Memprioritaskan yang Utama

Jika ditanyakan kepada masyarakat umum, apa kira-kira yang paling dibutuhkan untuk seluruh anggota keluarganya, maka setidaknya jawaban yang paling mayoritas muncul adalah dua bidang ini: Kesehatan dan Pendidikan.
Hal ini dirasa wajar, karena sesusah apapun masyarakat, mereka pasti mengingikan pendidikan terbaik bagi anggota keluarganya. Apalagi kalau sampai gratis dan terus terjangkau.
Pun demikian sebaliknya jika pertanyaan selanjutnya disampaikan, maka niscaya kesehatan adalah termasuk jawabannya. Hal ini ditengarai terjadi merata di seluruh negeri, bukan hanya di Provinsi Jawa Barat.
Setelah kebanyakan warga mampu memenuhi kebutuhan utamanya, terutama pangan (makanan sehari-hari), maka apalagi yang paling mendasarkan dibutuhkan selain kesehatan dan pendidikan.
Maka itu, tak berlebihan rasanya, jika kita harus apresiasi keputusan Pemprov dan DPRD Jawa Barat yang terus meningkatkan alokasi bagi pendidikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2015.
Seperti dilansir berbagai media, pada tahun ini, APBD Jabar 2015 yang sudah disyahkan eksekutif dan legislatif mencapai 27% dari total APBD yang disyahkan sebesar Rp24,753 triliun.
Sementara di sektor kesehatan, hal ini pula yang memicu perhatian, yakni mencapai 5,5% (Rp1,3 triliun)  –namun sedang diupayakan agar bisa mencapai 10% pada tahun ini pula.
Situasi ini dinilai sangat relevan dengan kondisi kekinian masyarakat Jawa Barat. Terutama dalam hal pencapaian pendidikan menengah atas, seperti disampaikan oleh Bappeda Jabar.
Menurut Kepala Bappeda Jabar, Denny Juanda, angka partisipasi kasar (APK) siswa SMA/SMK di Jawa Barat tergolong rendah. Dari jumlah lulusan SMP di Jabar, hanya 51 pesen yang meneruskan ke SMA/SMK.
Sisanya, sekitar 49 persen tak bisa meneruskan ke jenjang SMA/SMK karena, terkendala ruang kelas di SMA yang minim. Karenanya, kondisi yang memprihatinkan ini harus terus ditangani.
Apalagi, ujar Denny, APK SMA/SMK di Jabar tersebut berada di bawah rata-rata nasional. Tingginya siswa lulusan SMP yang tidak meneruskan ke SMA/SMK dikarenakan berbagai faktor.
Di antaranya, seperti kekurangan ruang kelas dan guru. Oleh karena itu, pihaknya akan segera membangun sekolah baru di daerah pelosok. Hal ini sangat penting guna memudahkan warga mengakses SMA/SMK.
Saat ini, Pemprov Jabar sedang memetakan daerah mana saja yang tidak ada SMA/SMK. Maka, sekali lagi, alokasi anggaran pendidikan 30% adalah keputusan rasional yang harus didukung.
Persoalannya adalah jika hanya rencana saja, maka ini tetap tak cukup. Hal yang mungkin untuk mewujudkan cita-cita mulia meninggikan derajat Jabar melalui pendidikan ini adalah tersedianya anggaran memadai.
Dan, suka tidak suka, anggaran cukup hanya bisa diperoleh dari pendapatan yang signifikan, yang terutama dalam beberapa tahun terakhir ini bersumber dari pajak kendaraan bermotor (PKB).
PKB adalah primadona yang memungkinkan senyum anak yang bisa melanjutkan sekolah ke SMA/SMK di Jabar, bisa terus berkembang. Tanpa PKB ini, sulit kita meraih pendidikan ideal ini.
Untuk itulah, tidak berlebihan bagi mereka yang rajin membayar pajak mobil dan atau motornya penuh sukarela dan sadar, layak disandangkan sebagai motor pembangunan Jawa Barat. (**)