BERTEMU DENGAN KEPALA BGN | INI SARAN KDM TANGANI PELAKSANAAN MBG DI JABAR
Sebuah pertemuan strategis telah digelar antara Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana untuk membahas dan mengevaluasi pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Barat. Program ini merupakan inisiatif besar dari Presiden yang sangat berfokus pada penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas, dimulai sejak janin hingga tumbuh besar.
Program MBG sendiri memiliki alokasi anggaran yang sangat besar, bahkan disebut-sebut sebagai yang terbesar di APBN, yang diorientasikan semata-mata untuk kemuliaan bangsa.
Dalam pertemuan tersebut, KDM menyoroti adanya masalah fundamental di lapangan, bukan pada program MBG-nya yang mulia, melainkan pada perilaku oknum pelaksana yang memiliki niat “cari gizi gratis”. KDM mengibaratkan bahwa dalam setiap pelaksanaan program besar, publik cenderung fokus pada segelintir penyimpangan, seperti 10 orang buruk dari 10.000 pelaksana, daripada 9.990 pelaksana yang sudah bekerja dengan baik. Hal ini menjadi fokus untuk dibenahi.
KDM menguraikan tiga problem krusial yang ia temukan di lapangan yang dilakukan oleh oknum “pencari gizi gratis”. Pertama, pembayaran upah pegawai yang tidak sesuai standar, yang mengakibatkan para pekerja menjadi lalai, seperti memasak terlalu cepat atau menyimpan makanan semalaman untuk diantar esok hari dan dimakan pada siang hari.
Kedua, pengambilan bahan baku yang tidak sesuai mutu atau standar demi mengejar keuntungan yang lebih besar. Ketiga, proses pencucian wadah makan yang tidak menggunakan standar higienis, serta dapur yang tidak higienis.
Kepala BGN menggarisbawahi pentingnya Jawa Barat dalam program ini, sebab Jawa Barat adalah penerima manfaat terbesar dengan hampir 15 juta penerima dan jumlah Satuan Pelaksana Gizi (SPG) yang mencapai hampir 5.000. Anggaran yang masuk ke Jawa Barat dari BGN mencapai hampir Rp4 triliun, di mana 85% akan digunakan untuk membeli bahan baku, dan 99% dari bahan baku tersebut berasal dari sektor pertanian.
Kepala BGN juga menyinggung tantangan kualitas SDM di Jawa Barat, di mana rata-rata pendidikan penduduk Jawa Barat masih 8,8 tahun, sedikit di bawah rata-rata nasional 9 tahun. Ironisnya, angka produktivitas pertumbuhan penduduk Jawa Barat sangat tinggi, menjadikannya penyumbang pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia.
Program MBG diharapkan menjadi intervensi untuk meningkatkan kualitas SDM agar generasi muda menjadi sehat, cerdas, kuat, dan ceria.
Dengan anggaran yang masif, BGN memiliki visi untuk tidak hanya memenuhi gizi, tetapi juga membangun ekosistem yang bermanfaat bagi pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan lokal. Kepala BGN memaparkan perhitungan potensi ekonomi yang besar.
Sebagai contoh, untuk satu SPG yang melayani 3.000 penerima, dibutuhkan 5 ton beras per bulan, setara dengan 12 hektar sawah panen setahun. Kebutuhan pisang, telur, ayam, lele, hingga susu juga menciptakan potensi besar bagi pengembangan pertanian dan peternakan lokal.
Kepala BGN, Dadan Hindayana melaporkan bahwa dari 48 total kejadian masalah di Indonesia dalam dua bulan terakhir, 28 di antaranya terjadi di Jawa Barat. Rata-rata, masalah ini dialami oleh SPG yang baru beroperasional.
Penyimpangan yang terjadi meliputi pemilihan bahan baku yang melewati batas maksimal H-2, seperti membeli hari Sabtu dan memasak hari Rabu, serta jam masak dan pengiriman yang tidak memenuhi standar 4 jam antara masak dan delivery, misalnya memasak ayam jam 9 malam.
Untuk mengatasi masalah ini, BGN memberikan sejumlah arahan dan saran. Di antaranya adalah persyaratan bagi seluruh SPG untuk dipimpin oleh juru masak terlatih dan instruksi untuk menggunakan air galon untuk memasak karena laporan kualitas air yang kurang baik.
Kepala BGN juga menginstruksikan seluruh SPG untuk memiliki alat sterilisasi (steam) buatan lokal untuk mencuci wadah makanan, dan akan mengupayakan alat tes cepat untuk setiap masakan guna mendeteksi kandungan nitrit atau bakteri.
KDM menyarankan agar program ini tidak hanya dilihat sebagai pengeluaran uang, tetapi sebagai moralitas untuk membangun siklus ekonomi yang kuat. KDM mengusulkan sebuah gerakan di mana kebutuhan bahan baku untuk MBG direncanakan dan dipasok oleh Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan di daerah.
Bahkan, KDM menyarankan agar anak-anak sekolah didorong untuk memelihara ayam atau kambing di rumah mereka, sehingga mereka menjadi mata rantai pemasok produksi ke sekolah, dan telur/daging yang mereka konsumsi adalah produk yang mereka hasilkan sendiri.
KDM menekankan bahwa ini adalah peluang untuk menggerakkan ekonomi lokal dan pasar tradisional, bukan sebaliknya di mana barang disuplai oleh bandar bermodal besar tanpa melibatkan banyak orang. Kedua belah pihak sepakat untuk segera memperbaiki dan melakukan sinkronisasi intensif antara SPG di daerah dengan perangkat daerah, dengan target ambisius “nol kejadian” masalah demi keselamatan dan masa depan anak bangsa.
Poin-Poin Utama Diskusi
- Fokus Presiden: Program MBG sangat konsen untuk menyiapkan SDM berkualitas, dimulai sejak dikandung ibu hingga tumbuh besar.
- Anggaran Besar: MBG adalah program strategis dengan alokasi anggaran yang sangat besar di APBN.
- Jawa Barat Terbesar: Jawa Barat adalah penerima manfaat terbesar dengan hampir 15 juta penerima dan anggaran yang masuk mencapai hampir Rp4 triliun.
- Tantangan Lokal: Rata-rata pendidikan Jawa Barat masih 8,8 tahun, tetapi memiliki pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia.
- Oknum “Cari Gizi Gratis”: Masalah di lapangan bukan pada programnya, tetapi pada perilaku oknum yang “cari gizi gratis” (mencari keuntungan).
- Tiga Problem Krusial (KDM):
*Pembayaran upah pegawai tidak sesuai standar, menyebabkan kelalaian seperti memasak dan menyimpan makanan semalaman.
*Pengambilan bahan baku tidak sesuai mutu/standar demi keuntungan
*Pencucian wadah makan dan dapur tidak higienis. - Kasus di Jabar (BGN): Dari 48 kejadian masalah dalam 2 bulan terakhir, 28 terjadi di Jawa Barat, rata-rata dialami oleh SPG (Satuan Pelaksana Gizi) yang baru beroperasional.
- Pelanggaran SOP Masak: Masalah terjadi karena pemilihan bahan baku yang melebihi batas maksimal H-2 dan waktu masak-antar melebihi batas 4 jam, contohnya memasak ayam jam 9 malam.
- SOP dan Kualitas: Makanan harus dimasak dan diantar dalam waktu maksimal 4 jam; bahan baku maksimal H-2.
- Juru Masak Terlatih: Seluruh SPG harus dipimpin oleh juru masak yang terlatih.
- Kualitas Air: Diinstruksikan untuk memasak menggunakan air galon dan memasang filter air karena laporan kualitas air yang kurang baik.
- Sterilisasi Alat: Seluruh SPG diinstruksikan memiliki alat sterilisasi (steam) lokal untuk mencuci wadah makanan.
- Pengecekan Makanan: Akan diupayakan alat tes cepat di setiap SPG untuk mendeteksi kandungan nitrit dan bakteri pada masakan.
- Sertifikasi: Seluruh SPG ditargetkan memiliki sertifikat SLHS (Sanitasi dan Higienis) dan HACP (Keamanan Pangan).
- Peluang Pangan Lokal: 85% anggaran MBG akan digunakan untuk membeli bahan baku, dan 99% dari bahan baku tersebut adalah pertanian, menciptakan potensi ekonomi besar.
- Gagasan Gerakan Ekonomi: Anggaran MBG harus disikapi sebagai moralitas untuk membangun siklus ekonomi lokal, bukan hanya uang.
- Keterlibatan Sekolah dan Petani: Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan harus membuat rencana kerja untuk memasok kebutuhan MBG. Anak-anak sekolah didorong untuk memelihara ternak (ayam/kambing/bebek) di rumahnya, menjadi mata rantai pemasok produksi ke sekolah dan dikonsumsi sendiri.
- Hindari Bandar Besar: Program ini harus menggerakkan pasar tradisional dan petani, bukan sebaliknya, di mana barang disuplai oleh bandar yang punya modal besar.
- Target Nol Kejadian: Kepala BGN menegaskan target untuk mencapai nol kejadian masalah, yang membutuhkan sinkronisasi SPG dengan perangkat daerah.



