Singkirkan dan Jauhkan dari Parasit

Dalam komunitas apapun, lingkungan dimanapun, sekalipun yang berbasis agama, rasanya selalu ada golongan oportunis. Maunya enak sendiri, tapi tidaklah mau berkorban untuk sesamanya.

Dalam istilah ilmiah, golongan manusia/kelompok semacam ini kerap disebut free rider. Terjemah bebasnya adalah penumpang gelap. Atau, dalam bahasa pasarannya, biasa kita sebut parasit.

Meskipun bukan hewan atau mikroba, namun sifat parasitnya membuat analoginya hampir sama. Meski manusia secara fisik, namun sifatnya tak jauh beda dengan hama yang menyusahkan yang ditumpanginya.

Dalam konteks perpajakan, free rider adalah mereka pihak yang tidak turut serta berkontribusi dalam membangun negara tetapi ikut menikmati hasilnya. Spesifiknya adalah mereka yang enggan/tidak mau membayar pajak.

Mereka malas menunaikan kewajiban, tapi dalam waktu bersamaan mereka juga menikmati hasil dari penghimpunan pajak. Mereka bahkan berkomentar keras, juga nyinyir soal negara, tapi enggan berkontribusi.

Padahal, jalan yang kita lewati setiap hari di Jawa Barat (termasuk 27 kota/kabupaten di dalamnya) adalah seluruhnya hasil penghimpunan pajak yang salahsatunya dilakukan Dispenda Provinsi/Kabupaten.

Mereka yang pernah duduk di bangku sekolah, terutama negeri, adalah mereka yang peroleh manfaat langsung dari sebaran pajak yang kita bayarkan untuk dinikmati oleh sesama kita juga.

Bensin atau solar, yang kita beli masih relatif terjangkau hari ini (rata-rata dinaikkan Rp2.000 per liter), sesungguhnya hasil subsidi yang antara lain bersumber dari pajak yang kita bayarkan.

Pelayanan pemerintah yang terus berbenah, misalnya Dispenda Jabar menawarkan e-Samsat yang meringankan masyarakat, juga mungkin terjadi karena pajak yang dikumpulkan melahirkan inovasi-inovasi.

Bagaimana dengan puskesmas? Saudara kita yang kurang beruntung masih bisa peroleh layanan gratis –kalaupun bayar tidak terlalu mahal, semuanya juga terjadi karena ada subsidi silang bersumber dari pajak dari kita semua.

Hingga adanya rasanya nyaman karena jaminan keamanan dari polisi dan tentara yang setia bertugas, hanyalah mungkin karena aparat ini juga bekerja nyaman dengan dana operasional yang antara lain berasal dari pajak.

Oleh karenanya, apakah kita rela jika setiap bulannya ada penghasilan kita dipotong pajak (bagi yang jadi karyawan) atau tiap transaksi dipotong pajak (bagi usahawan), tapi masih ada sekitar kita yang berlaku parasit?

Apakah mau kita jungkir balik banting tulang bekerja, namun di saat bersamaan, banyak pihak-pihak sekeliling menjadi free rider yang tanpa rasa bersalah hidup di Indonesia tanpa mau membantu sesamanya melalui pajak?

Bahkan, si parasit yang penumpang gelap ini tanpa malu dan sungkan kerap menjelek-jelekkan negeri tercinta, sekaligus memprovokasi sekelilingnya berlaku serupa untuk tidak taat pajak namun tetap menikmati negeri.

Mereka minum dari air tanah Indonesia, makan dari hasil kekayaan alam negeri, menghirup udara Khatulistiwa, hingga memanfaatkan fasilitas publik di tanah air tanpa mau ikut berkontribusi memeliharanya!

Karena itulah, mari kita persuasi lingkungan sekitar. Mari pengaruhi kolega dan tetangga, agar malu menjadi orang Indonesia yang tinggal di negeri ini tetapi menolak membayar pajak untuk kepentingan bersama.

Kita gugah lingkungan kita, betapa para pejuang kemerdekaan pun berkorban banyak untuk bisa tinggal dan mempertahankan kebebasan bangsa ini. Seluruhnya hasil darah dan airmata!

Mereka rela mengorbankan nyawanya demi kehidupan anak cucu mereka yang lebih baik di masa yang akan datang. Lalu setelah republik ini berdiri akankah kita menelantarkannya?

Mari kita bangun negara ini bersama-sama, sekecil apapun kontribusi kita menunaikan pajak, pastilah sangat berarti bagi Sang Saka Merah Putih. Ayo, kita jauhkan sifat parasit, hindari prilaku free rider! ***