Tak Mudah Meski Sudah Dimulai

Terkait digitalisasi pemerintahan, langkah signifikan dan konsisten sebenarnya sudah dimulai, terutama oleh Dinas Pendapatan (Dispenda) Provinsi Jawa Barat, terhitung mulai akhir tahun 2014 lalu.
Sudah pasti, kita ketahui bersama, adalah peluncuran e-Samsat, yang memungkinkan masyarakat bebas antrian konvensional. Sebab, membayar pajak (terutama kendaraan bermotor) cukuplah datang ke ATM Bank Jabar Banten.
Akan tetapi, setelah diimplementasikan, bahwa kemudahan ini hendak diperluas ke masyarakat Jawa Barat, ternyata respon yang ada belum optimal. Masih perlu terus digenjot ke depan.
Selain utilisasi belum banyak, sebarannya tidak besar di kota utama di Jabar yang diharapkan bisa menaikkan tingkat penggunaan maupun rerata frekuensi secara keseluruhan di Tatar Parahyangan.
Lantas, apa kira-kira yang membuat hal ini bisa terjadi? Jika mengacu sejumlah literatur, seperti diungkapkan Sosiawan(2011), ada beberapa faktor yang menghambat berkembangnya digitalisasi pemerintahan (E-Government) sbb:
Pertama, belum adanya standarisasi yang jelas tentang implementasi e-government dan sosialisasi tentang bagaimana penyelenggaraan situs pemerintah daerah yang riil dan ideal. Artinya walapun undang-undang, peraturan pemerintah dan petunjuk pedoman sudah ada namun masing-masing pemda masih menerjemahkannya secara sendiri-sendiri karena persoalan petunjuk teknis dan operasionalnya yang tidak jelas dan ngambang.
Kedua, belum tersedianya sumber daya manusia ( SDM) yang memadai atau minim dari segi skill dan manajerial dalam pengelolaan situs pemda sehinga masih banyak pemkab dan pemkot yang ragu menerapkan e-gov.
Ketiga, penetrasi pasar hardware dan provider layanan jasa teknologi komunikasi dan informasi belum merata hingga daerah-daerah, sehingga bukan hanya masalah dalam suprastrukturnya saja tetapi dalam infrastrukturnya juga masih kurang memadai. Masalah tersebut juga diperparah dengan masih mahalnya sarana dan prasarana teknologi ICT.
Last but not least, masih belum meratanya literasi masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan e-gov karena mayoritas penduduk berada pada garis golongan menengah ke bawah.
Berkaca dari hal ini, rasanya kita sepakat bahwa kendala terbesar ada di nomor dua, tiga, dan empat. Khususnya poin nomor empat, hal ini masih banyak dirasakan sekalipun penetrasi teknologi telekomunikasi relatif tinggi.
Jadi, kita bisa melihat, bahwa pengguna seluler di Jawa Barat misalnya, sebetulnya sudah memadai. Akan tetapi, porsinya masih sebatas konsumsi bukan sebagai alat peningkatan produktivitas.
Hal tersebut otomatis membuat, sekalipun teknologi sudah meluas dan memassal di masyarakat kita, akan tetapi dominasi fungsi konsumsi masih kental imbas dari rendahnya kemauan belajar.
Literasi digital, yang bisa kita tafsirkan sebagai kemauan mempelajari esensi teknologi (terutama di bidang teknologi informasi dan komunikasi), belum sepenuhnya terjadi sehingga terobosan mandeg.
Kita berharap inovasi semacam E-Samsat akan terus menggelinding ke depan di provinsi ini seiring dengan makin naiknya literasi digital di masyarakat Indonesia umumnya dan Jawa Barat khususnya. Semoga! **