KDM BENGONG SAAT ALIRAN SUNGAI DIKLAIM HAK MILIK DAN DISEWAKAN UNTUK SHOWROOM

PURWADANA, KARAWANG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) dibuat terkejut dan marah saat menemukan adanya klaim hak milik dan bahkan praktik penyewaan daerah aliran sungai (DAS) atau saluran irigasi sekunder kepada pihak swasta, termasuk untuk bangunan komersial seperti showroom Honda Komala. Temuan ini diyakini sebagai penyebab utama banjir dan terganggunya akses air bagi lahan pertanian di sekitarnya.

Klaim Hak Milik di Atas Saluran Air Warisan Belanda

Dalam inspeksi mendadak (sidak) di lokasi, Dedi Mulyadi mendapati bahwa aliran sungai/saluran air sekunder yang merupakan aset negara dan peninggalan zaman Belanda telah diklaim dan disertifikatkan secara sepihak oleh ahli waris sejak tahun 1964. Klaim ini mencakup area yang luas hingga ke ujung saluran.

Temuan ini diperkuat dengan keberadaan batu saksi yang diyakini sebagai batas sungai, menunjukkan bahwa area tersebut secara historis adalah saluran air. Lalu, bangunan-bangunan didirikan di atas gorong-gorong yang berada di atas permukaan air, menyalahi fungsi utama saluran. Selain itu pengklaiman secara sepihak oleh ahli waris menjadi hambatan proses normalisasi aliran sungai.

“Ya mengklaimnya apa dasarnya kan ini jelas sungai. Jadi nu pusing teh ada oknum-oknum, Pak. Kalau ada yang siapapun yang mengintimidasi untuk mensertifikatkan ini, gubernur bertanggung jawab.” ujar Dedi Mulyadi.

Skandal Penyewaan DAS oleh PJT untuk Showroom

Kejanggalan terbesar yang membuat Dedi Mulyadi “bengong” adalah adanya praktik penyewaan lahan di atas saluran air oleh Perusahaan Jasa Tirta (PJT) kepada pihak swasta, seperti showroom dan bengkel Honda Komala. Pemilik showroom mengakui bahwa sekitar 6.000 meter persegi tanahnya bersertifikat, sementara sisanya disewa secara resmi dari PJT .

Dedi Mulyadi mengkritik keras tindakan PJT yang menyewakan daerah aliran sungai (DAS) untuk kepentingan komersial, padahal seharusnya area pengaman tersebut dibiarkan terbuka sebagai saluran dan bukan disewakan.

“Kenapa PJT sewain lahan? Kenapa daerah aliran sungai disewain pengamannya? Harus kan dibikin saluran bukan disewakan. Disewakannya di atasnya ada gedung, ya salah, Pak, ya salah, Pak, ya.” ujar Dedi Mulyadi.

Dampak Lingkungan dan Ancaman Banjir

Akibat klaim dan penutupan saluran air, ekosistem perairan dan pertanian di wilayah hilir terganggu. Air yang seharusnya mengalir lancar menuju persawahan seluas 50 hektar di seberang tol menjadi meluap dan kembali ke atas permukaan, yang merupakan penyebab utama banjir.

Dedi Mulyadi menekankan bahwa masalah ini harus segera diselesaikan dengan normalisasi total untuk mencegah banjir berulang. Ia bahkan mengultimatum warga yang tidak mendukung pembukaan kembali sungai.

“Gini aja, kalau saya gubernur kan satu. Kalau enggak mau dibenerin, kalau nanti hujan enggak usah minta tolong kalau banjir. Ya udah jangan teriak-teriak, nikmatin aja banjir. Ini kan banyir tidak mau, bikin sungai tidak mau, buang sampahnya ke sungai, tapi ingin bebas banjir.” ungkap Dedi Mulyadi.

Tindak Lanjut: Normalisasi Mendesak dan Proses Hukum

Dedi Mulyadi segera meminta tim di lapangan untuk menyiapkan alat berat dan mengalokasikan anggaran yang tersisa untuk melakukan normalisasi total tanpa menunggu tahun anggaran baru. Area yang disewakan untuk showroom akan dibuka kembali sebagai saluran air. Ia juga memerintahkan agar setiap bangunan di atas sepadan sungai, termasuk rumah makan, dibongkar tanpa pandang bulu.

Ia meminta Kepala Desa setempat untuk berkoordinasi dengan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) memasang plang peringatan di lokasi dan mengancam melaporkan oknum yang terlibat dalam pensertifikatan lahan sungai kepada Krimsus Polda .