INI ARAH KEBIJAKAN KDM JALANKAN RESTORATIVE JUSTICE | WUJUDKAN HUKUM YANG BERKEADILAN

BEKASI – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menegaskan komitmennya untuk mewujudkan hukum yang berkeadilan melalui kebijakan Restorative Justice (Keadilan Restoratif), yang ditransformasikan menjadi hukuman berbasis sosial dan kemanusiaan.

Hal ini disampaikan KDM dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Jaksa Muda Tindak Pidana Umum dan jajaran Kejaksaan, serta para bupati/walikota di Bekasi.

Memperbaharui Masyarakat, Bukan Memperburuk Kriminalitas

KDM membuka pidatonya dengan menyampaikan mimpi lamanya sejak menjabat bupati pada tahun 2013, yaitu membangun konstruksi hukum adat desa agar pidana skala kecil akibat keterdesakan ekonomi dapat diselesaikan secara musyawarah. Hukuman dapat berupa kerja sosial seperti membersihkan sungai, nyangkul di sawah, atau memelihara ternak.

KDM menyoroti bahwa lembaga pemasyarakatan (lapas) saat ini gagal melahirkan kesadaran. Ia menyebut lapas seringkali menjadi sekolah kejahatan; narapidana yang masuk karena mencuri ayam bisa pulang dengan keahlian mencuri sapi atau mobil, atau pemakai narkoba pulang menjadi pengedar hingga bandar.

“Siklusnya adalah negatif, karena siklus negatif harus dirubah menjadi hukum sarana membangun keadilan.” ucap Dedi Mulyadi.

KDM Wujudkan Keadilan dengan Solusi Sosial

Untuk menekan angka kriminalitas yang disebabkan kemiskinan dan keterdesakan ekonomi, Pemprov Jabar mengambil langkah nyata, termasuk:

  • Layanan Kemanusiaan: Pemprov Jabar membuka layanan pengaduan di Balai Kapeurih (rumah gubernur Dedi Mulyadi) dan Balai Pananggaran (Gedung Sate). Layanan ini fokus pada penyelesaian masalah kesehatan (BPJS, biaya tunggu di rumah sakit, ongkos bolak-balik) dan masalah pendidikan (uang sekolah swasta, tas, sepatu). Dana yang digunakan bersumber dari Bantuan Operasional Gubernur dan program “sehari seribu” dari ASN Jabar.
  • Integrasi Eks-Napi: Bagi narapidana yang akan keluar dari lapas dengan kasus non-pembunuhan dan telah menunjukkan perubahan perilaku, Pemprov akan menyiapkan mobil penjemput, tiket, dan bekal kebutuhan pokok keluarga untuk 1 bulan agar kepulangan mereka disambut sukacita.
  • Program Padat Karya: Eks-narapidana akan diintegrasikan ke program padat karya yang diperbanyak pada tahun 2026, termasuk pembuatan drainase di jalur provinsi, penyediaan penyapu jalan, penanganan daerah aliran sungai (DAS), dan program Karya Bakti TNI.

Filosofi Pembangunan Lima Poin KDM

KDM memaparkan filosofi pembangunan Jawa Barat yang harus mengalir dan berkeadilan, yang disingkat menjadi lima poin:

  • Jalan Lecir (Jalan Mulus): Infrastruktur jalan yang baik akan melahirkan transportasi publik yang murah.
  • Cai Ngalir (Air Mengalir): Mengatasi bencana seperti banjir di Bandung dan Bekasi dengan menormalisasi saluran air yang tersumbat sampah dan pendangkalan sungai.
  • Beuteung Rakyat Buncir (Perut Rakyat Penuh): Rakyat tidak boleh lapar. KDM menyebut pemimpin harus banyak puasa, sementara rakyat harus terjamin makanannya.
  • Huntu Rakyat Nyengir (Gigi Rakyat Tersenyum): Rakyat harus bahagia dan terhibur. Pemimpin harus sering melucu dan membawa hiburan seperti wayang atau lawakan keliling.
  • Kanjut Rakyat Ngacir (Alat Vital Rakyat Lancar): Ini adalah metafora bagi layanan negara, termasuk menyediakan rest area yang murah dan gratis bagi sopir truk untuk beristirahat agar terhindar dari kecelakaan akibat mengantuk (yang KDM sebut dapat mengakibatkan kejahatan karena irasional).

Keadilan Pajak dan Keberanian Pemimpin

Untuk mendanai solusi sosial ini, KDM menekankan pentingnya Keadilan Pajak. Daerah industri dan daerah penghasil sumber daya alam (hulu/penghasil oksigen) yang selama ini mengalami polusi dan kerusakan lingkungan harus mendapat distribusi pendapatan pajak yang proporsional dari provinsi dan kabupaten.

KDM juga mengingatkan para bupati/walikota untuk memiliki “nyali” dalam menegakkan peradaban, seperti menertibkan bangunan liar di bantaran sungai, tanpa takut tidak terpilih kembali.

KDM menutup pidatonya dengan menyatakan bahwa filosofi hukum dan pembangunan yang ia bawa adalah siklus yang harus hidup, memastikan setiap langkah kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melahirkan keadilan sosial. Meskipun Pemprov Jabar mengalami penurunan fiskal sebesar Rp 2,458 triliun, KDM memilih untuk mengurangi beban rutin birokrasi (seperti WFH bagi pegawai) dan menaikkan belanja publik, demi membuktikan bahwa uang yang sedikit dapat melahirkan hasil yang berbukit. Pertemuan ini diakhiri dengan penandatanganan kerja sama antara Kejaksaan dan Pemprov Jabar.