menghabiskan waktu percuma dan menimbulkan kelelahan karena mengantri, sejatinya ada penghamburan potensi nilai ekonomi yang terjadi di sana. Pasalnya, tidak semua mereka yang datang mengantri adalah orang bebas yang tidak terikat pekerjaan dan bisnis.

Tidak jarang ada karyawan yang terpaksa ambil cuti dan meninggalkan pekerjaannya untuk membayar pajak karena memang tidak ada saudara yang bisa mewakilkan. Ada juga pedagang yang harus menutup lapaknya, sehingga harus kehilangan penghasilannya selama mengantri.

Jika dalam satu hari ada 200 orang yang mengantri di suatu Samsat dan 20% saja yang kehilangan penghasilan, katakan rata-rata 50.000 per orang, maka dalam satu hari ada Rp 2.000.000 potensi penghasilan yang hilang karena mengantri. Dalam satu tahun nilainya akan mencapai Rp 624 miliar. Itu baru sebagian kecil dan baru analogi dari satu Samsat. Kenyataannya, potensi ekonomi yang hilang jauh lebih besar dari itu. Apalagi, jika dikalkulasikan untuk seluruh Jabar atau Indonesia. Betapa besarnya nilai inefisiensi di sana.

Di sisi lain, celah ini menjadi peluang besar untuk tumbuh suburnya para calo. Jasa mereka semakin dibutuhkan seiring dengan semakin panjangnya antrean. Bukan hanya mereka yang memang diburu waktu, masyarakat yang sejatinya memiliki banyak waktu luang tapi malas antre pun banyak yang menggunakan jasa mereka.

Jika dianalogikan dari 200 orang tersebut 20% wajib pajak lain menggunakan jasa calo, dan calo mendapatkan imbal jasa Rp 50.000 per transaksi, uang yang mengalir untuk praktek ilegal itu mencapai Rp 2.000.000 per hari dan dalam satu tahun menyentuh angka Rp 624 miliar. Pada kenyataannya, uang jasa calo jauh lebih besar dari itu karena tak jarang ada yang meminta uang jasa hingga lebih dari Rp 100.000 per transaksi, khususnya untuk mobil.

Jika diakumulasikan potensi kerugian penghasilan dari mereka yang tidak bekerja dan mereka yang menggunakan jasa calo, untuk satu Samsat saja, dengan analogi di atas, bisa mencapai lebih dari Rp 1 triliun per tahun. Padahal, sejatinya angkanya jauh lebih besar dari itu. Di seluruh Jabar saja ada puluhan Samsat. Apalagi Indonesia.

Bayangkan, berapa nilai inefisiensi yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan lain? Sangat besar. Jika dana tersebut digunakan untuk menggerakan usaha rakyak, berapa banyak pelaku usaha mikro yang bisa terbantu dan berapa besar roda perekonomian yang bisa terungkit?

Namun, hanya dengan sebuah terobosan jeli, mengadopsi konsep Drive Thru dan sejumlah layanan lainnya, termasuk Samsat Online, dll, antrean pun bisa dipangkas dan praktek calo pupus. Kini, tak perlu lagi wajib pajak menghabiskan waktu berjam-jam sekedar untuk membayar pajak.

Sesuai dengan konsep awalnya, Drive Thru adalah bisnis yang melayani pelanggan yang menunggu di kendaraannya, sementara pelayanan disajikan melalui jendela atau mikropon. Cara ini pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1940-an.

Seiring dengan berjalannya waktu, layanan ini menyebar ke berbagai negara dan kini bukan hanya diadopsi oleh restoran cepat saji semata. Layanan ATM sejumlah perbankan di Indonesia kini juga sudah menggunakan konsep Drive Thru. Bahkan, di Las Vegas, Amerika Serikat, ada kapel pernikahan Drive Thru.

Kecepatan waktu dan kepastian layanan Drive Thru mampu menjawab kebutuhan bagi mereka yang diburu waktu dan mereka yang tidak suka menghabiskan banyak waktu untuk mengantri guna mendapatkan pelayanan. Belakangan, Drive Thru juga mulai menjadi bagian dari gaya hidup.

Konsep inilah yang kemudian diadopsi untuk pembayaran pajak kendaraan bermotor, yang untuk wilayah Jabar pertama kali diluncurkan pada Maret 2008 oleh Gubernur Jawa Barat di halaman Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat. Bersamaan dengan itu juga dilaksanakan penerimaan sertifikat ISO 9001:2000 oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara untuk pelayanan SAMSAT kota Bandung.

Kali pertama diluncurkan, layanan ini dimaksudkan untuk memangkas praktek percaloan dan memberikan layanan prima bagi wajib pajak. Namun faktanya, bukan hanya praktek percaloan yang berhasil dihapus, tapi juga menyelamatkan potensial lost nominal uang yang sangat besar.

Layanan pembayaran pajak memang harus mantap, cepat, dan praktis. Dengan demikian, tidak akan ada lagi terdengar komentar masyarakat yang mengatakan: “Bayar pajak saja dipersulit, apalagi minta uang.” Tapi ke depan yang terdengar adalah kalimat “Cepat, gampang, mantap, deh,” disertai senyum lebar para wajib pajak.***

Warga Apresiasi Adanya Samsat Keliling

Pelayanan Samsat keliling yang dilakukan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat memberikan kemudahan bagi masyarakat yang akan memperpanjang  Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Salah satunya yang hadir setiap hari Minggu di Car Free Day Dago.

Samsat keliling ini merupakan layanan pengesahan STNK setiap tahun, pembayaran PKB dan SWDKLLJ di dalam kendaraan dengan metode jemput bola. Artinya, pemilik kendaraan atau wajib pajak yang jauh dari pusat pelayanan Samsat dapat lebih mudah menjangkau layanan ini.

Salah satu warga Bandung yang melakukan pembayaran pajak tahunan, Zeda Komara, mengaku senang dan tidak kerepotan dalam membayar pajak. Terlebih dengan adanya di CFD Dago membuat dirinya bisa sambil menikmati hari minggu dengan berolahrga.

Siswa sekolah menengah atas negeri di Bandung ini mengaku, Samsat keliling pun prosesnya lebih cepat dan tidak ribet.

“Kalau persyaratan sama seperti di kantor Samsat. Tapi kalau di Samsat keliling loketnya tidak sebanyak di kantor Samsat. Yang penting sih, bisa santai sambil olahraga kalau minggu di CFD,” ungkapnya. ***

 

 

 

Netty Ajak Perempuan Aktif dalam Pesta Demokrasi

Dunia politik dan perempuan sangat berkaitan, tidak hanya lingkup formal, namun nonformal pun sama. Demikian disampaikan oleh Ketua Penggerak PKK Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan dalam acara sosialisasi Pemilu 2014 Bagi Anggota Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Jawa Barat, termasuk Dharma Wanita Dinas Pendapatan Provinsi Jabar, di Gedung Pusdai Bandung, Kamis (13/3).

Netty mencontohkan, ketertarikan perempuan di ruang informal bisa dicontohkan di keluarga masing-masing, seperti mengenalkan politik ataupun sistem pemerintahan kepada anak masing-masing. Sementara ruang formal adalah medium politik prastis misalnya menjadi anggota legislative. Pada akhirnya, baik di ruang formal/informal, Netty berharap perempuan dapat memahami peranan perempuan dalam dunia politik.

Acara yang digagas oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat ini, menurut Netty sangat penting. Apalagi, perempuan menempati setengah penduduk di masyarakat. “Perempuan punya andil dalam sistem demokrasi. Contohnya, dalam pemilihan setidaknya perempuan dapat terlibat mendorong dan mendukung orang dalam proses perbaikan,” jelas Netty.

Netty berharap dengan dilaksanakannya Pemilu 2014 nanti seluruh perempuan Jawa Barat, terlebih DWP Provinsi Jawa Barat, dapat menggunakan hak pilihnya. Selain itu dengan memilih yang tepat betul-betul dapat mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik.

“Kita harus berperan aktif mendukung orang dalam proses perbaikan serta menghalangi orang dalam menghambat proses perbaikan,” tegasnya. ***

Kontribusi Besar, Tapi Belum Maksimal

BEBERAPA tahun terakhir jumlah kendaraan di Jawa Barat (Jabar) mengalami pertumbuhan signifikan. Per tahunnya, rata-rata jumlah kendaraan di Jabar tumbuh 15%-20%. Tidak mengherankan jika beberapa tahun terakhir kemacetan di sejumlah ruas jalan kian menunjukan peningkatan. Selengkapnya