BERTEMU WARGA BANJAR: KDM Sebut Proyek Korup Ciptakan ‘Neraka’ di Hati, Pemimpin Harus Utamakan Kemakmuran Rakyat
BANJAR – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) dalam pertemuan dan dialog budaya dengan warga Banjar menyampaikan pandangan mendalam mengenai filosofi kepemimpinan, integritas proyek pembangunan, dan pentingnya harga diri (dignitas) dalam masyarakat. KDM menegaskan bahwa pemimpin sejati harus mengutamakan kemakmuran rakyat di atas segalanya, sementara korupsi proyek pembangunan dapat menciptakan “neraka” di hati para pelakunya.
Pemimpin Sejati Bukan Hanya Tukang Tapa
KDM membuka dialog dengan membahas konsep Sunda tentang “Lembur Matuh Dayeuh Maneuh Banjar Karang Pamidangan” (kampung yang mapan, negeri yang tetap) yang harus dilandasi oleh sikap Istiqomah (keteguhan hati).
Ia mendefinisikan Istiqomah bagi seorang pemimpin bukan hanya sebatas rajin beribadah di masjid atau rutin bertapa.
“Pamimpin nu menekung kanu agung [yang mendekatkan diri kepada Tuhan] itu lain pamimpin nu unggal poe di masjid wae,” ujar KDM.
Kepemimpinan yang sejati adalah pemimpin yang mendedikasikan seluruh dirinya (awakna) untuk membangun kemakmuran rakyatnya. Pemimpin yang baik adalah yang menerapkan prinsip: “Sedikit mencukupi, banyak tersisa” (saeutik mahi loba nyesa), serta mengutamakan belanja untuk rakyat ketimbang belanja untuk diri sendiri.
Jalan Leucir dan Neraka di Dunia
KDM menggunakan analogi pembangunan jalan untuk menjelaskan pentingnya niat suci dalam setiap proyek. Ia menyebut kewajiban pemimpin adalah menyediakan “Jalan Leucir” (jalan yang mulus dan lurus), yang disamakan dengan Shiratal Mustaqim (jalan keselamatan).
Jalan akan menjadi mulus jika semua pihak, mulai dari Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Kepala Dinas PU, kontraktor, mandor, tukang hingga supir truk, memiliki “Cahaya” (Nur) dalam hati, yang disimbolkan dengan kalimat Lailahaillallah. Proyek yang didasari Lailahaillallah adalah proyek yang suci.
Sebaliknya, jika niatnya adalah korupsi “kajeun teuing jalan ruksak nu penting untung gede” (biarlah jalan rusak, yang penting untung besar) maka proyek itu akan menciptakan “Neraka” di dunia.
“Naraka ayeuna naon? Panas ngentab dinu hate (panas menyala di hati),” tegas KDM.
“Neraka” di hati itu muncul ketika uang hasil korupsi proyek dibawa pulang, namun justru melahirkan perselingkuhan dan pertengkaran dalam rumah tangga, sebab rezeki tersebut tidak berkah.
Harga Diri di Atas Bantuan Sosial
KDM juga mengkritik ketidakberkahan dalam proses pendataan dan penyaluran bantuan sosial (BLT) yang kerap kali tidak didasari ketulusan.
Ia mencontohkan sikap orang yang “Nu Hade” (yang baik) atau memiliki Spirit Siliwangi. Orang baik adalah mereka yang berani menolak bantuan sosial, bahkan ketika kelaparan.
“Hapunten abdi mah tong dipasihan… harga diri jeung kahormatan daripada aing meunang BLT kajun teuing aing kalaparan, harga diri aing mampu keneh maraban anak pamajikan ku kesang aing sorangan,” KDM mencontohkan dialog warga yang menjunjung tinggi martabat.
Ia menyimpulkan, jika semua pihak yang mendata, yang menerima, dan yang tidak menerima sama-sama tidak tulus, maka semua pihak tersebut adalah “Ahli Neraka” karena hatinya penuh dengan amarah dan kebencian.
KDM menutup dialog dengan menyindir kebiasaan masyarakat kini yang memilih curhat masalah rumah tangga, termasuk perselingkuhan suami, melalui platform TikTok daripada berbicara dengan orang tua, menunjukkan hilangnya jalur komunikasi tradisional.
sumber : https://www.youtube.com/watch?v=Xl9q5DscuqA



