BANJIR TERUS MELANDA – ALIRAN SUNGAI BERUBAH JADI MESS DAN PERMUKIMAN

KARAWANG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), melakukan inspeksi mendadak di salah satu titik aliran sungai di Karawang yang menjadi penyebab langganan banjir. KDM menemukan fakta mengejutkan, di mana aliran sungai yang berada di bawah kewenangan BBWS Citarum (Balai Besar Wilayah Sungai, UPT Kementerian PUPR), telah berubah fungsi dan lebar akibat adanya pembangunan permanen, termasuk sebuah mess dan yayasan pendidikan yang berdiri di atas sempadan.

Peninjauan ini dilakukan KDM saat memantau proyek normalisasi dan perbaikan saluran air yang merupakan karya bakti TNI-Kodim 0604/Karawang. Proyek tersebut terhambat karena bangunan-bangunan yang menyempitkan sungai.

Abrasi dan Sertifikat di Tengah Sungai
KDM mendatangi langsung bangunan mess yang ditempati oleh sebuah yayasan pendidikan Tahfiz Al-Qur’an. Pihak yayasan mengklaim bangunan itu legal karena berada di dalam sertifikat tanah milik pribadi yang dibeli pada 2013, dengan sertifikat terbit sejak 1997.

– Kritik KDM terhadap Sertifikat: KDM menegaskan bahwa walaupun tanah telah bersertifikat, secara aturan tata ruang, sempadan sungai tidak boleh didirikan bangunan. Ia pun mempertanyakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang bisa dikeluarkan untuk lahan tersebut.

– Teori Abrasi vs. Penyempitan: Pihak yayasan berargumen bahwa bangunan mereka kini terlihat menonjol karena abrasi yang mengikis tanah di sekitarnya. Namun, KDM membantah, menjelaskan bahwa justru keberadaan tembok bangunan yang kokoh itu menahan abrasi, sehingga air terpaksa mengikis tanah di sisi lain, membuat bangunan tersebut kini tampak berdiri di tengah aliran.

Solusi Tegas: Pembebasan Lahan dan Relokasi

Demi kelancaran program normalisasi sungai sekaligus memastikan pendidikan tetap berjalan, KDM mengambil keputusan cepat dengan opsi pembiayaan dari Pemerintah Provinsi:

– Pembebasan Lahan: Karena bangunan berdiri di atas lahan bersertifikat, KDM menginstruksikan agar proses pembebasan lahan dan ganti rugi dilakukan pada tahun anggaran 2026.

– Bantuan Relokasi Yayasan: KDM menjanjikan bantuan pembangunan mess/sekolah baru melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) seperti dari BJB Peduli. Bantuan ini diberikan agar yayasan tidak terhenti, dengan catatan bangunan relokasi tidak lagi berada di sepadan sungai.

“Kita kan ingin tanpa banjir pendidikan tapi berjalan… Solusinya, tanahnya dibebaskan karena bersertifikat, dua bangunannya dipindahkan, direlokasi,” tegas KDM, memastikan kasus ini mendapat solusi.

Kritik Keras: Sungai Jadi Sasaran Buangan Industri Elit

KDM kemudian mengalihkan sorotannya pada akar masalah banjir Karawang yang terus berulang. Menurutnya, banjir adalah konsekuensi logis dari kerusakan tata ruang yang diciptakan sendiri.

KDM memaparkan lima alasan Karawang menjadi langganan banjir:

1. Hulu yang rusak (area resapan air habis).

2. Daerah Aliran Sungai (DAS) menyempit dan mendangkal.

3. Sempadan sungai berganti menjadi bangunan permanen.

4. Rawa-rawa berubah menjadi permukiman.

5. Danau-danau hilang dan berganti menjadi pertokoan.

– Paradoks Kawasan: KDM menemukan fakta mencengangkan bahwa seluruh kawasan elit di wilayah Karawang, termasuk KCIC, Pertiwi Lestari, dan Sedana Golap, yang mencakup area 15.000 hektar, membuang airnya ke sungai kecil yang kini bermasalah tersebut.

Ketidakjelasan Anggaran BBWS Citarum dan Pajak Industri

KDM juga menyinggung masalah diskoneksi fiskal, di mana pajak besar yang dihasilkan kawasan industri tidak dialokasikan kembali untuk normalisasi sungai yang menampung limbah air mereka.

“Sedana menghasilkan pajak, KCIC menghasilkan pajak… Pajak-pajaknya itu digunakan untuk normalisasi sungai. Harusnya begitu,” sorot KDM.

Meskipun BBWS Citarum menyatakan belum memiliki anggaran untuk normalisasi sungai tersebut hingga 2026, KDM mendesak agar Pemerintah Kabupaten Karawang segera mengambil langkah. KDM siap mengalokasikan Bantuan Keuangan Provinsi untuk penanganan banjir, mengingat infrastruktur jalan di Karawang sudah relatif aman. KDM menegaskan pentingnya aksi cepat Pemda daripada harus menunggu anggaran BBWS Citarum turun, yang dikhawatirkan akan membuat warga kembali menanggung kerugian banjir.