Izin HO dan IMB Cukup di Kecamatan

Guna memper mudah mengurus pelayanan perizinan di tingkat wilayah, Pemerintah Kota Bogor akhirnya meluncurkan sistem pelayanan administrasi terpadu kecamatan (PATEN).

Dengan sistem ini, proses pembuatan izin mendirikan bangunan (IMB) dan gangguan (HO) bisa dilakukan di kecamatan.

Walikota Bogor Bima Arya mengatakan, tujuan peresmian pelayanan PATEN adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Adanya sistem tersebut diyakini bisa lebih membantu masyarakat dalam mengurus perizinan. Namun, tidak semua jenis perizinan bisa diurus di kecamatan, atau dalam skala tertentu saja.

“Jika ini dikatakan terlambat, tentu tidak. Kita hanya ingin memastikan, bahwa masyarakat sudah siap dalam menerima sistem pelayanan yang baru ini. Jangan regulasi dibuat, namun sumber daya manusia (SDM) kurang,” ujar Bima usai launching sistem PATEN di Kecamatan Bogor Utara, Senin (3/8/2015).

Camat Bogor Utara Asep Kartiwa mengatakan, sistem PATEN yang baru diresmikan itu, bertujuan untuk mem permudah masyarakat dalam mengurus izin. Jika ingin mengurus IMB dan HO, masyarakat sekarang bisa melakukannya di kantor kecamatan.

“Izin yang bisa diurus di kantor kecamatan itu, ukuran maksimalnya adalah 150 meter. Sedangkan untuk HO, 50 meter persegi. Piha k kecamatan hanya bisa mengeluarkan izin gangguan untuk jenis usaha perkantoran dan perdagangan saja,” ungkapnya.

Proses perizinan bisa dilaksanakan di kecamatan, karena sudah didukung aplika si yang sudah di-install pada kom puter milik kecama tan. Selain itu, untuk lebih memu dahkan mengurus perizinan, masyarakat juga bisa mendaftar melalui online atau website kecamatan.

“Seluruh kantor kecamatan kan sudah memiliki sistem PATEN, namun peresmiannya itu baru sekarang,” terangnya.

Dia berharap, ketika mengurus perizinan IMB, masyarakat wajib membawa sertifikat, akta jual beli dan status tanah. Sedangkan untuk mengurus HO, masyarakat diminta untuk dapat menunjukkan akta pendirian perusahaan, sertifikat PBB, dan KTP.

“Jika syarat pemohon sudah lengkap, maka dalam waktu 14 hari izin usaha yang diurus itu akan dikeluarkan,” terangnya.

Retribusi Diprediksi Capai Target Sementara itu, Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT-PM) Kota Bogor dipastikan mencapai target pendapatan retribusi perizinan yang dibebankan tahun 2015.

Untuk izin HO, realisasi yang dicapai hingga Juli ini mencapai Rp6,066 miliar dari target sebesar Rp7,150 miliar.

“Kita optimis itu akan memenuhi target, untuk HO hanya perlu mengejar Rp1,083 miliar. Diusahakan di akhir ta hun itu akan terpenuhi,” ujar Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Perekonomian pada BPPT-PM, Rudy Mashudi, Selasa (4/8/2015).

Apalagi, jika melihat realisasi penggunaan pemanfaatan tanah untuk reklame (PPTR) pada hasil evaluasi triwulan ke-III, pendapatan sudah memenuhi target 2015 sebesar Rp417 juta, dari nilai yang ditargetkan sebesar Rp231 juta.

Meski demikian, Rudy tidak menekankan pada target pendapatan, melainkan lebih kepada pengendalian.

“Kami bersepakat dengan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) bahwa itu bukan target, melainkan rencana realisasi pendapatan,” ujarnya.

Itu karena capaian realisasi IMB masih jauh dari target yang dibebankan sebesar Rp27 miliar, sedangkan realisasi hingga Juli ini baru mencapai Rp10,066 miliar. Menurut dia, kondisi itu disebabkan banyak faktor.

Diantaranya dampak ekonomi makro yang melemah dan ruang kota yang semakin hari semakin sempit, sehingga berdampak pada investasi Kota Bogor.

“Pajak itu instrumennya memaksa, tetapi retribusi itu adalah pelayanan,” bebernya.

Untuk itu, BPPT-PM merupakan badan pelayanan yang menjadi zona integritas, zona terdepan yang harus mem berikan pelayanan secara terbaik.

“Saya selalu ingat kata-kata itu, karena setiap apel pimpinan selalu mengingatkan kami semua,” tutur dia.

Menurut dia, perlu ada insentif dan disinsentif yang diterapkan di Kota Bogor dalam proses perizinan. Semisal, pemerintah memberikan insentif untuk investor yang ikut membangun, sedangkan penerapan disinsentif juga harus diterapkan terhadap bangunan yang melanggar.

“Contoh jembatan layang. Pada sebelum pembangunan  ada bangunan yang ada dilintasinya itu tidak melanggar, tetapi ketika sudah pembangunan, bangunan sekitar itu menjadi melanggar garis sempadan jalan (GSJ) karena ada pelebaran jalan. Maka, pemerintah harus berikan insentif terhadap pemilik bangunan,” ucapnya.

Tetapi, hal sebaliknya, jika ada yang melanggar karena disengaja harus diberikan sanksi. Masih banyak pemohon yang belum mengerti peruntukan itu seperti apa, juga ada beberapa investor yang tergan jal hanya karena regulasi yang tak mengizinkan bangunan itu dibangun di kawasan tersebut.

“Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) sedang membangun sisteminformasi pengendalian pemanfaatan ruang, dan kini sudah tahap akhir. Aplikasi itu nantinya dapat membantu calon investor menetukan menentukan zona terlarang atau tidak,” tandasnya.