Amnesti Pajak Periode II

Amnesti pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.

Amnesti Pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi kedalam 3 (tiga) periode, yaitu:
Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017

Pencapaian amnesti pajak berupa uang tebusan pada periode pertama yang menyentuh Rp 97 triliun ternyata belum menggambarkan keseluruhan wajib pajak yang tercatat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Catatan pemerintah, dari jumlah wajib pajak yakni sebanyak 30 juta wajib pajak dengan pelaporan surat pernyataan (SPT) sebesar 20 juta wajib pajak, peserta amnesti pajak terbilang minim.

Memasuki periode ke dua Amnesti Pajak, kegiatan sosialisasi dan imbuan kepada Wajib Pajak yang belum ikut Program Amnesti Pajak terus dilakukan. Sasaran utama sosialisasi dan imbauan ini meliputi beberapa kelompok Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak yang baru terdaftar pada tahun 2016, Wajib Pajak yang mempunyai tunggakan pajak, Wajib Pajak UKM, serta Wajib Pajak prominen. Untuk Wajib Pajak baru, metode sosialisasinya melalui program Triple One. Program ini merupakan rangkaian dari pendaftaran Wajib Pajak. Setelah Wajib Pajak memperoleh NPWP, seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan akan menghubungi Wajib Pajak untuk diberikan sosialisasi hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam kesempatan itu lah disampaikan materi mengenai keuntungan dan manfaat progam Amnesti Pajak.

Pemerintah mencatat, UMKM di Indonesia menyumbang 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Angka yang cukup besar ini ternyata baru diikuti oleh sumbangan untuk penerimaan perpajakan sebesar 3 hingga 4 persen. Untuk menarik UMKM, pemerintah menerbitkan satu beleid (cara) baru untuk memberikan kelonggaran bagi UMKM untuk mengikuti amnesti pajak. Aturan yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2016 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan Bagi Wajib Pajak Tertentu serta Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan dan Penerbitan Surat Keterangan Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Usaha Tertentu, salah satunya menyebutkan poin kemudahan dalam pengisian Surat Pernyataan Harta (SPH) dan penyerahan SPH secara kolektif.

Bagi UMKM yang memiliki peredaran kas di bawah Rp 4,8 miliar per tahunnya diperbolehkan mengisi formulir SPH secara manual atau dengan tulis tangan dan menyerahkan laporan fisik. Langkah ini diizinkan apabila jenis harta yang dicantumkan tidak lebih dari 10 baris. Tak hanya itu, beleid ini membolehkan UMKM dengan kriteria di atas untuk melaporkan SPH dengan cara kolektif atau bersama-sama. Pelaku usaha bisa saja meminta perwakilan dari asoisasi atau organisasi untuk melaporkan SPH-nya. Harapannya, pelaku usaha atau pemilik UMKM yang sibuk dengan usahanya tidak perlu meninggalkan pekerjaannya untuk melaporkan hartanya.

Untuk menggencarkan keikutsertaan UMKM selama periode kedua dan ketiga ke depan, Ditjen Pajak akan menggandeng asosiasi termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang memiliki jaringan hingga ke daerah.  Pelaporan SPH untuk UMKM secara kolektif bisa dilakukan hingga 31 Januari 2017. Pembatasan waktu ini untuk mengantisipasi adanya kebutuhan jeda waktu bagi kantor pajak untuk menerbitkan Surat Keputusan Pengampunan Pajak (SKPP) 20 hari kerja sesudah pengumpulan SPH.

Kebijakan Amnesti Pajak adalah terobosan kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara. Kebijakan Amnesti Pajak juga tidak akan diberikan secara berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan Amnesti Pajak tidak akan diberikan lagi.

Kebijakan Amnesti Pajak, dalam penjelasan umum Undang-Undang Pengampunan Pajak, hendak diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan Undang-Undang ini.

Ikut serta dalam Amnesti Pajak juga membantu Pemerintah mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.