Menanti Nasib Pajak Sarang Walet(Membedah Pajak Pemkab/Pemkot)

Sebagai sebuah negara tropis, salah satu potensi alam yang unik dan asli dari Indonesia (termasuk di Jawa Barat di dalamnya) adalah sarang burung walet, yang banyak dipercaya penting bagi kesehatan.

Terutama di daerah beriklim khas pesisir, burung walet diburu banyak masyarakat untuk dibudidayakan secara khusus. Menariknya, rumah tinggal bahkan sengaja dikosongkan agar walet mau bersarang. Maklum, harganya selangit!

Situasi ini pun akhirnya mendorong, sarang burung walet berkembang pesat. Dari sekedar bisnis dadakan, seiring makin meleknya masyarakat, lama kelamaan menjadi bisnis besar yang melibatkan banyak pihak.

Hal ini kemudian disadari banyak pemerintah daerah, termasuk di Jawa Barat, dengan membuat aturan perpajakan terkait sarang burung ini. Jika melihat skala ekonominya, situasi ini dirasa wajar.

Kita ambil contoh di Kabupaten Cirebon. Semula hanya berada di segelintir kecamatan, kemudian lama-kelamaan bisa berada di banyak kecamatan, seperti Kecamatan Ciledug, Karangsembung, Lemahabang, Losari, dan Jamblang.

Di kabupaten lain tak jauh beda. Maka itu, pemda kemudian merespon dengan membuat sejumlah regulasi perpajakan agar denyut ekonomi ini tak menguntungkan pemilik semata, namun masyarakat pada umumnya.

Pemkab Sukabumi misalnya, mengeluarkan Perda No.8/2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet, dimana nilai dasar pengenaan pajaknya adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet yang dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku di Daerah dengan volume Sarang Burung Walet (pasal 5).

Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 10% (Pasal 6), dengan besaran dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Faktanya, spirit peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui salah satu kekayaan alam ini belumlah begitu optimal. Beberapa pemda minim menangguk pajak tersebut, bahkan kini berencana menghapusnya.

Sebagaimana dilansir sejumlah media massa, Pemkab Cianjur tahun 2013 lalu menyebutkan, realisasi pembayaran pajak daerah untuk sarang burung walet hingga pertengahan tahun lalu hanyalah Rp 12.035.000.

Jumlah itu belum melampaui separuh dari target penerimaan pajak daerah daru sarang burung walet untuk 2013. Adapun target penerimaan pajak itu mencapai Rp 31.200.000.

Bandingkan dengan penerimaan pajak daerah konvensional, seperti pajak hotel sebesar Rp 2.834.181.521, pajak restoran Rp 1.521.053.434, pajak hiburan Rp 365.682.089, pajak reklame Rp 1.422.612.643, pajak penerangan jalan Rp 8.860.502.646, pajak mineral bukan logam dan batuan Rp 991.868.750, pajak parkir Rp 88.889.927, dan pajak air tanah Rp 704.395.538.

Di Kabupaten Cirebon, sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Cirebon Suratmo, sedikitnya ada 6 pengusaha yang melayangkan penghentian pemungutan pajak karena usaha mereka telah bangkrut.

Musababnya produksi sarang burung walet di Kabupaten Cirebon Jawa Barat diduga turun sehingga membuat sejumlah unit usaha di wilayah tersebut mengajukan penghentian pemungutan pajak.

Faktor lain penyebab penurunan dikarenakan berbagai sebab. Antara lain domisili para pengusahanya berada di luar wilayah , pengaruh cuaca yang kurang menguntungkan bagi sektor tersebut hingga produksi, kualitas maupun harga menurun.

Situasi ini pula yang membuat rencana drastis akan diterapkan Pemkab Bogor. Yakni rencana pencabutan Perda No.24/2002 tentang Sarang Burung Walet yang akan diajukan ke DPRD Kab. Bogor.

Alasannya? Setali tiga uang, yakni potensi yang diproyeksikan tak sebagus prediksi awal, bahkan biaya operasional penarikan pajak di Kab. Bogor malah lebih besar dari potensi nilai pajaknya itu sendiri.

Oleh karena itu, kajian mendalam tentang penerapan pajak sarang walet di Jawa Barat ini penting untuk dilaksanakan. Terutama dalam konteks agar regulasi yang ada tidak mubazir namun sekaligus potensi pendapatan tetap terjaga.

Jika sekiranya banyak kendala menarik dari potensi sarang burung, mungkin akan efektif jika para wajib pajak pemilik sarang yang kita bidik. Inventaris dengan baik pemiliknya seraya lakukan sosialisasi yang tepat sasaran.

Lantas, kepada para pemilik yang notabene mampu ini bisa kita terapkan pajak/retribusi penghasilan, sehingga tidak hilang sama sekali. Daripada kita berkutat pada pajak eksisiting namun pendapatan terus meredup.

Cara-cara cerdas dalam menggali PAD ini menjadi tugas kita bersama agar kekayaan alam khas ini menyebarkan kesejahteraan meluas kepada seluruh masyarakat Jawa Barat. Semoga. (**)