PERUSAHAAN BANTAH PENGAMBILAN AIR BISA TIMBULKAN PERGESERAN TANAH DAN LONGSOR
BANDUNG – Isu pengambilan air bawah tanah oleh industri air minum kemasan (AMDK) PT. Tirta Investama Subang (Danone Aqua) yang dituding menjadi pemicu longsor dan pergeseran tanah di kawasan pegunungan ditanggapi langsung oleh perwakilan perusahaan air mineral terkemuka. Dalam dialog terbuka dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), pihak perusahaan memaparkan data ilmiah untuk membantah tuduhan tersebut.
Perusahaan meyakinkan bahwa praktik mereka aman dan tidak merusak lingkungan, bahkan mengungkap anomali birokrasi terkait pungutan air.
Bantahan Longsor: Pengeboran Aman, Dampak Kurang dari 1%
KDM secara tajam mempertanyakan apakah longsor maut yang terjadi di dekat sumber mata air mereka, yang menelan korban jiwa, memiliki relevansi dengan praktik pengambilan air. Pihak perusahaan menjawab tegas:
– Tidak Ada Relevansi: “Tidak ada [relevansi],” jawab perwakilan perusahaan. Mereka menjelaskan bahwa penyebab longsor adalah curah hujan ekstrem dan kondisi sawah di atas lereng yang memiliki plastisitas tanah tinggi (tidak mengikat), sehingga mudah longsor.
– Neraca Air Surplus: Pengeboran air yang dilakukan perusahaan tidak memengaruhi debit sungai atau ketersediaan air bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan studi neraca air, total pemakaian air oleh perusahaan hanya kurang dari 1% dari total air yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS).
– Konservasi Wajib: Untuk menjaga keberlanjutan sumber air, perusahaan melakukan inisiatif konservasi di daerah resapan, termasuk penanaman pohon dan pembangunan sumur resapan, yang volumenya dihitung agar sama dengan air yang mereka ambil.
KDM Kritik Prioritas CSR dan Biaya Mitigasi
KDM melontarkan kritik keras, mengapa perusahaan memilih melakukan CSR di tempat lain, padahal mereka mengetahui sawah seluas 3 hektar di lokasi rawan longsor dapat dihutankan atau dibebaskan.
“Kenapa sawahnya tidak dibebaskan kemudian dihutankan? Sampai hari ini loh,” desak KDM.
Perusahaan menjawab bahwa lahan tersebut milik perorangan dan terkendala pembebasan. Namun, KDM langsung mengoreksi, dengan menyebut biaya pembangunan turap dan saluran air (sekitar Rp2,5 miliar) kemungkinan lebih mahal daripada membeli 3 hektar sawah, yang ditaksir seharga Rp1,5 miliar.
“Saya tanya, beli bangun saluran itu turap segala macam habis enggak Rp2,5 miliar? Beli sawah itu 3 hektar Rp1,5 miliar sudah dijual, Pak,” kata KDM, menyimpulkan bahwa lebih baik mengeluarkan biaya mahal untuk mitigasi daripada menanggung biaya bencana.
Kualitas Air dan Propaganda Marketing
KDM juga menyampaikan keresahan publik tentang propaganda dan marketing yang membedakan harga air. Ia mempertanyakan, mengapa air dalam kemasan kaca yang dijual Rp15.000 memiliki kualitas yang sama dengan air botol plastik harga Rp2.000.
– Kemasan Lebih Mahal: Pihak perusahaan membenarkan bahwa air dengan merek yang sama, baik dalam botol beling atau plastik, memiliki kualitas dan standar yang sama. Yang membedakan harga adalah kemasannya (kaca lebih mahal) dan logistik pengiriman.
– Keunggulan Sumber Dalam: Menanggapi isu kualitas air, perwakilan perusahaan dan tim KDM sepakat bahwa air yang diambil dari pengeboran dalam 100 meter adalah yang paling aman dan berkualitas, dibandingkan air permukaan atau air dangkal.
Isu Boikot dan Keberpihakan Fiskal
KDM menyentil isu politik yang sering menargetkan perusahaan, di mana muncul propaganda bahwa air diambil dari Indonesia, tetapi sebagian besar uangnya lari ke luar negeri (pemegang saham mayoritas Danone di Paris).
– Saham Lokal: Perusahaan mengklarifikasi bahwa keluarga pendiri masih memegang saham sekitar 15% dan duduk di jajaran direksi.
– Desakan NPWP Jawa Barat: KDM mendesak perusahaan untuk memindahkan kantor pusat dan NPWP-nya ke Jawa Barat. Ia beralasan, sumber air berasal dari Subang, Cianjur, dan Sukabumi, namun pembagian hasil pajak (NPWP) tertinggi dibayarkan di tempat lain, yang dinilai tidak berkeadilan.
– Tiga Pungutan: KDM berkomitmen menghapus anomali birokrasi, memastikan tidak ada lagi pungutan selain pajak air. Pajak air ini harus diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat setempat.
Sebagai penutup, KDM meminta seluruh perusahaan air mineral untuk segera mengubah transporter pengiriman menjadi kendaraan dua sumbu pada 2 Januari, sebagai upaya menjaga infrastruktur jalan di Jawa Barat.



