Fintech Gerbang Membuka Layanan Perbankan Kepada Masyarakat Luas

Fintech (Financial Technology) adalah hasil dari kemajuan teknologi yang semakin lama semakin berkembang dan merambah sektor ekonomi. Fintech dengan memanfaatkan teknologi dapat membuat layanan perbankan atau layanan finansial kepada masyarakat menjadi lebih efisien. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P. S. Brodjonegoro mengharapkan bahwa dengan kehadiran fintech dapat menjadi jawaban dari tantangan sistem keuangan di Indonesia. Bambang mengatakan “Kementerian PPN/Bappenas memandang Fintech sebagai salah satu elemen strategis untuk mewujudkan keuangan inklusif, dan sekaligus dapat menciptakan pembangunan berkeadilan bagi masyarakat miskin dan yang rentan tidak mampu mengakses layanan jasa keuangan formal”.

Fintech dianggap menjadi cara baru dalam berbisnis khususnya berkat kemudahan dan sedikitnya biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat menikmati layanan ini. Fintech merupakan layanan finansial yang melayani masyarakat secara personal dan menyentuh masyarakat di wilayah pelosok yang saat ini masih sulit dijangkau oleh pihak perbankan. Berdasarkan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru sekitar 67% orang dewasa yang ada di Indonesia baru mendapatkan akses ke lembaga keuangan formal pada tahun 2016. Seiring dengan meningkatnya literasi keuangan masyarakat Indonesia maka penempatan modal dan investasi pada sektor-sektor produktif akan semakin meningkat. Sampai dengan Mei 2017 berdasarkan data yang terdapat pada laman asosiasi fintech Indonesia, telah terdaftar 82 perusahaan rintisan, 19 lembaga keuangan, dan 7 mitra asosiasi.

Dengan memanfaatkan layanan fintech diharapkan dapat menggerakkan tiga jenis pembangunan yang termasuk ke dalam prioritas pemerintah. Ketiga jenis pembangunan tersebut adalah pertama mobilisasi modal untuk meningkatkan aktivitas ekonomi kelompok yang kurang terlayani, seperti Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kedua, mobilisasi uang yang ada di masyarakat untuk membiayai infrastruktur dasar, seperti sanitasi dan listrik. Ketiga, mobilisasi dana untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, seperti energi bersih, dan/atau membiayai inovasi yang penting dalam rangka peningkatan produksi pertanian dan perikanan.

Kebutuhan pembiayaan investasi untuk pembangunan infrastruktur pada tahun 2018 berdasarkan hasil dari simulasi yang dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas adalah sebesari Rp5.248 Triliun, dimana 62 persen sumber pembiayaan berasal dari masyarakat karena adanya keterbatasan kapasitas fiskal. Disitulah layanan fintech masuk dan mengisi potensi pasar yang besar tersebut hingga akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin melalui pembiayaan usaha, akses terhadap air bersih dan listrik, dan pengelolaan keuangan untuk pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan Survei Deloitte Consulting dan Asosiasi Fintech Indonesia pada 2016, terdapat tiga hal yang dapat mendorong penerapan Fintech di Indonesia, yakni regulasi yang lebih jelas, kolaborasi, dan utamanya literasi keuangan. Berdasarkan survei nasional yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2016 mengenai literasi dan inklusi keuangan, didapatkan angka sebesar 29,66 persen untuk indeks literasi keuangan dan sebesar 67,82 persen untuk indeks inklusi keuangan. Menanggapi hal tersebut, pemerintah akan terus mendorong dan melaksanakan program literasi dan inklusi keuangan agar target Indeks Inklusi Keuangan yang dicanangkan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) sebesar 75 persen, dapat dicapai pada 2019.

Dalam laporan yang dipublikasikan oleh McKinsey Global Institute dengan judul “Digital Finance for All: Powering Inclusive Growth in Emerging Economies”, layanan fintech dapat memberikan akses kepada 1,6 miliar orang yang tidak memiliki rekening bank untuk masuk ke sektor usaha formal. Sebanyak 95 juta lapangan kerja baru dapat diciptakan, dan PDB negara-negara berkembang meningkat sebesar $3,7 Triliun. “Pemanfaatan Fintech terbukti mampu membuka akses yang lebih besar terhadap layanan jasa keuangan formal, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Tantangannya bagi Indonesia adalah menjadikan proses pembangunan dan pelayanan publik adaptif terhadap perkembangan Fintech. Hal ini yang akan coba kita dorong dalam proses perencanaan pembangunan,” ungkap Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani.