Menggarap Pajak Kosan di Jawa Barat

Sejak lama, Jawa Barat (terutama di Kota Bandung) dikenal sebagai salahsatu kawasan pendidikan terkemuka di Indonesia.

Banyak tokoh besar negeri ini, semisal Bung Karno, B.J. Habibie, Megawati, dan SBY, kuliah di Tatar Parahyangan, Bung Karno dan Habibie di ITB, Megawati di Unpad (keduanya di Bandung) dan SBY di IPB, Bogor.

Situasi ini menggambarkan bahwa perguruan tinggi dan akademisi di provinsi ini menarik minat demikian tinggi bagi masyarakat Indonesia, sehingga berbondong-bondong orang belajar di Jawa Barat.

Mobilisasi ini, mau tidak mau, membuka peluang bisnis di bidang properti. Tepatnya rumah kos-kosan, karena para mahasiswa pendatang tersebut memang harus menyewa tempat tinggal selama kuliah.

Karena itulah, kalau kita perhatikan setidaknya di Kota Bandung, bisnis kos-kosan demikian menjamur di kawasan Dipatiukur dan Tamansari Kota Bandung serta kawasan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Tentu saja, dalam konteks ekstensifikasi pajak, kita bisa melihat aktivitas ekonomi tersebut bisa menghasilkan pendapatan negara. Dan, khusus rumah kosan ini, ada yang disebut dengan Pajak Penghasilan (PPh) final.

PPh Final memiliki subyek pajak adalah pemilik indekos. Atau, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemilik indekos adalah orang pribadi atau badan yang memiliki rumah, kamar, atau bangunan, yang disewakan kepada pihak lain sebagai tempat tinggal/pemondokan dan mengenakan pembayaran sebagai imbalan dalam jumlah tertentu.

Sementara obyek pajaknya adalah penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka syarat subjektif dan syarat objektif sudah terpenuhi, sehingga pemilik rumah indekos harus membayar pajak atas penghasilan dari persewaan rumah indekos, yaitu PPh (PPh) Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final.

Berapakah tarifnya? Seperti dilansir ekstensifikasi234.blogspot.com, tarif PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final atas penghasilan dari persewaan indekos adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan dengan perhitungan sebagai berikut : PPh 4(2) = 10% x jumlah bruto nilai persewaan

Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, dan fasilitas lainnya.

Untuk membayar pajak tersebut, gunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 403. Pembayaran pajak dilakukan di Bank/Kantor Pos. Apabila tidak ada PPh pasal 4 ayat (2) yang terutang dalam suatu bulan maka tidak perlu melakukan pembayaran.

Siapa yang melakukan pembayaran? Apabila yang menyewa adalah orang pribadi maka disetorkan oleh pemilik indekos, namun bila yang menyewa adalah orang pribadi atau badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka dipotong dan disetorkan oleh penyewa, pemilik indekos diberikan bukti potong.

Pembayaran tidak boleh melebihi tanggal 15 bulan berikutnya, bila yang menyewa orang pribadi (bukan pemotong), namun bila yang menyewa pemotong pajak, maka harus dilakukan pembayaran maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.

Nah, apabila sudah melakukan pembayaran, jangan lupa untuk melaporkan SPT masa PPh pasal 4 ayat (2) maksimal tanggal 20 bulan berikutnya. Yang melaporkan adalah pihak yang melakukan pembayaran. Apabila yang bayar pemilik indekos maka yang lapor ya pemilik indekos, tapi klo yang bayar pemotong pajak ya yang lapor juga mesti pemotong pajak.

Kewajiban lain yang harus dipenuhi oleh pemilik indekos adalah mempunyai NPWP cabang atas kegiatan usahanya tersebut. Hal ini bila NPWP induk tidak berada pada satu wilayah KPP dengan lokasi kegiatan usaha indekos tersebut.

Oleh karena itu, agar semuanya merasakan nyaman, ada baiknya kewajiban pajak rumah kosan ini ditunaikan. Jangan sampai kita berbisnis namun berharap tidak membayar apa-apa ke pemerintah.

Atau kita meraup pemasukan sebanyak-banyaknya dari mahasiswa di kosan kita, namun kemudian tidak tahu bahwa ada kewajiban di balik itu. Bagaimanapun, selalu ada peran pemerintah di balik semua pendapatan rakyat Indonesia. **