Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dengan derajat yang paling tinggi jika dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Salah satu yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya adalah akal budi. Dengan memiliki akal budi, manusia memiliki suatu keistimewaan yaitu pekerjaan. Dalam melaksanakan pekerjaannya seringkali manusia harus berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya, untuk itulah dibutuhkan alat untuk memudahkan perpindahan manusia agar lebih cepat dan aman.

Perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin merupakan pengertian dari transportasi. Saat ini ada tiga jenis transportasi, yaitu transportasi darat, laut, dan udara. Semua alat transportasi memerlukan bahan bakar sebagai salah satu sumber energi, premium, pertalite, pertamax dan solar untuk transportasi darat, solar untuk transportasi laut, dan avtur untuk transportasi udara.

Pada tahun 2014 lalu, konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar di Jawa Barat mencapai 7,051 juta kiloliter, terdiri dari 5,236 juta kiloliter premium dan 1,815 juta kiloliter solar. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan konsumsi pada tahun 2013, yaitu sebesar 4,804 juta kiloliter. Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah penggunaan atas bahan bakar kendaraan bermotor dikenai pajak. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) masuk kedalam jenis pajak daerah yang kewenangannya ada pada  Dinas Pendapatan (Dispenda) provinsi dibantu oleh dinas ESDM sebagai dinas teknis yang ditunjuk untuk melakukan pengujian perhitungan besaran PBBKB.

Dasar pengenaan PBBKB adalah harga jual Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Objek dari PBBKB adalah Bahan Bakar Kendaraan Bermotor meliputi pertamax, premium, solar, gas, dan sejenisnya yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di air. Sedangkan subjek PBBKB adalah konsumen Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. PBBKB dipungut oleh penyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yaitu produsen atau importir Bahan Bakar Kendaraan Bermotor baik untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri.

Besarnya PBBKB yang dikenakan pada setiap liter bahan bakar yang digunakan oleh masyarakat adalah paling tinggi sebesar 10 persen. Sedangkan untuk industri usaha pertambangan, kehutanan, transportasi dan kontraktor jalan yang digunakan untuk operasional kendaraan bermotor dipungut PBBKB sebesar 17,17 % untuk sektor industri, 90% ntuk usaha pertambangan, usaha kehutanan, dan perkebunan, serta Untuk usaha transportasi dan kontraktor jalan dipungut sebesar 100 % (seratus persen). Besarnya PBBKB ditetapkan melalui peraturan daerah yangmana dapat dirubah oleh pemerintah pusat melalui peraturan presiden apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130 % dari asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun berjalan atau diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang ini.

Realisasi penerimaan PBBKB cenderung meningkat setiap tahunnya, contohnya pada kurun waktu tahun 2002-2006 realisasi penerimaan PBBKB daerah diseluruh Indonesia meningkat rata-rata 23-28 persen setiap tahunnya terkecuali pada tahun 2006 yang mana realisasi penerimaan PBBKB mengalami peningkatan sebesar 80 persen dari tahun sebelumnya yang terjadi karena adanya kenaikan harga BBM di dalam negeri karena pengaruh kenaikan harga minyak dunia. Realisasi penerimaan PBBKB daerah tertinggi di Indonesia masih didominasi oleh provinsi-provinsi di pulau Jawa, yaitu Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Banten. Daerah-daerah di luar pulau Jawa yang memiliki realisasi penerimaan PBBKB yang cukup tinggi adalah daerah-daerah yang stabil secara keamanan, memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta merupakan daerah penghasil migas yaitu Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Bali dengan proporsi penerimaan PBBKB secara nasional berkisar antara 2-5% setiap tahunnya.