HOROR DI PARUNG PANJANG | KISAH PILU KORBAN KECELAKAAN TRUK TAMBANG

Bandung – Parung Panjang telah lama menjadi arena “tragedi kemanusiaan” akibat lalulintas truk-truk tambang yang masif dan tak terkendali. Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), dalam pertemuan dengan para korban kecelakaan, mengakui bahwa kondisi ini adalah kelalaian negara yang membiarkan peristiwa tragis berulang terus-menerus tanpa solusi yang memadai. Kehadiran truk-truk besar ini telah menciptakan suasana horor dan depresi tinggi bagi warga yang setiap hari harus berhadapan langsung dengan ancaman maut di jalanan.

Data yang diungkapkan menunjukkan betapa parahnya dampak tragedi ini. Total korban meninggal dunia akibat kecelakaan truk tambang telah mencapai 35 orang, dengan 19 orang menderita luka berat dan 19 orang lainnya mengalami cacat permanen. Angka-angka ini menunjukkan rentetan peristiwa yang tak terputus, di mana setiap hari masyarakat harus bergumul dengan maut hanya untuk beraktivitas. Jika dibiarkan, korban jiwa dan luka parah dipastikan akan terus bertambah.

Salah satu kisah pilu dialami oleh seorang bapak yang hadir dalam pertemuan tersebut. Ia menderita cacat permanen dan kini tidak bisa berjalan atau bekerja setelah sepeda motornya disenggol truk tambang. Yang memprihatinkan, tidak ada pertanggungjawaban dari pihak truk yang menabrak; korban dibiarkan mengurus pengobatannya sendiri tanpa ada biaya yang ditanggung. Akibatnya, ia dan istrinya yang kini harus berjualan soto di pinggir jalan dengan penghasilan yang tidak menentu

Kisah lain yang lebih mengerikan datang dari korban bernama Devi, yang ditabrak dan dilindas oleh truk tambang. Dalam pengakuan saksi, sopir truk memiliki niat untuk melindas korban hingga meninggal (dibablasin). Tradisi ini dilakukan karena, menurut logika sopir dan perusahaan, biaya santunan untuk korban meninggal lebih kecil (sekitar Rp25 juta dari Jasa Raharja) dibandingkan biaya pengobatan yang akan berkelanjutan dan mahal jika korban selamat. Devi sendiri hanya dibiayai 10 hari dan akhirnya harus keluar dari rumah sakit karena perusahaan lepas tangan.

Fakta mengejutkan terungkap bahwa perusahaan tambang tidak pernah rugi akibat kecelakaan, bahkan diyakini bisa meraup keuntungan dari tragedi yang menimpa masyarakat. Setiap truk yang beroperasi telah diasuransikan mulai dari mobil, sopir, hingga muatan sehingga klaim asuransi selalu keluar untuk menutupi kerugian. Hal ini menimbulkan ironi di mana nyawa dan penderitaan masyarakat dijadikan komoditas yang menjamin kelangsungan bisnis perusahaan.

Menanggapi kelalaian ini, Gubernur Dedi Mulyadi bertekad untuk “menghadirkan negara” bagi para korban. Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera memberikan santunan kepada seluruh korban, antara lain: Rp25 juta bagi yang meninggal, Rp20 juta bagi luka berat, Rp15 juta bagi luka ringan, dan Rp50 juta bagi yang cacat permanen. Selain kompensasi, Pemprov juga menyediakan 200 pengacara untuk mendampingi warga melakukan gugatan pidana dan perdata terhadap pihak yang bertanggung jawab.

Selain kompensasi, KDM juga fokus pada solusi jangka panjang. Ia telah meminta Kepala Dinas PU Jawa Barat untuk segera menyelesaikan pembangunan infrastruktur jalan di Parung Panjang, dengan target penambahan minimal 3 km di tahun ini dan tuntas di tahun depan. Lebih lanjut, bagi korban yang cacat permanen, KDM memberikan modal usaha sebesar Rp50 juta agar mereka bisa bangkit dan mandiri, seperti yang diterima oleh istri korban yang berencana membuka warung kelontong dan galon/gas LPG.

Kondisi ini menciptakan dilema bagi warga: mereka nyaman dengan jalan yang sepi dari truk, meskipun pendapatan dari warung merosot drastis (dari Rp100.000 menjadi Rp20.000), tetapi trauma akan kecelakaan membuat mereka memilih kenyamanan. KDM menegaskan akan mencari rumusan terbaik agar Parung Panjang tidak lagi menjadi “neraka” bagi warganya. Komitmen politik ini menjadi titik terang harapan bagi masyarakat yang telah lama menderita di bawah ancaman dan polusi truk tambang.

Poin-Poin Utama Kisah Pilu Korban Kecelakaan Truk Tambang

  • Total Korban: 35 orang meninggal, 19 orang luka berat, dan 19 orang cacat permanen akibat kecelakaan truk tambang
  • Pengakuan KDM: Mengakui kondisi Parung Panjang sebagai “tragedi kemanusiaan” dan “kelalaian negara” yang tidak hadir memberikan solusi.
  • Cacat Permanen Tanpa Biaya: Korban cacat permanen akibat disenggol truk dibiarkan tanpa pertanggungjawaban atau pembiayaan pengobatan oleh pihak penabrak.
  • Tradisi “Bablas”: Sopir terkadang sengaja melindas korban hingga meninggal, karena santunan kematian (Rp25 juta dari Jasa Raharja) lebih murah dibandingkan biaya pengobatan berkelanjutan bagi korban yang selamat.
  • Tidak Pernah Rugi: Perusahaan tambang diyakini tidak pernah rugi dari kecelakaan karena semua kerugian, termasuk korban, telah dicakup oleh asuransi (mobil, sopir, muatan).
  • Keuntungan dari Kematian: Perusahaan berpotensi mendapatkan keuntungan dari klaim asuransi bahkan saat ada korban jiwa.
  • Kompensasi Korban (Menghadirkan Negara):
       – Meninggal: Rp25.000.000.
       – Luka Berat: Rp20.000.000.
       – Luka Ringan: Rp15.000.000.
       – Cacat Permanen: Rp50.000.000.
  • Bantuan Hukum: Menyediakan 200 pengacara Pemprov Jabar untuk mendampingi warga melakukan gugatan pidana dan perdata.
  • Modal Usaha: Memberikan Rp50 juta modal usaha kepada korban cacat permanen (misalnya untuk warung kelontong/galon/gas LPG).
  • Infrastruktur: Meminta Dinas PU menyelesaikan perbaikan/pembangunan infrastruktur jalan di Parung Panjang (target tuntas tahun depan).