Bersinergi Guna Meningkatkan Pendapatan Daerah

Bersinergi Guna Meningkatkan Pendapatan Daerah

Keinginan Pemerintah Provinsi untuk menyinergikan antar pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Barat masih dirasakan sulit, hal ini terkendala oleh berbagai hal mulai dari kepentingan lokal, perbedaan pandangan hidup (kearifan lokal) dan sebagainya. Namun perlunya sinergitas antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah menuju pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jawa Barat.

Kepentingan Pemerintah Provinsi terkadang dianggap tidak mewakili bahkan meminggirkan kepentingan aspirasi masyarakat lokal, sehingga kerap muncul keinginan untuk memisahkan diri secara legal sebagai pemekaran daerah.  Hasrat untuk memisahkan diri itulah yang dapat mengancam pendapatan asli daerah yang seharusnya dapat dioptimalkan oleh Pemerintah Provinsi.

Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 18 Pemerintah Kabupaten dan sembilan Pemerintah Kota, sudah sepatutnya menjadi provinsi dengan pembangunan daerah terbaik dan tercepat.  Namun hal itu tidak mudah untuk dilakukan, karena harus melalui proses membangun kemitraan yang baik antara pemerintah pusat, kabupaten dan kota.

Menuju Jawa Barat Kahiji maka diperlukan hubungan istimewa yang secara legal dapat dipertanggung jawabkan, sekaligus secara keperdataan dapat  menjamin keselarasan dan adanya persamaan hak dan kewajiban para pihak terkait (provinsi, kabupaten dan kota). Berbagai strategi dengan implementasi yang santun sesuai koridor perundangan mutlak diperlukan oleh Pemerintah Provinsi. Strategi tersebut harus legal dan terstruktur.

Tentu saja Pemerintah Provinsi harus merumuskan strategi yang akan dijalankan, sesuai ruang, waktu dan materinya (dinamis-mutkahir).  Salah satu anjuran pendekatan kemitraan adalah dengan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threatment).  Untuk memiliki kemitraan yang berkualitas, maka semua pihak harus mampu berperilaku menjunjung tinggi persamaan  dan keadilan dalam konteks keperdataan dan bukan karena semata-mata ranah hukum administrasi negara. Hal tersebut harus ditegaskan, mengingat Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki perbedaan baik secara manajerial, struktural dan lainnya yang jika tidak dipertimbangkan  dapat merusak kemitraan yang di dalamnya terdapat kesejajaran secara materiil.

Membangun kemitraan antar daerah bukanlah hal mudah, bahkan di sektor Pendapatan Daerah merupakan hal yang sensitif. Dalam pengurusan sebuah daerah otonom Pendapatan Daerah berintikan hak, kewajiban, proporsi, potensi sumber daya dan perlakuan serta peruntukannya (earmark); perlakuan Pendapatan Daerah harus dipandang secara obyektif dari segala dimensi seperti  tidak hanya melulu kemampuan daya beli masyarakat (ekonomi sosial),  melainkan dari dimensi keadilan distributif (sesuai stratifikasi segmen masyarakat), dimensi tarif (kebijakan nominal tarifan) dan lainya.

Pertimbangan kebijakan perumusan besaran nominal obyek pajak tidak dapat ditentukan secara sepihak, karena berkaitan dengan banyaknya jenis pajak dan retribusi yang harus dibayarkan oleh masyarakat ataupun perusahaan/badan usaha. Terutama masyarakat, harus diperhatikan stabilitas pendapatannya yang akan menghadapi perubahan ekonomi.

Agar tidak terjadi ketimpangan, kegagal-pahaman, dan rasa ketidak adilan, dalam merumuskan strategi sebaiknya Pemerintah Provinsi, kabupaten dan kota, tidak hanya mengikutsertakan dan mengajak kalangan birokrasi saja, para akademisi, tokoh masyarakat bahkan kalangan masyarakat yang termarjinalkan di sebuah daerah wajib diminta pendapat dan pertimbangannya dalam rangka menyinergikan Pendapatan Daerah di Jawa Barat.  Pertimbangan, saran, kritik dan koreksi dari berbagai kalangan tersebut harus ditampung agar tidak terjadi kemerosotan terutama di bidang ekonomi yang akan berdampak pada tingkat pendidikan, kesehatan, serta lainnya.

Namun untuk menyinergikan kekurangan menjadi kemampuan, kelemahan menjadi kekuatan ada beberapa hal yang akan dihadapi oleh ketiga komponen pemerintahan (provinsi, kabupaten dan Kota) diantaranya:

  1. Potensi Pendapataan Daerah secara totalitas berada dalam domain Kabupaten/kota karena Undang-Undang pembentukan Kabupaten/Kota menegaskan tentang batasan (coverage) ruang yang bersifat faktual dimiliki masing-masing daerah, sementara Provinsi lebih mmiliki ruang yang bersifat administratif.
  2. Aspek kewenangan secara administratif dalam penanganan berbagai urusan pemerintahan oleh kabupaten/kota lebih pada ranah teknis kegiatan operasional dan subtansial, sedangkan pada provinsi lebih pada aspek koordinatit, pengawasan, pembinaan dan penentuan standar serta fasilitator.
  3. Jika terjadi ketidaksetujuan/keberatan masyarakat terhadap kebijakan perpajakan dan restribusi, yang menjadi sasaran pendemo adalah Pemerintah Kabupaten atau Kota. Sementara Pemerintah Provinsi hanya akan menjadi  fasilitator untuk adanya kebijakan solusi yang bersifat makro dan universal.
  4.  Tingkat kemiskinan di setiap daerah Kabupaten dan Kota, masih menjadi kendala tersendiri mengingat keterkaitannya dengan tingkat pengangguran di masing – masing yang cukup signifikan.

Sementara dari dimensi internal yang mungkin dialami oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota  diantaranya:

  1. Kualitas sumber daya manusia (aparatur) pada OPD yang belum merata, sehingga masih diperlukan program pendidikan dan pelatihan teknis subtantif dan teknis fungsional yang lebih intensif.
  2. Frekuensi rotasi/mutasi dan alih fungsi aparatur Dipenda terutama di Kabupaten dan Kota harus belum ideal, dan harus mempertimbangkan kecakapan dan keterampilan khususnya di Financial Management dan Fiscal Decentralization.
  3. Rotasi/mutasi pejabat baik di Kabupaten ataupun Kota masih dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik,  hal ini berdampak pada kebijakan yang menyimpang ataupun berubah.
  4. Penggunaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengelola pendapatan belum merata dimiliki oleh Kabupaten dan kota. Mulai dari perangkat keras, perangkat lunak, dan SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di teknologi informasi (TI).

Meski demikian kompleks kendala yang akan dihadapi oleh Pemerintah Provinsi dalam menyinergikan Pendapatan, namun semua pihak harus optimis didasari keinginan untuk maju bersama dengan saling menghormati dan menghargai hak serta kewajiban masing-masing. Mari  Maju bersama menuju Jabar Kahiji, Jabar Kreatif dan Jabar Bestari!