Dispenda Jabar dan Program E-Govt Jokowi

Kita semua rasanya masih ingat, betapa gagasan pemerintah elektronik (electronic goverment/e-govt), telah disuarakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jauh sebelum dirinya dilantik sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia.

Bahkan salah satu yang paling dikenal soal ini adalah manakala Jokowi dalam debat kampanye tahun lalu menyebutkan peranti lunak bisa menyelesaikan banyak problem pelayanan pemerintahan dan bisa dibuat cukup dua minggu.

Nah, setelah lebih dari 100 hari menjabat, spirit Presiden Jokowi terkait e-govt ini rasanya masih menggelora. Salah satunya adalah intruksi yang diberikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Yuddy Chrisnandi.

Dalam berbagai kesempatan, Yuddi menenekankan pentingnya penguatan e-govt
yang sudah dilakukan oleh jajarannya, baik pada level pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Memang belum ada gebrakan baru yang luar biasa, namun terasa benar niatan pemerintah sekarang untuk berbenah. Ini keniscayaan, manakala tuntutan publik kian besar untuk pelayanan pemerintah yang praktis, efektif, dan memasyarakat, kian membesar.

Apabila tuntutan publik ini tidak segera diakomodir, maka akan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah, bahkan jika terus dibiarkan, bisa juga menjalar pada tingkat kepercayaan ke Presiden Jokowi itu sendiri.

Oleh karena itu, sambung Yudi, memangkas jalur birokrasi yang berbelit-belit adalah misi kerjanya. Selain untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak diperlukan, juga untuk memenuhi ekspektasi publik.

Karenanya, ketika meresmikan layanan e-Samsat dari Pemprov Jabar beberapa waktu lalu di Bandung, Menpan bertekad menduplikasi e-Samsat agar bisa diterapkan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.

Bagi Menpan, terobosan dari Dispenda ini amat layak ditiru manakala problematika perkotaan, terutama terkait masalah kemacetan, terus mendera di berbagi kota besar di Indonesia.

Sekalipun demikian, ada tiga poin penting terkait e-govt ini, khususnya bagi lingkungan kami sendiri di Dispenda Jabar dan umumnya bagi seluruh pemerintah daerah di Jawa Barat.

Pertama, mulai sekarang dan seterusnya, e-govt jangan selalu diterjemahkan sebagai kehadiran situs/laman semata. Bagaimanapun, e-govt adalah pemutakhiran dari cara kerja pemerintah itu sendiri.

Artinya, seluruh layanan kepada rakyat, yang biasanya manual, maka dibuat menjadi digital dengan penekanan efisiensi biaya dan waktu serta kecepatan pelayanan yang tinggi.

Disinilah proses e-services (pelayanan elektronik) terjadi seperti dicontohkan sangat kuat oleh E-Samsat.

Selain itu, bisa diterapkan antara lain dalam bentuk otomasi proses pemerintahan, pertukaran dokumen secara elektronik, pemantauan dan manajemen kesehatan umum, formulir pemerintah yang dapat diunduh, aplikasi STNK-SIM-Paspor-KTP secara online, dan banyak lagi.

Dari e-government ini dipercaya akan melahirkan pemerintahan yang merangkul semua pihak yakni pemerintah itu sendiri, kalangan bisnis, dan masyarakat. Hal ini sudah banyak dicontohkan di berbagai negara maju.

Kedua, kita harus selalu ingat bahwa dengan sistem elektronik, otomatis resiko keamanan akan muncul. Prinsip teknologi informasi yang terintegrasi dalam jejaring, sentralisasi, bisa ditelusuri, sekaligus transparan, maka sekalinya ada resiko yang tidak dikelola dengan baik, maka bisa rusak sekaligus.

Karenanya, sistem pertahanan harus dibuat kuat sejak dini, sehingga tidak ada celah. Kita harus selalu ingat, seperti dipublikasikan Akamai, Indonesia adalah negara sumber serangan sekaligus target tinggi dalam cyber attack!

Tapi kita pun ingat, bahwa sudah memiliki lembaga yang mampu membuat sistem yang baik yakni Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), yang kapasitasnya bisa mencegah dan menangkal masuknya peretas yang merugikan.

Hal lain yang penting adalah penguatan regulasi, dimana setelah UU ITE, pemerintah melalui Kementerian Kominfo juga sudah mengusulkan pembuatan UU tentang Perlindungan Data Pribadi.

Dasar pertimbangannya, data pribadi saja sangat penting apalagi dokumen negara. UU ini sudah selesai dibuatkan naskah akademik dan segera disampaikan ke DPR RI untuk didaftarkan dalam program prioritas legislasi nasional (Prolegnas) 2015.

Dan terakhir, e-govt sebagai bidang baru, memiliki potensi disalahartikan. Jadi, proses pengadaan barang dan jasa terkait pemerintah digital ini belum tentu difahami dengan benar karena masih bidang baru.

Apa dan bagaimana server, mengapa bea pengembangan peranti lunak harus mahal, seperti apa mekanisme pembayaran bandwith, dst, adalah terminologi anyar yang belum tentu difahami aparat hukum.

Karena itulah, proses pengadaan yang benar, bersih, dan rapih, menjadi keharusan sejak awal sehingga kelak tidak akan ramai kendala hukum yang akhirnya malah menghambat lajue-govt.

Sudah biasanya jika niat baik belum tentu semuanya ditafsirkan dengan baik, malah kadang dicurigai sehingga merugikan semua. Apapun itu, e-govt seperti dilakukan Dispenda harus terus diperluas guna memenuhi hak masyarakat Indonesia. **