The Clicking Monkeys

Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mulai berlaku pada hari Senin (28/11/2016), setelah genap sebulan disahkan oleh DPR pada Kamis (27/10/2016) lalu. Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. UU ITE ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. (sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik).

Salah satu pasal yang mengalami perubahan adalah Pasal 27 ayat 3 yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal tersebut mendapatkan penambahan kejelasan atas istilah mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik. Artinya, tak hanya pembuat konten yang bisa dijerat pasal ini, tetapi juga orang yang mendistribusikan (share) dan membuat sebuah informasi dapat diakses.

Berbicara mengenai orang yang mendistribusikan (share), ada sebagian yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok yang dikenal dengan istilah Clicking Monkeys. Istilah ini saya ketahui dari tulisan Pemimpin Redaksi Tempo.co, Daru Priyambodo pada tanggal 15 November 2013. Dalam artikel dengan judul “The Clicking Monkeys”, Pemimpin Redaksi Tempo.co tersebut menyebutkan bahwa Clicking Monkeys adalah “orang yang dengan riang gembira mengklik telepon selulernya untuk mem-broadcast hoax ke sana-kemari, me-retweet, atau mem-posting ulang di media sosial.  Mereka seperti kumpulan monyet riuh saling melempar buah busuk di hutan. Agar tidak ketahuan lugu, biasanya mereka menambahkan kata seperti: “Apa iya benar info ini?” atau “Saya hanya retweet lhoo.”

Clicking Monkeys ini biasanya hanya membaca judul berita saja tanpa membaca isi dari berita tersebut. Beberapa ada yang sampai membaca isi dari berita tersebut namun lupa untuk melakukan pengecekan silang terhadap berita yang sama pada media yang lain ataupun media yang berbeda. Berikut contoh kasus yang diambil dari artikel dengan judul “Jangan Mau Jadi Clicking Monkeys” pada laman situs Diskominfo Provinsi Jawa Barat dimana orang-orang tidak melakukan pengecekan silang terhadap media yang lainnya terkait berita tersebut. Masih ingat ketika muncul foto dari Suriah yang menyiratkan seorang anak terpisah dari keluarganya dan melintasi gurun sendirian demi bertemu kembali dengan keluarganya. Sontak dunia meresponnya dengan beragam empati. Tak lama kemudian, ada media lain yang mengeluarkan foto FULL ternyata si anak memang berjalan melintasi gurun, namun ia tak sendirian karena ada banyak kelompok orang dewasa di depannya. Metode penyebaran berita semacam ini bias dan menyesatkan karena mengotak-atik cara pandang seseorang. Selain mengotak-atik cara pandang seseorang, kombinasi info valid dicampur dengan info palsu biasanya merupakan berita atau sesuatu yang sangat mudah untuk dibagikan oleh para Clicking Monkeys ini. Semakin lugu para clicking monkeys, semakin sukses pula berita tersebut beredar.

Salah satu media daring nasional, detik bahkan membuat kanal khusus untuk membahas apakah berita atau pesan berantai termasuk kategori berita bohong atau tidak. Kanal khusus ini dapat kita manfaatkan untuk melakukan pengecekan silang terhadap berita atau pesan berantai yang kita terima. Bila benar dan dirasa lebih banyak manfaatnya  untuk orang banyak tentu sebaiknya kita membagikan berita tersebut, namun jika lebih banyak kerugiannya jika berita atau pesan tersebut kita bagikan alangkah lebih baik jika kita urunkan niat kita untuk berbagi berita atau pesan tersebut kepada orang lain.

Mari penjadi pengguna media sosial yang lebih arif dan bijaksana dengan mulai membaca setiap berita atau pesan yang kita terima secara lengkap (jangan hanya judulnya saja) kemudian lakukan pengecekan silang terhadap berita atau pesan tersebut dengan media lain yang terpercaya. Hindari menjadi Clicking Monkeys.