WARGA CIREUNDEU TAK MAKAN NASI | HIDUP SEJAHTERA DENGAN SINGKONG DAN DOMBA

Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) mengunjungi Kampung Cireundeu di Kota Cimahi, sebuah kawasan yang masih hijau, rapi, dan mempertahankan kehidupan berbasis tradisi Sunda. Di tengah desakan urbanisasi dan perumahan yang menggerus alam, kampung ini tetap hidup dengan kearifan lokal. Masyarakat di sana tidak mengonsumsi nasi dari beras, melainkan singkong yang mereka tanam, olah, dan konsumsi sendiri. Mereka hidup dari hasil kebun komunal seluas 40 hektar yang digarap secara bergilir.

Dalam interaksi hangat bersama warga, Kang Dedi melihat langsung sistem pangan mandiri yang sudah terbangun: produksi aci (tepung singkong), beternak domba dan ayam, serta tidak bergantung pada bantuan pemerintah seperti PKH. Bahkan, anak-anak diajarkan makan singkong sejak kecil dan hidup tanpa jajanan luar. Kang Dedi pun menyampaikan rencana menetapkan Cireundeu sebagai kawasan cagar budaya berbasis masyarakat tradisi, termasuk menyokong arsitektur SD dari bambu dan menyediakan kambing etawa untuk penguatan ketahanan pangan.

Kondisi Kampung Cireundeu

  • Berlokasi di Kota Cimahi, masih alami, hijau, dan tertata.
  • Masyarakat hidup dengan sistem tradisional dan komunal.
  • Kampung tidak terganggu modernisasi meskipun dikelilingi perumahan.

Ketahanan Pangan Mandiri

  • Sekitar 60 KK (±1000 jiwa) mengelola kebun singkong seluas ±40 hektar.
  • Lahan garapan bersifat komunal, masing-masing warga memiliki hak kelola.
  • Sistem panen bergilir untuk menjaga kontinuitas konsumsi.

Sistem Konsumsi Singkong

  • Tidak ada konsumsi beras; hanya mengolah dan makan singkong.
  • Singkong diproses menjadi aci, lalu dibuat:
  • Aci 1: Dijual ke pabrik atau dijadikan cireng.
  • Aci 2: Dijadikan opak (untuk konsumsi sendiri).
  • Ampas aci: Dijadikan “beras singkong” untuk makan sehari-hari.
  • Tidak ada warga yang menderita diabetes karena pola makan alami ini.

Peternakan dan Ketahanan Ekonomi

  • Warga memelihara ayam kampung dan domba (ada yang punya hingga 10 ekor).
  • Hasil kebun dan ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk listrik dan pendidikan.
  • Beberapa hasil produk seperti aci dijual ke luar kampung.

Nilai Budaya dan Kemandirian

  • Anak-anak diajarkan tidak makan jajanan luar (dalam plastik).
  • Aturan adat melarang makanan luar masuk ke kampung.
  • Gubernur Kang Dedi Mulyadi mendorong riset gizi dan pola makan anak berbasis pangan lokal.
  • Didorong menjadi kampung percontohan pangan organik dan kawasan adat.

Inisiatif dan Dukungan Gubernur Kang Dedi

  • Akan ditetapkan sebagai cagar budaya masyarakat tradisi.
  • SD lokal akan dibangun dengan arsitektur bambu.
  • Rencana pemberian kambing etawa untuk produksi susu dan pendidikan beternak anak-anak.
  • Dukungan agar kampung tidak bergantung pada bantuan sosial.

Pendidikan dan Generasi Muda

  • Anak-anak masih aktif sekolah, sebagian sudah menikah tapi tinggal di kampung.
  • Generasi muda tetap diajarkan nilai-nilai leluhur, seperti konsumsi lokal, kerja gotong royong, dan menjaga kebersihan.