RAMAI BAHAS GAPURA GEDUNG SATE | INI PENJELASAN FILOSOFIS DAN TEKNISNYA

Pembangunan gapura baru di Gedung Sate, Bandung, telah memicu perbincangan publik. Menanggapi polemik tersebut, Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, mengunjungi lokasi proyek untuk mendengarkan penjelasan langsung dari pihak penyelenggara teknis dan arsitek.

Arsitek yang terlibat, yang berasal dari ITB, menjelaskan bahwa perancangan gapura tersebut didasarkan pada filosofi yang melekat pada Gedung Sate, yaitu percampuran arsitektur Eropa dan lokal (Sunda).

Untuk desain gapura, tim memilih model Candi Bentar yang telah terbukti eksis dan memiliki warisan budaya di Jawa Barat, khususnya budaya Kacirebonan.
Secara filosofis, Candi Bentar (candi terbelah) dipilih sebagai penanda visual untuk menciptakan kesan transisi.

Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki persiapan mental saat memasuki lingkungan Gedung Sate, menandai perpindahan dari ruang yang dianggap profan (biasa) ke ruang yang sakral (pusat pemerintahan). Gapura ini juga dirancang dengan konsep struktur kepala, badan, dan kaki.

Dari sisi teknis, gapura dibangun menggunakan bata interlock yang memiliki mekanisme saling mengunci tanpa memerlukan semen. Proses ini hanya menggunakan lem, yang disebut menyerupai konsep pembangunan candi-candi kuno. Bata yang digunakan dibuat dari tanah liat dan kemudian dicat putih. Pemilihan warna putih bertujuan untuk menciptakan harmoni dan keselarasan dengan bangunan utama Gedung Sate yang didominasi warna putih.

Kang Dedi Mulyadi mengusulkan agar desain gapura yang kaya filosofi ini dapat menjadi acuan untuk batas-batas wilayah di Jawa Barat, mulai dari desa hingga provinsi. Hal ini dinilai dapat memberikan dampak berganda (multiplier effect) dengan menghidupkan kembali industri bata dan genteng lokal, yang saat ini tengah mengalami penurunan.

sumber : https://www.youtube.com/watch?v=v4zEk1OsSg4