Pajak, Gotong Royong Membangun Jabar

INFRASTRUKTUR memiliki arti vital bagi masyarakat, khususnya sector perekonomian. Kerusakan infrastruktur berarti pembengkakan waktu dan biaya, bukan hanya bagi pelaku ekonomi, tapi juga bagi masyarakat secara umum. Dalam kondisi tertentu, rusaknya infrastruktur bisa berarti sunset (semenjana), bahkan kematian bagi sektor ekonomi suatu daerah.

Sebuah contoh sederhana adalah kesulitan pasokan elpiji 3 kg yang dirasakan sejumlah warga Jabar awal tahun ini. Kondisi itu tidak terlepas dari persoalan infrastruktur, yaitu terganggunya distribusi barang akibat banjir yang merendam sejumlah ruas jalan raya.
Akibat persoalan tersebut, bukan hanya pasokan elpiji 3 kg yang sulit diperoleh, tapi juga harganya yang melambung hingga Rp 20.000 per tabung. Padahal, harga eceran tertinggi untuk wilayah Bandung Raya misalnya, di tingkat agen resmi hanya Rp 13.650. Berapa bedanya?
Bagi sejumlah pelaku usaha, kurang primanya kondisi infrastruktur juga berarti pembengkakan biaya produksi, baik dari sisi ongkos kirim maupun waktu tempuh. Persoalan infrastruktur juga kerap menjadi hambatan bagi masuknya investor asing, termasuk di Jawa Barat (Jabar), yang berarti hilangnya potensi pembukaan lapangan kerja baru.
Begitu vitalnya nilai infrastruktur. Keberadaannya mampu membuka suatu daerah dari keterisdoliran informasi dan ekonomi. Kehadiran infrastruktur juga mampu menyulap suatu daerah terpencil menjadi daerah maju dengan lonjakan pendapatan per kapita masyaratnya.
Namun harus diakui, pembangunan infrastruktur di Jabar tidak sepesat lonjakan kebutuhannya. Sebagai contoh pertumbuhan jalan raya yang lebih rendah dibandingkan laju jumlah kendaraan bermotor. Akibatnya, kemacetan tak terelakan, dengan potensi kerugian yang sangat besar setiap tahunnya.
Siapa bilang kemacetan hanya berimplikasi pada borosnya penggunaan bahan bakar minyak (BBM)? Sejatinya, nilai kerugian yang terjadi jauh lebih besar karena salah satunya juga menyangkut potensi kerugian biaya transportasi sejumlah industri di Jabar.
Tingginya potensi kerugian itu membuat persoalan pembangunan infrastruktur kerap menjadi topik kritikan pedas bagi pemerintah, tak terkecuali di Jabar. Padahal, persoalan pembangunan infrastruktur tak melulu karena anggaran yang tersedot besarnya subsidi, tapi juga terkait penerimaan daerah dan negara, khususnya dari sektor pajak.
Walaupun penerimaan pajak Jabar setiap tahunnya menunjukan trend peningkatan positif, toh nyatanya masih jauh di bawah potensi yang ada. Sulitnya terdeteksi potensi wajib pajak menjadi salah satu kendala, selain masih rendahnya kesadaran warga dalam membayar pajak.
Padahal, keberadaan pajak sejatinya memiliki peran yang sangat vital bagi pembangunan daerah dan nasional. Pajak daerah menjadi salah satu sumber penerimaan untuk membiayai beragam pembiayaan, baik untuk kebutuhan rutin maupun pembangunan yang hasilnya secara nyata dirasakan masyarakat.
Semakin besar penerimaan pajak daerah maka akan semakin mandiri suatu daerah dalam membiayai pengeluaran, tanpa terikat dana dari luar, dan ketergantungan terhadap pusat. Pada gilirannya, kemandirian tersebut bisa menjadi kebanggaan dan lambang harga diri suatu daerah.
Sementara bagi masyarakat, manfaat pajak misalnya bisa dirasakan secara nyata dalam bentuk infrastruktur jalan raya, irigasi, pembangunan sekolah, rumah sakit, jaminan kesehatan masyarakat, dll. Untuk pelaku usaha mikro dan kecil Jabar, ada juga yang dinamakan kredit cinta rakyat (KCR).
Secara tidak langsung, pajak daerah adalah jembatan untuk menghantarkan kemajuan pada suatu daerah, baik dari sisi ekonomi, kesehatan, pendidikan, maupun teknologi. Pajak daerah adalah modal utama untuk pembangunan daerah, bahkan nasional.
Tanpa adanya pajak daerah, akselerasi pembangunan tak mungkin tercapai. Geliat laju ekonomi akan terhambat. Kemajuan hanya akan menjadi cerita belaka. Jika itu terjadi, pengangguran dan kemiskinan akan menjadi ancaman nyata di depan mata.
Semua itu bukan statement semata, tapi sebuah realita. Partisipasi masyarakat dalam membayar pajak daerah adalah kekuatan nyata untuk menggerakan pembangunan dan membangun perekonomian. Toh apa yang diberikan masyarakat dalam bentuk pajak akan dikembalikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk lain dengan multiple impact yang sangat besar.
Dalam filosofi masyarakat Indonesia, pajak daerah ibaratnya adalah bentuk gotong royong masyarakat Jabar dalam membangun daerah dan perekonomian, termasuk infrastruktur. Pajak juga adalah bentuk gotong royong guna membantu mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, yang salah satunya dituangkan dalam bentuk program KCR.
Jadi, kenapa harus mangkir dari membayar pajak daerah? Mari bersama-sama membangun Jabar melalui pajak. Mari sama-sama membenahi infrastruktur Jabar guna membuka akses pertumbuhan ekonomi dan informasi bagi seluruh masyarakat Jabar.