Kuat Karena Kuat

Jika diumpamakan klub sepakbola, sebutlah Bayern Muenchen, sesungguhnya kedigdayaan muncul karena seluruh sistem penopangnya jalan dan bisa saling bekerjasama.
Situasi ini harus jadi perhatian, karena pemain dan pelatih sejago apapun (dari mulai Arjen Robben, Ribery, hingga Guardiola), sesungguhnya tiadalah kekuatan tanpa kekuatan lainnya.
Ini terbukti ketika kemudian dokter tim klub terbesar Jerman itu kecewa dan mundur, sehingga proses pemulihan para bintang terlambat, yang akhirnya membuat klub Bavaria ini tersingkir tragis di Liga Champion!
Perumpamaan seperti ini juga terjadi dalam hal perpajakan, bahwa yang kuat tentu harus saling menguatkan. Yang lemah harus ditopang dan dibantu, sehingga seluruhnya bisa menjadi unggul.
Pajak yang dilandasi undang-undang, juga menekankan siapa yang berpenghasilan tinggi dan menggunakan konsumsi lebih besar, termasuk siapa yang memiliki kekayaan besar dengan manfaat besar didalamnya dan yang bisa menyimpan harta kekayaannya, maka sangat layak memberikan sumbangsih dana pembangunan yang lebih besar.
Ketika yang kuat dan atau yang lemah tidak saling menguatkan, maka yang terjadi adalah si kaya yang makin pelit dan si miskin yang tak sabaran.
Fenomena kejahatan sebagai akibat kesenjangan amat sangat layak dijadikan penyebab awalnya.
Pada saat negara mencoba mengatur bagaimana agar sumbangsih pajak bisa adil diterapkan, dimana semakin besar penghasilan, konsumsi dan manfaat yang diterima seharusnya pajaknya semakin besar, sudah semestinya masyarakat mendukung.
Keadilan sesungguhnya baru bisa dijalankan apabila negara bisa memetakan dengan baik siapa sebenarnya masyarakat yang berpenghasilan tinggi, siapa yang mengkonsumsi lebih banyak, dan siapa yang yang memperoleh manfaat dan dimana harta kekayaannya tersembunyi.
Negara melalui institusi Pajak dapat menggunakannya untuk melakukan pemajakan yang adil dalam artian semua berkesempatan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan benar, terbuka dan dengan penuh itikad baik.
Keadilan dapat tercipta dimana beban pajak ditanggung sesuai dengan kekuatan daya beli dengan memperhitungkan daya pikul masyarakat.
Seluruh elemen masyarakat hendaknya segendang seirama memahami kebutuhan negaranya, mengumpulkan potensi ekonomi masyarakatnya, mensejahterakan masyarakatnya, mendistribusi kekayaan dari si kaya kepada si miskin , dari si kuat kepada si lemah.
Walaupun mungkin berbeda ukuran dan takaran tetapi proporsinya yang tidak terkumpul pada satu dua orang,satu dua kelompok. Sebuah negara yang
galau, labil, dan gelisah, sebenarnya bukan karena siapa-siapa, tetapi karena kita semua sebagai masyakatnya yang abai.
Pada titik ini, kami di Dispenda Jabar memandang, bahwa negara kuat karena institusi pajaknya kuat. Dan, percayalah, institusi pajak (baik Dispenda maupun
Dirjen Pajak) kuat karena masyarakatnya pun kuat! **