Fomena Jasa Transportasi Online di Indonesia

Melihat berita mengenai demonstrasi yang dilakukan oleh awak transportasi umum di kota Jakarta menentang kehadiran transportasi berbasis aplikasi seperti Uber dan Grab Car membuat masyarakat terbagi menjadi dua kubu, kubu pertama yang mendukung kehadiran transportasi berbasis aplikasi dan kubu yang kedua yang menentang kehadiran transportasi berbasis aplikasi.

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan yang bertindak sebagai regulator transportasi di Indonesia telah mengambil sikap dengan mengeluarkan surat rekomendasi mengenai transportasi berbasis aplikasi ini. Menurut surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan ada beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan transportasi berbasis aplikasi ini, diantaranya adalah :

1. Pelanggaran terhadap pasal 138 ayat 3 UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan angkutan umum dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.

2. Pelanggaran terhadap pasal 139 ayat 4 UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pelanggaran terhadap pasal 173 ayat 1 tentang angkutan jalan menyatakan perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan dan/atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan.

4. Pelanggaran terhadap pasal 5 ayat 2 UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.

5. Pelanggaran terhadap Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing dan Surat Keputusan Kepala BKPM nomor 22 tahun 2001 bahwa Uber Asia Limited sebagai KPPA sesuai dengan pasal 2 Keputusan Kepala BKPM nomor 22 tahun 2001, KPPA tidak diperkenankan melakukan kegiatan komersial, termasuk transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia dengan perusahaan atau perorangan, tidak akan ikut serta dalam bentuk apapun dalam pengelolaan sesuatu perusahaan, anak perusahaan atau cabang perusahaan yang ada di Indonesia.

6. Tidak bekerja sama dengan perusahaan angkutan umum yang resmi akan tetapi bekerja sama dengan perusahaan ilegal maupun perorangan.

7. Menimbulkan keresahan dan konflik di kalangan pengusaha angkutan resmi dan pengemudi taksi resmi.

8. Berpotensi semakin menyuburkan praktik angkutan liar (ilegal) dan angkutan umum semakin tidak diminati

Terlepas dari itu semua, ada baiknya apabila perusahaan yang menaungi Uber dan Grabcar mengikuti peraturan yang ada di Indonesia sehingga akan mengurangi gesekan yang terjadi di lapangan. Dari sisi pemerintah harus sudah membuat regulasi yang terkait transportasi berbasis aplikasi yang saat ini digemari oleh masyarakat khususnya di kota-kota besar Indonesia sehingga tidak muncul kecemburuan seperti saat ini. Contohnya adalah dengan menerapkan stiker khusus bagi kendaraan yang didaftarkan oleh pengemudi berbasis aplikasi sehingga potensi pendapatan pemerintah daerah dari pajak tidak hilang. Lalu menerapkan sistem tarif yang kurang lebih sama dengan transportasi umum lainnya yang resmi, karena seperti kita ketahui pada masa promosi transportasi berbasis aplikasi ini memberikan subsidi kepada para penggunanya sehingga mereka mendapatkan tarif yang lebih rendah jika dibandingkan dengan transportasi umum lain.

Mari kita intropeksi diri agar dapat memperbaiki diri kita menjadi lebih baik. Lebih baik dalam melayani masyarakat sebagai pengguna jasa dan lebih baik dalam mengikuti peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.