Angkot Badan Hukum Demi Kebaikan Bersama

Di negara ini, yang kerap disebut-sebut hukum sebagai panglima tertingginya, keberadaan formal legal demikian pentingnya. Termasuk hal ini terjadi dalam sektor bisnis transportasi.
Karenanya, tidak berlebihan sebetulnya jika Pemprov Jabar melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Dinas Perhubungan Provinsi Jabar akan mencabut izin operasional kendaraan umum tak berbadan hukum pada tahun 2016 nanti.
Pemerintah Provinsi (pemprov) Jabar akan mencabut izin operasional ribuan angkutan umum di Kabupaten Bogor yang tidak memiliki status badan hukum selambatnya tahun 2016 mendatang.
Hal ini sejalan temuan di lapangan yang cukup memprihatinkan, sebab jutaan kendaraan bermotor di Jawa Barat tercatat belum membayar pajak. Bahkan banyak yang termasuk kendaraan bodong/tidak ada surat-suratnya. Hal ini mengganggu upaya provinsi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Jabar, Dadang Suharto, dalam sebuah kesempatan, mencontohkan sebanyak 441.552 kendaraan belum bayar pajak di Kabupaten Bekasi. Sedangkan di Kota Bandung, terbagi pada Bandung I sebanyak 94.105 kendaraan dan Bandung III sebanyak 51.348 kendaraan.
Padahal, pemilik kendaraan bermotor yang tidak melakukan registrasi akan menghambat kegiatan pembangunan Jabar. Pendapatan pemerintah dipastikan berkurang, sehingga menghambat sejumlah proyek infrastruktur.
Di sisi lain, Dadang melanjutkan, hilangnya pendapatan dari pajak kendaraan akan membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang optimal. Pemerintah provinsi akan kesulitan memperluas pelayanan terutama bagi warga di daerah pelosok.
Bagaimanapun, sekali lagi, sebagai negara hukum, angkutan umum berbadan hukum akan lebih menguntungkan.  Sebab, pengusaha akan mendapat subsidi biaya pajak kendaraan. Untuk angkutan penumpang subsidi sebesar 50 persen dari biaya Pungutan Kendaraan Bermotor (PKB).
Dari sisi penumpang, dengan status badan hukum, masyarakat akan lebih merasa aman dari segi tidak kejahatan di dalam angkutan, maupun dari kecelakaan selama perjalanan.
Bahkan, asosiasi profesi pengusaha angkutan umum, Organda Jabar, juga mendukung kewajiban ini karena pembentukan badan hukum diyakini makin memudahkan pendataan, pembinaan, serta memberikan konsekuensi administratif dan keselamatan bagi pelaku usaha sesuai PP No17/2014 tentang Angkutan Jalan.
Di sisi lain, upaya tersebut perlu dilakukan untuk mempermudah pemerintah menyalurkan bantuan subsidi BBM.
Organda juga telah meminta para pemilik angkutan di Kota Bandung agar membuat surat pernyataan apabila mereka telah bergabung dalam koperasi yang ada, baik Kobutri, Kobanter, maupun Kopamas.
Dari data yang dihimpun, jumlah armada saat ini mencapai 4.818 angkutan, sedangkan Kobutri memiliki delapan trayek dengan jumlah 1.000 angkutan dan Kopamas memiliki tiga trayek dengan anggota 400 unit.
Organda sendiri telah menyosialisasikan hal ini kepada seluruh pemilik angkutan umum agar segera bergabung atau membentuk badan usaha. Adapun untuk pemilik bus pada umumnya sudah lebih mudah di bawah Perusahaan Otobus (PO).
Jadi, bukan sekedar mengatur apalagi memaksa tanpa alasan jelas, seluruh regulasi pemerintah pasti memiliki konsideran baik dan matang. Bukan hanya buat pemerintah, kebaikan bersama lebih besar tentunya buat pengusaha angkutan umum itu sendiri, dan terutama pemerintah. ***