Bukan Sekedar Razia, Agar Ada Kepastian Hukum

Ancaman pencabutan badan hukum angkutan umum berbadan hukum pada 2010, ataupun tindak penertiban lainnya, sebenarnya sesuatu yang setidaknya tidak bertentangan keinginan masyarakat sebagai konsumen.
Kita bisa melihat pada sikap Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Seperti dilansir Tempo, beberapa waktu lalu, banyak manfaat akan diperoleh masyarakat jika pengusaha angkutan umum berbadan hukum.
Pembenahan transportasi massal ini diperlukan guna mengikis manajemen personal sektor tersebut yang umumnya terjadi sekarang, sehingga pengelolaannya relatif susah dilakukan. Semestinya perombakan dilakukan dari hulu, dan ini tercakup dalam aturan wajib berbadan hukum.
Dengan badan hukum, manajemen pemilik angkot akan menerapkan standar layanan tertentu, misalnya jaminan kondisi kendaraan sebelum jalan serta larangan bagi pengemudi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang sembarangan.
Badan hukum untuk angkutan umum juga dianggap mendesak, mengingat pelanggaran lalu lintas oleh armada tersebut sudah dianggap biasa, termasuk oleh masyarakat. Misal pengemudi angkutan kerap melanggar aturan lalu lintas sebab masyarakat enggan naik-turun di tempat yang telah ditentukan karena malas.
Di sisi lain, penumpang dan pengemudi angkutan ogah naik atau turun di halte atau terminal karena lingkungan yang tidak kondusif, misalnya padat oleh pedagang kaki lima.
Akhirnya, mereka lebih senang menunggu di terminal bayangan. Jika semua armada angkutan sudah memiliki badan hukum, pelanggaran semacam ini lebih mudah ditindak karena dasar hukumnya lebih kuat.
Maka itu, sejumlah razia besar-besar kerjasama Dispenda Jabar dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Jabar harus dimaknai sangat positif karena bisa mendukung upaya antara menuju badan hukum seluruhnya.
Minimal dari kegiatan tersebut, akan diperoleh temuan atas pengusaha angkutan umum bandel yang kerap menunggak pajak dan atau tidak memiliki sama sekali surat terkait alias bodong!
Hal ini menjadi kian efektif, karena Dispenda Jabar dan Polda Jabar sepakat akan dilakukan kewajiban bayar pajak di tempat dalam operasi tersebut. Jadi, ini tidak semata-mata meminimalisir pelanggaran lalu lintas.
Bahkan, seperti terjadi di Dispenda Bekasi, selain razia di jalanan, juga dilakukan metode menjemput bola guna mendorong target peningkatan setoran ke kas daerah. Hal ini memang kian penting dilakukan.
Data dari Seksi Penerimaan dan Penagihan Dispenda Wilayah Kabupaten Bekasi, mencatat, di Kabupaten Bekasi ada total 441.552 kendaraan menunggak pajak mencakup 413.840 kendaraan roda 2 dan 27.682 kendaraan roda 4.
Jadi, jangan (selalu) pesimis apalagi skeptis jika terjadi razia. Kita sebagai konsumen angkutan umum, tentu menghendaki agar layanan yang diterima terus meningkat. Bukan malah nyawa dan kenyamanan selalu jadi terancam ketika kita naik angkutan umum! ***