Sistem Pembayaran Digital Terkendala Budaya Masyarakat

Sistem Pembayaran Digital akan berkembang pesat di Indonesia jika budaya masyarakat dalam aspek keuangan berubah. “Masih lebih banyak facebooker dari pada pemilik akun bank”, dikatakan Menkominfo Rudiantara saat menjadi narasumber pada acara Business Luncheon di Financial Club Graha CIMB Niaga, Senin (16/11).

Menurut Menteri Rudiantara di tengah perkembangan teknologi yang demikian pesat, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang lebih memilih melakukan pembayaran dengan menggunakan uang tunai. “Hal ini disebabkan budaya dan latar belakang masyarakat Indonesian yang sebagian besar masih belum terjamah dengan produk-produk perbankan bahkan ada yang merasa tidak nyaman dengan teknologi pembayaran yang sarat akan isu keamanan, dan menjadikan uang tunai sebagai primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran,” jelasnya.

Rudiantara mengakui di tengah perkembangan teknologi yang semakin canggih dan semakin besarnya nilai transaksi serta makin tingginya resiko yang dihadapi, masyarakat membutuhkan sistem pembayaran yang aman dan lancar menjadi semakin penting. Dengan adanya jaminan keberhasilan sistem pembayaran itu maka dapat mendukung perkembangan sistem keuangan dan perbankan guna menciptakan kestabilan perekonomian.

Hambatan Budaya

Perkembangan alat pembayaran di Indonesia bisa dikatakan maju pesat. Mulai dari pembayaran tunai (case based) ke alat pembayaran non tunai (non cash). Namun sesuai data World Bank pada Global Financial Inclusion Database 2015 baru 35,9% orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Namun, Rudiantara optimistis jika sistem pembayaran digital akan berkembang pesat.

Financial exclusion (keuangan inklusif) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data, jika dibandingkan dengan Filipina, Malaysia, Thailand, bahkan India dan China yang memiliki jumlah penduduk jauh lebih besar dibandingkan Indonesia,” tutur Menteri Kominfo.

Salah satu penyebab rendahnya keuangan inklusif di Indonesia adalah masih rendahnya jangkauan teknologi informasi dan minimnya infrastruktur di daerah-daerah pelosok di Indonesia. Sementara untuk menciptakan keuangan inklusif dibutuhkan adanya industri keuangan yang dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat. “Melalui dukungan sistem pembayaran digital yang handal, cara ini menjadi solusi pengembangan keuangan inklusif di Indonesia,” jelas Menteri Rudiantara.

Menkominfo juga mengatakan hasil refarming frekuensi akan memberikan kemampuan 10 kali lebih cepat dalam komunikasi 4G, tapi untuk bank hanya perlu 2G, lewat SMS banking. Dari sudut pandang keamanan, bahkan lebih aman dari 3G. “Tidak ada alasan mengundur akses perbankan melalui internet, dan dari pada membuat seminar, sebaiknya kita langsung saja terjun membuat aplikasinya, kita punya dananya untuk membangun infrastruktur di area yang jauh,” jelas Menkominfo Rudiantara.

Menkominfo Rudiantara juga menyatakan bahwa tahun 2018 akan terhubung broadband di kota-kota besar di Indonesia, dan saat ini 56% populasi sudah tercover teknologi 2G. “Intinya mau tidak kita mulaifinancial inclusion itu,” tandasnya.