KADES WADAS DAN KADES PURWADANA BERSITEGANG | KDM : TANAH NEGARA KOK BERSERTIFIKAT SHM?
KARAWANG – Dialog sengit terjadi antara Kepala Desa Wadas dan perwakilan Desa Purwadana terkait status kepemilikan lahan negara dan pengelolaan saluran air di wilayah mereka. Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) hadir untuk memfasilitasi dan menyoroti kekacauan dalam pembangunan serta penyalahgunaan aset negara.
Inti dari permasalahan ini adalah dugaan adanya sertifikat hak milik (SHM) perorangan yang terbit di atas lahan yang seharusnya menjadi aset negara, termasuk milik Jasa Marga dan Perum Jasa Tirta (PJT).
Dalam diskusi, terungkap bahwa wilayah di sebelah barat Wadas pernah mengalami banjir parah, yang kemudian diatasi dengan pembangunan saluran air menuju Citarum melalui Karang Sinom. Saluran ini awalnya diperjuangkan untuk mengairi sawah di Purwadana, bahkan sempat dibiayai oleh dana IBRD. Namun, proyek tersebut terhenti dan lahan menjadi terbengkalai, bahkan sebagian dikuasai oleh pengembang perumahan melalui sewa dari PJT.
Kondisi saat ini, saluran air yang seharusnya mengalir ke Purwadana menjadi buntu, mengakibatkan banjir tahunan. Muncul usulan pengalihan saluran ke Kali Cisalak, yang langsung ditolak keras oleh masyarakat karena dikhawatirkan akan memicu banjir parah di kawasan Gebluk. Masyarakat menuntut agar aliran dikembalikan ke jalur semula yang lebih aman.
Kepala Desa Wadas menyampaikan temuannya di lapangan mengenai bangunan liar di atas lahan Jasa Marga dan lahan PJT yang tiba-tiba bersertifikat SHM. Ia menuding Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak melibatkan pemerintah desa secara memadai dalam proses pengukuran dan penerbitan sertifikat. Menurutnya, praktik ini sering terjadi di mana penjual lahan hanya menunjuk batas tanah, yang kemudian diukur dan disertifikasi, terutama pada program ajudikasi di masa lalu.
Dedi Mulyadi menekankan pentingnya mengembalikan fungsi sungai dan aset negara yang telah dialihfungsikan. Ia mengkritisi perizinan pembangunan (IMB) yang hanya bersifat administratif tanpa mempertimbangkan aspek teknis, menyebabkan bencana lingkungan.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui KDM menyatakan kesiapan untuk menanggung biaya pemulihan seluruh aset pengairan. Pihak BPN menyambut baik inisiatif tersebut dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan PJT dan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) untuk mendelineasi peta kerja, mengukur ulang, dan memastikan aset negara kembali ke fungsi asalnya demi kepentingan publik.
Diskusi ini diakhiri dengan kesepakatan bahwa semua pihak akan segera turun ke lapangan untuk memulai proses penertiban dan normalisasi aset secara berkelanjutan.
sumber : https://www.youtube.com/watch?v=1GAl9MdXLB0



