Ketika Pajak Makin Digital

Heboh debat kusir Gubernur Jakarta Ahok (Basuki Tjahja Purnama) yang bersikukuh ajukan anggaran pendapatan belanja negara berbasis e-budgeting, dengan kelompok anggota dewan, menyiratkan makin pentingnya digitalisasi pemerintahan.
Ketika motif kekuasaan masih diselumuti niat memperkaya diri sendiri, maka saat itu pula urusan anggaran menjadi kian sensitif. Kecurigaan akan terus mencuat dari berbagai pihak, sehingga kenyamanan pun sirna.
Dengan demikian, menjadi penting bagi kita untuk terus memutakhirkan layanan pemerintah. Dan, sebagaimana geloranya terasa beberapa saat belakangan, digitalisasi perpajakan pun terus terjadi. Terutama di Indonesia serta khususnya di Jawa Barat.
Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah), secara obyektif adalah salah satu dinas yang getol memutakhirkan layanan digitalnya. Bahkan, dijadikan rujukan pemerintah pusat (terutama Kementerian Aparatur Negara) untuk provinsi lainnya dalam layanan E-Samsat,misalnya.
Spirit ini terasa makin menggebu jika kita melihat berbagai terobosan digital mutakhir yang diberikan Dirjen Pajak Departemen Keuangan. Misalnya adalah pada akhir Februari lalu, ada inovasi yang mempermudah Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) Orang Pribadi yang menggunakan smartphone berbasis Android.
Ini menggenapi layanan sebelumnya penggunaan aplikasi pengisian SPT secara elektronik (e-Filing) melalui https://djponline.pajak.go.id atau melalui Application Service Provider (ASP) yang ditunjuk.
Jadi, untuk Wajib Pajak yang akan melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi formulir 1770 SS (wajib Pajak dengan Penghasilan di bawah Rp 60.000.000,00), saat ini telah tersedia aplikasi mobile e-Filing untuk SPT 1770 SS pada Google Play Store. Ini dapat dicari dengan  dengan kata kunci “efiling 1770 SS” atau melalui peramban pada tautanhttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.go.pajak.efiling. Aplikasi tersebut juga dapat diunduh dengan melakukan scanning QR Code.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Wahju K. Tumakaka menegaskan, aplikasi pengisian SPT secara elektronik yang resmi dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah aplikasi e-Filing melalui https://djponline.pajak.go.id atau melalui Application Service Provider (ASP) yang ditunjuk oleh DJP.
Hal ini tentu menggembirakan semua pihak manakala berbagai kebuntuan layanan (seperti heboh soal Ahok), sedikit banyak memunculkan aneka solusi dari berbagai pihak. Setidaknya mereka yang menjungjung transparansi dan kepraktisan hidup, maka bisa memilih digitalisasi layanan tersebut.
Atau masyarakat Indonesia yang ingin berkontribusi kepada bangsa namun sulit membagi waktu di tengah kesibukannya, maka bisa memilih aplikasi tadi dalam genggaman. Tak ada lagi keribetan.
Akan tetapi, patut juga diperhatikan, bahwa sebagai sebuah layanan baru, sudah selayaknya apabila ada beberapa kendala merintang. Yang baru pastinya akan terus mencari-cari bentuk terbaik.
Misalnya aplikasi Android SPPT tadi, Dirjen Pajak sedari awal memungkinkan kemungkinan terjadinya kemungkinan penyalahgunaan data atau informasi milik Wajib Pajak sebagai akibat penggunaan aplikasi di luar aplikasi tersebut di atas.
Sebagai negara dengan tingkat serangan siber termasuk tertinggi di dunia, maka resiko ini sangat mungkin terjadi dan menimpa siapapun masyarakat di negara ini. Untuk itulah, kewaspadaan dan hati-hati harus selalu tercurah.
Demikian pula, jika belum lama ini muncul akun Facebook dan Twitter atas nama Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito. Sebab, Direktur Jenderal Pajak tidak pernah membuat akun di media sosial, termasuk Facebook dan Twitter.
Akun-akun media sosial yang mengatasnamakan Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito dibuat oleh pihak yang tidak bertanggungjawab yang dapat mengelabui masyarakat umum dan berpotensi merugikan masyarakat.
Masyarakat diminta berhati-hati atas berbagai bentuk akun-akun media sosial palsu yang mengatasnamakan Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito.
Akhir kata, terlepas dari segala kemudahan digitalisasi pajak yang bisa membawa kita kepada berbagai kemaslahatan, maka pada saat yang sama, kita pun harus mewaspadai berbagai resiko yang akan menerjang kita pada akhirnya. (**)