AYAH MENINGGAL | RUMAH YANG DITINNGALI DIGUGAT KAKEK DAN NENEK

Kisah memilukan datang dari Desa Sindang, Indramayu, saat seorang ibu dan dua anaknya terancam terusir dari rumah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun. Rumah tersebut dibangun di atas tanah milik nenek dari pihak ayah, namun menggunakan dana gabungan dari sang nenek, ayah, dan ibu. Pasca kematian ayah mereka akibat tetanus, konflik mencuat. Sang nenek dan kakek justru menggugat mereka ke pengadilan dengan tuduhan penyerobotan.

Keluarga kecil ini kini menjalani proses hukum setelah mediasi di kantor Polisi Militer (Sub Denpom) gagal. Ibu dan anak-anaknya, termasuk Zaki yang masih duduk di bangku SD, menyebut bahwa rumah tersebut dibangun dari hasil usaha bersama semasa ayah mereka masih hidup. Bahkan, keluarga kecil ini mengaku sempat ditekan menandatangani surat pernyataan keluar dari rumah dalam kondisi setengah sadar.

Konflik ini semakin kompleks karena di baliknya tersimpan nilai emosional yang kuat. Cucu semata wayang ini sebelumnya adalah kesayangan sang kakek dan nenek. Namun, sejak kematian ayahnya, situasi berubah drastis. Dugaan muncul bahwa ada pihak ketiga yang memprovokasi, dengan kemungkinan motif terkait warung bakaran ikan yang kini menjadi rebutan lokasi usaha.

Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang hadir dalam pertemuan tersebut menegaskan pentingnya menyelesaikan perkara ini secara manusiawi, mengingat anak-anak yang menjadi korban. Ia menyoroti bahwa masalah ini tidak hanya menyangkut aspek hukum formal, tetapi juga menyentuh nilai moral, warisan, dan hak anak cucu.

Latar belakang konflik:

  • Rumah dibangun di atas tanah milik nenek dari pihak ayah, namun menggunakan dana bersama dari almarhum ayah, ibu, dan nenek.
  • Ayah meninggal akibat tetanus, setelah tertusuk paku saat membakar ikan di usaha warung mereka.
  • Sang ibu dan dua anak digugat oleh kakek-nenek ke pengadilan perdata atas tuduhan penyerobotan rumah dan tanah.
  • Cucu sebelumnya adalah kesayangan kakek-nenek, namun kini diusir setelah ayahnya meninggal.
  • Ada dugaan pihak ketiga memprovokasi, diduga karena tertarik dengan lokasi warung ikan bakar yang cukup ramai.
  • Mediasi di kantor Polisi Militer gagal. Tidak ada solusi saat ditawarkan ganti rugi.
  • Sang Ibu dan dua anak ditekan menandatangani surat pengosongan rumah dalam keadaan setengah sadar.
  • Gubernur Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyayangkan konflik ini, dan menilai perlu pendekatan moral dan kekeluargaan dalam penyelesaiannya.
  • Konflik diduga dipicu urusan usaha warung ikan, bukan sekadar persoalan hukum atau warisan.