Dana Pusat Berkurang, Dedi Mulyadi Siapkan Strategi Efisiensi
BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat bakal melakukan langkah efisiensi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026. Hal ini menyusul turunnya dana transfer dari pemerintah pusat yang mencapai Rp2,45 triliun.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengatakan penurunan itu berdampak besar pada struktur APBD mendatang. Dana bagi hasil pajak pusat, misalnya, merosot tajam dari Rp2,2 triliun menjadi Rp843 miliar. Selain itu, alokasi umum (DAU) juga turun dari Rp4 triliun menjadi Rp3,3 triliun.
“Bahkan DAK fisik yang biasanya digunakan untuk membangun jalan, irigasi, hingga ruang kelas, di 2026 dihapus. Dana Rp276 miliar itu tidak ada lagi,” ungkap Dedi, Kamis (25/9).
Tidak hanya itu, dana alokasi khusus nonfisik untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga ikut terpangkas, dari Rp4,8 triliun menjadi Rp4,7 triliun. Padahal, jumlah siswa SMA/SMK di Jawa Barat setiap tahun mengalami peningkatan.
Dengan berkurangnya berbagai pos tersebut, proyeksi APBD Jabar 2026 yang semula Rp31,1 triliun menyusut menjadi Rp28,6 triliun. Menurut Dedi, penurunan ini harus diatasi tanpa mengurangi porsi anggaran bagi layanan dasar masyarakat.
“Pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur tetap prioritas. Itu tidak boleh berkurang,” tegasnya.
Untuk menambal defisit, Pemprov Jabar akan menunda penerimaan CPNS baru. Efisiensi juga dilakukan lewat pengurangan belanja pegawai sekitar Rp768 miliar dari total Rp9,9 triliun.
“Kalau pembangunan berhenti, ASN bisa banyak yang tidak punya pekerjaan. Karena itu rekrutmen baru sementara ditunda,” jelas Dedi.
Belanja hibah pun tak luput dari penyesuaian. Anggarannya turun dari Rp3,03 triliun menjadi Rp2,3 triliun, termasuk skema Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) yang dialihkan menjadi beasiswa langsung. “Biar tepat sasaran, bantuan akan langsung diberikan ke siswa yang membutuhkan,” ujarnya.
Selain itu, alokasi bantuan keuangan untuk kabupaten/kota dipangkas dari Rp2 triliun menjadi Rp1,2 triliun. Pos belanja barang dan jasa juga akan ditekan, dari Rp7,6 triliun ke Rp6,9 triliun, bahkan ditargetkan bisa turun hingga Rp5 triliun.
Efisiensi dilakukan dengan cara sederhana namun ketat, seperti pemakaian listrik dan air di kantor pemerintahan yang dibatasi hanya saat jam kerja. Biaya telepon, internet, hingga jamuan makan juga ditekan. “Tidak ada lagi anggaran besar untuk katering. Kalau butuh, cukup sewa tukang masak supaya lebih hemat dan tetap segar,” ucap Dedi.
Meski menghadapi tekanan fiskal, Dedi menegaskan Pemprov Jabar tidak akan mengurangi kualitas pelayanan publik. “Jalan harus tetap bagus, sekolah tetap layak, lampu penerangan jalan tetap menyala. Kita tidak boleh kalah oleh keterbatasan anggaran,” pungkasnya.



