Membuat Hebat Hanya dengan Hebat

Mulai Senin, 20 Oktober 2014, hadir Presiden ke-7 sepanjang sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan selisih kemenagann 8 juta suara, maka Jokowi adalah sang presiden kita periode 2014-2019.
Rasanya masih baru kemarin, jika salah satu program unggulan Jokowi saat kampanye adalah Indonesia Hebat! Indonesia yang kompetitif, maju, kuat, dan tentu saja menyejahterakan masyarakatnya.
Sejumlah media massa nasional, seperti Republika mencatat, setidaknya ada 54 janji presiden terpilih Jokowi dan wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada saat kampanye.
Sebagaimana janji, setelah dilantik nanti, maka ekspektasi bahkan tuntutan publik adalah mewujudkannya. Sebagian janji tersebut antara lain:
a. Menyediakan 1 juta ha lahan pertanian baru di luar Jawa.
b. Mengelola persediaan pupuk dan menjaga harga tetap murah.
c. Pembangunan 25 bendungan.
d. Perbaikan 5.000 pasar tradisional.
e. Mewujudkan tol laut Aceh-Papua.
f.  Bantuan dana Rp 10 juta per tahun untuk UMKM/koperasi.
g. Memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.
h. Membangun 6.000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap.
i. Meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan.
j. Sekolah gratis.
k. Mewujudkan pendidikan seluruh warga negara termasuk anak petani, nelayan, butuh termasuk difabel dan elemen masyarakat lain melalui Kartu Indonesia Pintar.
l. Mewujudkan tol laut Aceh-Papua termasuk ide baru yang muncul pada saat kampanye.
Semua janji ini pastinya tidak mudah. Sekedar perbandingan, tol Trans Sumatera yang panjangnya sekitar 2.700 KM memerlukan biaya sekitar 150 triliun rupiah. Bagaimana tol laut Aceh-Papua? Berapa uang yang harus disediakan?
Belum ada studi kelayakan dan belum dihitung berapa rupiah biaya pembangunannya. Kemungkinan besar, pihak swasta pun tidak ada yang dengan sukarela membangun.
Pembangunan strategis seperti ini harus dibiayai oleh negara. Artinya, pajak harus cukup untuk membayar janji-janji diatas. Tanpa pajak yang hebat, dengan sendirinya sulit mewujudkan banyak hal.
Memang masih ada opsi hutang dari negara atau lembaga dunia lainnya. Akan tetapi, jangan pernah lupa, tak satupun dari kita yang mau sukarela memberi utang dan lantas tidak mengharapkan pelunasan.
Apapun judulnya, semua utang wajib dilunasi. Bukan hanya balik, tapi juga harus ditambah bunga. Bahkan nilai suku bunga ini menjadi daya tarik perbankan kepada masyarakat umum.
Lebih dari itu, utang pun seyogyanya tak bisa selalu dibayar dengan utang. Sampai kapan kita semua cenderung menerapkan manajemen gali lubang untuk tutup lubang lagi? Sampai kapan utang dibayar utang?
Sejarah negara modern memang mencatat hanya sedikit negara yang tidak punya utang. Malah jika kita berandai-andai untuk melunasi utang tersebut, maka sekarang kita harus menghentikan meminta utang untuk membiayai negara.
Akan tetapi, sebagaimana banyak program Indonesia Hebat mengedepankan kemandirian dan kedaulatan bangsa, maka selayaknya manajemen keuangan tak lagi bertumpu pada proses memutar-mutar uang.
Seandainya kita semua kekeuh berharap utang untuk penyelenggaraan negara, berarti kita otomatis merebut hak generasi yang akan datang. Kecuali kita sepakat bahwa utang akan tetap ada sampai negara bubar.
Karena itu, pajaklah yang bisa menjadi harapan, pajaklah yang akan membuat bukan hanya Jokowi, tapi seluruh Presiden Indonesia siapapun dia, akan memungkinkan mewujudkan seluruh programnya yang hebat.
Terlebih, sejak lahirnya bangsa ini seperti termaktub dalam Pasal 23A UUD, negara sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban, termasuk di antaranya adalah memungut pajak.
Bahkan, di beberapa literatur disebutkan, hak negara untuk memungut pajak disebut hak mendahului. Artinya hak ini diatas hak lainnya, sehingga kewenangan instansi perpajakan demikian besarnya.
Dalam konteks ini, bentuk penghasilan yang diambil dari rakyat Inodnesia antara lain disebut Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Royalti pertambangan, bagi hasil minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan, dan pajak lainnya baik yang diadministrasikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Untuk itulah, Jokowi-JK akan sangat logis mengharapkan pendapatan pajak. Sangat riskan jika program yang pasti menyedot uang tadi selalu dibiayai hutang. Ini membuat anak cucu kita terus tersandera hidupnya!
Untuk itulah, terlepas siapapun yang kita dukung kemarin pas Pilpres, sesungguhnya kehebatan negara ini memang akan banyak bergantung pada seberapa kita hebat dan taat menunaikan kewajiban yang berbentuk pajak. (**)