Memiskinkan Pelaku Pidana Pajak
Kita bisa berkaca dari kasus Gayus Tambunan, oknum pelaku pidana perpajakan. Meski sudah dijatuhi hukuman penjara berat, namun dirinya tidak langsung jatuh miskin sehingga tetap leluasa.
Gayus Tambunan yang meski pegawai golongan staff bisa menghamburkan puluhan miliar rupiah untuk menyuap para penegak hukum agar luput dari jerat hukum.
Malahan kendati ditahan, terdakwa masih sanggup menggelontorkan ratusan juta sebagai upeti kepada para penjaga rutan, sehingga dia bisa keluar masuk rutan, termasuk menonton tenis di Bali.
Ini banyak terjadi dipicu fakta kerap kali tuntutan pidana maupun vonis majelis hakim lebih ringan dari hukuman maksimal yang dicantumkan dalam undang-undang.
Menghadapi situasi yang cukup pelik ini, mencuatlah usulan agar efek jera terasa benar kepada publik yakni memiskinkan terdakwa atau terpidana kasus pidana perpajakan.
Ide itu bukanlah sesuatu yang baru, karena peraturan perundang-undangan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi perpajakan memuat rumusan hukuman berupa kewajiban membayar uang pengganti.
Sanksi di luar hukuman penjara itu berupa keharusan bagi terpidana membayar sejumlah uang yang besarnya sama dengan dana yang diduga dikorupsi. Termasuk di dalamnya adalah kewajiban membayar denda.
Hal ini dirasa wajar karena kalau dilihat dari sisi kekayaannya pun, pelaku tindak pidana pajak bukan berasal dari masyarakat miskin. Jadi, usulan ini tidaklah berlebihan atau emosional.
Terlebih, pelaku tindak pidana pajak bisa dimiskinkan (tanpa melihat pelakunya penyelenggara Negara atau bukan) karena adanya kuasa dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP).
Berdasarkan UU KUP Pasal Pasal 39A huruf a bahwa Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
Kalaulah sekarang usulan pemiskinan ini memang belum sepenuhnya terealisasi, maka harus diakui jika atensi seluruh pihak (termasuk keseluruhan aparat hukum) terhadap isu ini belum demikian kuat.
Jadi, sebagai penutup, perlu kemauan kuat dan dukungan publik masif supaya agar pelaku tindak pidana pajak dapat maksimal dihukum 6 tahun dan denda 6 kali dari jumlah uang yang dicuri.
Dengan penerapan pasal yang bisa memiskinkan ini, maka calon pelaku tindak pidana pajak lainnya akan berpikir ulang sebelum memulai kejahatannya, sehingga uang penerimaan pajak ke negara bisa terus meningkat. **