Mendukung dan Taat Tanpa Perlu Sanksi

Beberapa hari lalu, tepatnya 6 Mei 2015, sejumlah media massa di Jawa Barat mempublikasikan berita tentang Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jabar I menyerahkan tersangka penggelapan pajak berinisial DS pada Kejaksaan Tinggi Jabar.
DS merupakan direktur CV TC di Bandung yang dinilai telah merugikan negara sebesar Rp 5,9 miliar akibat tidak menyetorkan pajak pungutan PPN yang telah dilakukan.
Penyerahan tersangka dan barang bukti ini merupakan tindak lanjut penangkapan terhadap DS pada 11 Maret 2015 lalu yang dilakukan oleh tim Polda Jabar atas permintaan dari Kanwil DJP Jabar I.
CV TC bergerak di bidang distribusi pupuk. Pembeli dibebani untuk membayar PPN, namun pajak yang telah dipungut tersebut tidak dibayarkan ke kas negara.
PPN yang telah dipungut dan tidak disetorkan itu sebesar Rp 5,9 miliar selama 4 tahun.
Sebelum melakukan penyidikan, Kanwil DJP Jabar I telah menempuh pendekatan dengan wajib pajak tersebut dengan memberikan surat peringatan untuk melakukan pembetulan. Namun DS dianggap tidak kooperatif dan sengaja meninggalkan kewajibannya sehingga akhirnya harus dibawa ke jalur hukum.
Kita memang tak bisa mengelak tentang adanya sanksi dan apresiasi dalam sebuah sistem di manapun. Yang berprestasi tentu akan diapresiasi, sebaliknya yang mengadali atau tak taat pasti akan disanksi.
Demikian pula halnya terkait regulasi perpajakan. Bahwa selalu ada dua sisi mata uang yang akan mengiringi dari sikap dan prilaku wajib pajak. Pembayar pajak kendaraan bermotor misalnya, jika tak taat, berpotensi disanksi.
Akan tetapi, pada tahapan ini, sebenarnya pendekatan hukuman adalah bukan opsi awal dari Dinas Pendapatam Jabar. Bahkan mungkin menjadi alternatif terakhir yang akan diterapkan.
Sebagaimana pernah disampaikan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Dinas Pendapatan (Dispenda) Jabar Idam Rahmat, Januari lalu, bahwa tahun ini pihaknya akan lebih memprioritaskan pemberlakuan konsep operasional untuk kawasan pemangkuan layanan guna maksimalisasi pelayanan bagi wajib pajak.
Dimana sejak kedatangan wajib pajak, kebutuhan sarana penunggu bagi wajib pajak, informasi layanan, pelayanan bagi wajib pajak sampai dengan kepulangan wajib pajak, sehingga mampu memberikan kesan positif terhadap layanan Samsat di seluruh Jawa Barat.
Menurut Idam, dengan adanya Perpres no 5 tahun 2015 sebagai penganti Inpres Tahun 1999, perlu memperhatikan dan mempersiapkan kebutuhan anggaran pada kesamsatan, baik kebutuhan pelayanan dan ruangan.
Jadi, guna menggenjot pendapatan dalam mencapai target, Dispenda Jabar tidak serta merta akan menerapkan hukuman. Namun menargetkan sisi perencanaan diperbaiki lebih matang dibandingkan tahun sebelumnya.
Seluruh cabang pelayanan, Puslia, dan seluruh Bidang dapat memperhatikan perencanaan lebih matang baik dari belanja maupun target berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan dalam upaya peningkatan kinerja.
Menurutnya, mengacu posisi perencanaan tahunan dalam RPJMD dan RPJPD bahwa pada tahun 2016 merupakan Tahapan Pembangunan Jangka Menengah (Tahap Verifikasi).
Diharapkan, hal ini memacu terus adanya upaya penguatan kapasitas pendamping daerah yang makin mampu memenuhi kebutuhan pembangunan daerah yang telah diamanatkan dalam RPJMD Jawa Barat.
Jadi, selayaknya kita penuh sadar membayar pelbagai pajak daerah dibandingkan harus menunggu datangnya peringatan bahkan sanksi seperti di awal tulisan ini. Mari dukung Dispenda Jabar! (**)