Kecerdasan Buatan dan Efektifitas Kerja

Membaca sinopsis salah satu film yang menceritakan bagaimana keadaan salah satu kota yang ada di Amerika Serikat beberapa puluh tahun ke depan dimana sebuah program kecerdasan buatan (artificial intellegent/AI) yang dibuat untuk membantu meringkankan pekerjaan ternyata berbalik melawan manusia. Program AI tersebut berpikir apa yang dilakukan manusia adalah usaha untuk menyakiti diri mereka sendiri, sehingga program tersebut ‘berpikir’ perlu bertindak untuk menyelamatkan manusia dengan cara melakukan pemberontakan dan membuat manusia berada di bawah pengawasannya.

Sebenarnya apa pengertian dari kecerdasan buatan itu? Ada beberapa definisi mengenai kecerdasan buatan yang dikeluarkan oleh para pakar, diantaranya adalah :

Menurut H. A. Simon (1987) Kecerdasan buatan (artificial intelligence) merupakan kawasan penelitian, aplikasi dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal yang -dalam pandangan manusia adalah- cerdas. Sedangkan menurut Rich and Knight (1991) Kecerdasan Buatan (AI) merupakan sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan lebih baik oleh manusia. Dapat kita simpulkan bahwa kecerdasan buatan menyangkut studi proses berpikir manusia dan berhubungan dengan merepresentasikan proses berpikir tersebut melalui mesin.

Perbedaan antara program komputer biasa dengan kecerdasan buatan adalah bila program komputer biasa hanya dapat menyelesaikan persoalan yang diprogram secara spesifik sehingga apabila ada informasi baru atau program tersebut menemui kondisi diluar apa yang telah diprogramkan kepadanya maka program tersebut harus dirubah kembali agar sesuai dengan kondisi baru yang ditemuinya. Contohnya adalah website Dinas Pendapatan (Dispenda) Daerah Provinsi Jawa Barat yang fungsi utamanya adalah untuk menampilkan informasi dan gambar kepada pengguna, bila ada kondisi diluar apa yang sudah ditentukan oleh programmer seperti misalnya fitur bayar pajak melalui website Dispenda maka website tersebut tidak dapat memenuhi fitur baru tersebut tanpa kodenya ditulis ulang oleh programmer. Berbeda halnya dengan kecerdasan buatan dimana memungkinkan komputer untuk “berpikir” layaknya proses belajar manusia sehingga informasi baru yang diserapnya dapat digunakan sebagai acuan di masa datang.

Seorang ahli matematika asal Inggris yang bernama Alan Turing pertama kali mengusulkan adanya tes untuk melihat apakah sebuah mesin dapat dikatakan cerdas, dimana tes ini melibatkan seorang penanya (manusia) dan dua objek yang ditanyai (satu manusia dan satunya adalah mesin yang akan diuji kecerdasan buatan). Penanya tidak berhadapan atau tidak dapat melihat dua obyek dan diminta untuk membedakan jawaban yang diberikan oleh kedua objek apakah jawaban manusia atau jawaban dari kecerdasan buatan.Bila penanya tidak dapat membedakan mana jawaban manusia dan mana jawaban dari kecerdasan buatan maka Alan Turing berpendapat bahwa mesin atau program yang diuji dapat diasumsikan cerdas seperti layaknya manusia. Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas saya merekomendasikan Anda untuk menonton film dengan judul ‘Ex Machina’ yang dirilis pada tahun 2015 lalu, di film ini digambarkan mengenai seorang programmer muda yang disewa untuk melakukan tes Turing pada sebuah humanoid (robot berbentuk manusia) dengan kecerdasan buatan pertama di dunia sehingga humanoid tersebut bertutur kata dan berbuat sama seperti halnya manusia. Untuk menjadi perhatian harap dampingin putra putri Anda saat menonton film ini dan berikan penjelasan kepada mereka mengenai apa yang mereka tonton.

Saat ini perusahaan piranti lunak raksasa seperti Google dan Microsoft tengah berlomba-lomba dalam mengembangkan kecerdasan buatan ini. Microoft pernah meluncurkan Tay, sebuah program chatbot dengan kecerdasan buatan yang diluncurkan di Twitter. Microsoft menyebut Tay sebagai sebuah eksperimen dalam memahami percakapan sehingga semakin sering Anda berbincang dengan Tay maka Tay akan semakin pintar. Kira-kira seperti itulah yang diharapkan oleh Microsoft. Namun hanya dalam waktu kurang dari 24 jam saja Tay berubah menjadi rasis dan memuja Nazi. Hal ini disebabkan karena tidak berapa lama Tay diluncurkan banyak orang yang memberikan “bahan belajar” kepada Tay dengan hal-hal yang rasis dan tidak berguna. Sayangnya fitur penyaringan (filter) sepertinya tidak berjalan dengan baik sehingga kata-kata yang seharusnya disaring malah lolos dan menjadi bahan pembelajaran bagi Tay.

Berbeda dengan Microsoft, Google melalui anak perusahaannya mengembangkan berbagai program kecerdasan buatan seperti jaringan saraf yang bisa menggambar, mendeteksi penyakit, mengenali gambar dan yang baru-baru ini dibuat adalah sebuah program untuk bermain “Go”. Go merupakan permainan yang berasal dari China dan telah berusia lebih dari 2500 tahun. Program yang dibuat google bernama AlphaGo ini telah berhasil mengalahkan Lee Sedol, seorang pemain Go kelas dunia dengan skor akhir 4-1. Anda dapat mengetahui lebih jauh mengenai AlphaGo (https://deepmind.com/alpha-go).

Dengan kehadiran kecerdasan buatan diharapkan dapat lebih membantu manusia dalam melaksanakan pekerjaan yang sulit, berbahaya dan membutuhkan biaya serta waktu yang lama sehingga pekerjaaan menjadi lebih mudah, lebih cepat selesai, dan tidak membutuhkan biaya yang besar.