Pendapatan Cukai Rokok Jabar 2025 Baru Tercapai 55%, Gubernur Soroti Lonjakan Harga dan Peredaran Rokok Ilegal
BANDUNG — Realisasi penerimaan cukai rokok di Jawa Barat pada 2025 menghadapi tantangan besar. Hingga awal Agustus, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar mencatat pemasukan dari sektor ini baru mencapai Rp2,4 triliun atau sekitar 55 persen dari target Rp4,1 triliun.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tidak menampik adanya potensi target tersebut meleset. Ia menilai penurunan penerimaan cukai rokok bukan karena berkurangnya jumlah perokok, melainkan akibat kenaikan harga yang mendorong masyarakat beralih ke rokok ilegal.
“Konsumsi rokok tidak berhenti, hanya saja banyak yang beralih ke rokok ilegal karena harganya lebih murah. Kalau ingin penerimaan cukai terjaga, harga rokok sebaiknya tidak terus naik agar masyarakat tidak mencari alternatif ilegal,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Berdasarkan Rancangan APBD Perubahan Jawa Barat 2025, total target Pendapatan Daerah ditetapkan sebesar Rp31,09 triliun. Angka ini naik Rp94,95 miliar atau 0,31 persen dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp30,99 triliun.
Rincian pendapatan meliputi:
- Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Rp19,31 triliun menjadi Rp19,37 triliun atau bertambah Rp64,42 miliar.
- Pendapatan Transfer naik dari Rp11,67 triliun menjadi Rp11,70 triliun, bertambah Rp30,52 miliar (0,26 persen).
- Pendapatan Lain-lain yang Sah tetap di angka Rp23,19 miliar tanpa perubahan.
Sebagai catatan, penerimaan cukai rokok di daerah juga terkait dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). DBHCHT adalah dana yang dibagikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dari penerimaan cukai hasil tembakau.
Dana ini digunakan untuk mendukung berbagai program, mulai dari penegakan hukum terhadap rokok ilegal, pembinaan industri hasil tembakau, peningkatan kesejahteraan petani tembakau, hingga pembiayaan layanan kesehatan.
Dedi menegaskan bahwa pengendalian harga, pemberantasan rokok ilegal, serta pengawasan distribusi menjadi kunci agar pendapatan cukai kembali optimal dan DBHCHT dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pembangunan daerah.



