Terobosan Pendapatan Pemprov Jabar dalam Membangun

Selama ini, di daerah manapun, pola pendapatan bagi pemerintah daerah (entah provinsi maupun kota/kabupaten) relatif sama dan seragam. Dan ini sudah berlangsung sudah sedemikian lamanya.

Terutama melalui pajak daerah, retribusi daerah, maupun denda, maka pola maupun jumlah pendapatan pemda sudah terpolakan. Yang jadi pembeda adalah targetnya yang berbeda di setiap tahunnya.

Target tersebut yang kemudian memunculkan istilah “berburu di kebun binatang”. Alias mengejar wajib pajak yang itu-itu juga namun dikenakan berbagai pola penarikan pajak/retribusi yang terus berkembang.

Maka dari itu, angin segar muncul manakala Pemprov Jabar menjadi pemda pelopor di Indonesia dengan rencana menerbitkan obligasi daerah guna memperoleh pendapatan dalam pembangunan wilayahnya.

Penerbitan obligasi daerah oleh pemda-pemda masih belum berkembang di Indonesia. Padahal obligasi daerah bisa menjadi salah satu sumber pembiayaan untuk proyek infrastruktur.

Menurut rencana, paling cepat penerbitan ini akan dilakukan akhir tahun ini dan selambatnya awal tahun depan. Obligasi secara sederhana adalah Pemprov akan menerbitkan surat utang (berhutang uang).

Atau suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.

Ini merupakan bagian dari efek, sebagaimana termuat dalam Pasal 1, Angka 5, UU RI No. 8 1995 tentang Pasar Modal: Efek adalah suatu surat berharga, yang dapat berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

Jenis obligasi dari sisi penerbit biasanya terbagi atas Corporate Bond (Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan), Government Bond (obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat), dan Municipal bond (obligasi yang diterbitkan oleh Pemda).

Adapun maksud pembangunan dari terobosan pendapatan daerah ini adalah uang dari penerbitan obligasi akan digunakan sebagai modal mayoritas dalam pembangunan Bandara Internasional Kertajati, di Majalengka, Jawa Barat.

Jadi, uangnya dipakai dalam membangun infrastruktur berupa bandara, kota pendukung bandara, dan jalan tol yang menghubungkan bandara dan kota-kota terdekat di sekitarnya.

Agar kuat kedudukannya, Pemprov secara simultan membuat peraturan daerah terkait rencana obligasi daerah. Termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga akan dibentuk sebagai badan pengelola utang nantinya.

Perda ini akan mengatur konsep obligasi daerah yang bisa disetujui Kementerian Keuangan. Misalnya soal besaran nilai obligasi, dana cadangan, dan cara pengembalian utang.

Sebelumnya, pemprov DKI Jakarta telah berencana menerbitkan obligasi daerah. Namun, sejak Jokowi jadi gubernur DKI Jakarta, rencana itu dibatalkan dengan alasan DKI punya potensi pemasukan lain di luar utang, khususnya dari pajak yang ditingkatkan.

Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat diharapkan dapat beroperasional pada tahun 2017. Kabar baiknya, kalangan legislatif sendiri sambut baik rencana ini.

Terlebih, pembangunan BIJB sudah memakan waktu lama dan memang cukup terkendala biaya yang memang mahal, terutama dalam pembebasan lahan di kawasan tersebut.

Dalam beberapa kesempatan, Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara mengatakan, pembangunan jangan sampai tersendat karena persoalan pembebasan lahan.

Dari estimasi Rp4 triliun surat utang negara tersebut, Rp 2,5 triliun untuk pembebasan lahan bandara dan Rp.1,5 triliun lagi untuk pembangunan terminal bandara. Total bea pembangunan sendiri Rp8 triliun.

Hal ini dirasa penting sebab untuk memastikan BIJB Kertajati sebagai milik warga Jabar, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sehingga nantinya pengelola BIJB Kertajati tidak mempunyai hak milik atas bandara tersebut.

Obligasi (yang bisa sumbang 50% kebutuhan anggaran) pun menjadi solusi ketika pemerintah pusat sudah menggariskan Pemprov Jabar tidak boleh terlalu tergantung pada investor swasta asing maupun lokal.

Untuk itulah, sekiranya rencana ini patut diapresiasi. Namun tentu saja kita berharap bukan sebatas rencana, akan tetapi implementasi sesegera mungkin guna memberi berbagai kemudahan bagi rakyat Jabar.

Kreativitas semacam ini bukan hanya akan membuat Jabar makin unggul dengan kemajuan infrastruktur miliknya. Tapi lebih dari itu, spirit terus bergerak (sekalipun terbatas) akan menjadi contoh besar dan suri teladan bagi semua pihak di Tatar Parahyangan ini. (***)