Pelayanan Publik Yang Efektif Dan Komunikatif

Hampir setiap warga negara akan berurusan dengan instansi pemerintahan untuk keperluan administrasi publik. Beraneka dokumen kependudukan dan dokumen usaha, mengharuskan warga negara harus berinteraksi dengan para aparat pemerintah di berbagai lembaga. Sayangnya pelayanan yang diberikan hingga kini dinilai belum memuaskan. Keberadaan Unit Pelayanan Satu Atap (UPTSA) di tingkat pemerintah kota atau kabupaten, belum memberikan layanan yang efektif bahkan masih jauh untuk dapat dikatakan komunikatif.

Pelayanan Negara terhadap warga negaranya merupakan amanat yang tercantum dalam UUD 1945 dan diperjelas kembali dalam UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. UU Pelayanan Publik mengatur prinsip-prinsip pemerintahan yang baik agar fungsi-fungsi pemerintahan berjalan efektif. Pelayanan publik dilakukan oleh instansi pemerintahan atau koporasi untuk dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.

Beragam lembaga penyedia layanan publik milik pemerintah hendaknya berkaca dari pengalaman masa lalu, saat banyak kritikan diarahkan untuk perbaikan kualitas pelayanan publik.  Lembaga-lembaga pemerintah selalu kedodoran dalam menyediakan pelayanan publik. Pengurusan KTP, Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sulitnya memperoleh layanan pendidikan yang mudah dan bermutu, layanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, dan sebagainya, merupakan sebagian kecil dari contoh kesemrawutan pelayanan publik oleh pemerintah. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan semangat reformasi yang sudah berjalan selama lebih dari satu dekade.

Faktor utama yang menjadi penghambat dalam pelayanan publik yang baik dapat dilihat dari dua sisi, yakni birokrasi dan standar pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam tubuh pemerintahan negara Indonesia pada semua jenjang dan jenisnya memiliki sturuktur birokrasi yang panjang, gemuk, dan berbelit. Akibatnya, urusan di lembaga penyedia layanan publik menjadi  berbelit-belitnya dan membutuhkan waktu yang lebih lama serta biaya tinggi. Selain itu, ketiadaan standarisasi pelayanan publik yang dapat menjadi pedoman bagi setiap aparat pemerintah adalah sisi lain yang menjadi kelemahan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang baik. Indonesia sebagai sebuah negara besar yang sedang membangun, harus menyadari jika kebutuhan pelayanan publik yang baik dan berkualitas adalah mutlak.

Di era informasi, pelayanan publik mengahadapi tantangan yang sangat besar. Hal ini berkaitan dengan relasi antara negara dengan pasar, negara dengan warganya, dan pasar dengan warga.  Dahulu, negara memposisikan dirinya sebagai pihak yang paling dominan dalam pelayanan publik. Pasar dan warga negara mau tidak mau harus menerima kondisi pelayanan publik yang tersedia. Tidak sedikit warga negara yang merasa kecewa dengan pelayanan publik yang berpihak pada golongan tertentu, komunikasi yang dibangun oleh aparat penyedia layanan tidak ramah dan cenderung berbelit-belit (tidak efektif).  Seiring dengan perkembangan zaman dan logika, kondisi pelayanan publik yang disediakan mendapat kritikan dari berbagai pihak untuk memperbaiki kualitas komunikasi dan pengelolaan pelayanannya, mengingat tidak semua warga negara dapat menikmati aksesibilitas pelayanan publik yang efektif. Padahal sebagai amanat perundangan, pelayanan publik seharusnya menyentuh semua lapisan tanpa terkecuali dan tetap menjaga etika pelayanan.***