Siapa Bertangung Jawab Atas Target Pendapatan Jabar 2015?

Pada Rabu, 12 November 2014 lalu, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan menyampaikan Nota Pengantar  Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Jabar 2015.
Dalam prakiraan tersebut, pendapatan yang tercantum dalam RAPBD Tahun 2015 mencapai Rp 22,132 Triliun lebih atau naik 11,17% dibanding pendapatan pada APBD 2014.
Pendapatan riil berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang banyak ditopang oleh pajak daerah yang dihimpun Dispenda Prov. Jabar, yang diproyeksikan mencapai Rp 15,38 triliun atau meningkat 18,01% dari tahun sebelumnya.
Kemudian Dana Perimbangan diperkirakan mencapai Rp 2,7 Triliun lebih atau turun sebesar Rp 118,28 Milyar lebih. Serta Pendapatan Daerah lainnya yang sah mengalami penurunan sebesar Rp 4,8 Milyar lebih atau turun 0,12%.
Lalu, siapakah yang bertanggungjawab atas target pendapatan ini? Siapa yang akan mengejar, terutama angka pendapatan riil tersebut? Maka, dalam benak kita semua, rata-rata akan menyebut satu nama: Dispenda!
Sebagaimana target dari APBN, setiap orang di negara ini cenderung mengatakan Direktorat Jenderal Pajak-lah yang paling bertanggung jawab terhadap tercapai/ tidak tercapainya pendapatan.
Maka, kondisi serupa tidaklah jauh berbeda di level pemerintah daerah. Ya benar, pajak merupakan sumber pembiayaan terbesar bagi negara ini dalam menjalankan amanat utama pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Amanat tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Guna mengimplementasikan hal ini, secara prosedural, penghimpun pajak dilindungi regulasi, misalnya UU APBN pada pemerintah pusat serta Perda APBD di level pemerintah daerah.
RUU APBN atau Perda disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional.
Hal ini didasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
DPR atau DPRD sebagai pemegang kekuasaan untuk membentuk regulasi, selanjutnya melakukan pembahasan RUU bersama Presiden/Gubernur untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Jadi, melihat alur seperti ini, memang benar bahwa kendali utama penghimpunan pendapatan ada di eksekutif dan yudikatif. Gubernur dan jajaran pemda serta DPRD lah yang memikul beban tersebut.
Akan tetapi, melihat kondisi sekarang, tantangan ke depan semakin berat bagi semua pihak. Bukan hanya bagi Dispenda Prov. Jabar sebagai salahsatu otoritas perpajakan, namun juga semua pihak terkait.
Mengapa harus semua pihak? Sebab, ditilik dari kacamata apapun, tanggung jawab pembangunan negara ini juga merupakan tanggung jawab semua pihak.Sebut saja Pemprov Jabar sebagai pelaksana APBD, DPR sebagai penyusun APBD sekaligus pengawas terhadapnya jalannya pemerintahan, sementara sektor swasta da masyarakat umum sebagai bagian pelaku bergeraknya perekonomian.
Sektor swasta, baik perorangan maupun badan usaha, dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya pastinya terikat kewajiban dalam hal pembayaran dan pelaporan perpajakan yang menjadi tanggung jawabnya.
Bahkan setiap belanja barang/jasa/modal yang bersumber dari dana APBN/APBD pun terdapat kewajiban melakukan pembayaran dan pelaporan pajak. Jadi, tidak ada kekecualian buat semua pihak!
Dengan menggunakan istilah yang ada di dalam UU APBN, “mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan…”, maka, semua pihak harus ikut memberi kontribusi.
Maka, sumbangsih seluruh pihak menjadi sangat penting di dalam mewujudkan kepatuhan pembayar pajak yang gilirannya akan mendorong tercapainya target pendapatan Rp22,132 triliun tadi. Semoga! ***