Pajak dan Pengangguran

PERNAHKAH terlintas bahwa sebagian dari produk pembangunan, termasuk pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di Jawa Barat (Jabar), merupakan hasil partisipasi pajak kendaraan bermotor? Begitu juga dengan pengentasan kemiskinan.

Mungkin tidak banyak yang berpikir demikian. Bahkan, lebih banyak yang mempertanyakan kemana pajak mereka bermuara. Padahal, sejatinya pajak kendaraan bermotor dikembalikan lagi kepada masyarakat dengan beragam bentuk program pembangunan.

Saat ini pendapatan asli daerah (PAD) Jabar merupakan tumpuan utama sumber anggaran pembangunan. Jabar merupakan salah satu provinsi yang ketergantungan terhadap dana pusatnya lebih kecil dibandingkan PAD.

Sementara kontributor utama PAD Jabar adalah pajak kendaraan bermotor.

Dengan menggunakan dana yang salah satunya berasal dari PAD itulah Jabar membiayai beragam program pembangunan, mulai dari pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan tentu saja pembangunan infrastruktur. Secara tidak langsung, infrastruktur juga berkontribusi pada pengurangan angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan.

Suatu daerah yang terisolasi akan menjadi terbuka secara ekonomi jika ditunjang infrastruktur prima. Keberadaan infrastruktur yang mumpuni jugalah yang kerap menjadi faktor pertimbangan investor untuk masuk dan menanamkan modalnya di suatu daerah dan membuka lapangan kerja baru yang pada akhirnya bisa berimbas pada pengentasan kemiskinan.

Infrastruktur juga bisa menjadi sarana untuk menghambat arus urbanisasi dan meningkatkan pemerataan pembangunan hingga ke pelosok. Lebih jauh, infrastruktur adalah jembatan untuk membuka akses ketertinggalan di segala bidang kehidupan.

Dari mana sumber dana pembangunan infrastruktur tersebut berasal? Sebagian berasal dari pajak daerah, khususnya pajak kendaraan bermotor dan sisanya dari berbagai sumber, termasuk pinjaman. Jadi sejatinya betapa luas manfaat pajak kendaraan bermotor bagi sektor perekonomian.

Sayangnya, tidak banyak masyarakat dan wajib pajak yang mengerti tentang arti penting pajak daerah, khususnya pajak kendaraan bermotor. Hal itu yang membuat peran serta mereka dalam membayar pajak terkadang terhambat bahkan berkurang.

Sebuah data menyebutkan, tahun ini masih ada sekitar 2 juta kendaraan bermotor yang belum memenuhi kewajibannya membayar pajak. Jika diasumsikan separuhnya adalah sepeda motor dengan pajak sebesar Rp 100.000 per unit dan sisanya adalah mobil dengan pajak sebesar Rp 500.000 per unit, maka ada Rp 600 miliar dana pajak kendaraan bermotor yang bisa dialokasikan untuk membiayai beragam program pembangunan, termasuk infrastruktur.

Itu hanya analogi sederhana, yang bahkan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai pajak sebenarnya. Bayangkan, berapa besar potensi pajak yang terkumpul jika semua kendaraan bermotor tersebut segera memenuhi kewajiban pajaknya.

Angka Rp 600 miliar mungkin memang kecil untuk pembangunan infrastruktur yang biasanya menelan biaya yang sangat besar. Namun kendati kecil, dampaknya terbilang besar karena seperti telah disebutkan di atas, infrastruktur memiliki multiple effect yang sangat besar.

Lagipula, tidak semua dana pajak kendaraan bermotor digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Sebagian diantaranya digunakan untuk program pengentasan kemiskinan, termasuk pembiayaan bergulir, pembinaan UMKM, pengurangan pengangguran, dll.

Jika dianalogikan, sebesar Rp 100 miliar dana tersebut digunakan untuk program pembiayaan usaha mikro kecil dan masing-masing mendapatkan pinjaman sebesar Rp 10 juta, dan setiap usaha mikro kecil tersebut memiliki rata-rata dua pekerja, maka ada 20.000 tenaga kerja yang terserap. Walaupun kecil, tapi angka 20.000 tersebut sejatinya cukup bermakna.
Sementara jika dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja tentu akan lebih besar. Jadi, pernah, kan, terlintas fungsi pajak kendaraan bermotor untuk pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran? ***