KADES HOHO BERKUNJUNG KE LEMBUR PAKUAN | JELASKAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Dalam sebuah kunjungan penuh inspirasi ke Lembur Pakuan, Kepala Desa (Kades) Hoho Alkaf dari Purwasaba membagikan kunci suksesnya dalam mengubah wajah desa. Kunjungan ini bukan sekadar silaturahmi, melainkan sebuah kuliah lapangan tentang bagaimana seharusnya desa dikeloka. Kades Hoho memaparkan strategi pengelolaan keuangan desa yang inovatif, sebuah model yang ternyata keberhasilannya telah terdengar hingga ke telinga Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang kemudian menjadikannya sebagai contoh teladan.

Pemaparan Kades Hoho dimulai dari pilar utama ekonominya: Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Ia menjelaskan bagaimana sebagian besar dana BUMDes dialokasikan ke usaha peternakan ayam petelur. Dengan detail, ia menceritakan bagaimana 5.000 ekor ayam mampu menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp 2 juta per hari. Skala kesuksesan inilah yang dikonfirmasi dalam pertemuannya dengan Dedi Mulyadi, di mana terungkap bahwa BUMDes tersebut mampu meraup keuntungan hingga Rp 2 miliar per tahun. Keuntungan fantastis ini, jelas Kades Hoho, tidak masuk ke kantong pribadi, melainkan diinvestasikan kembali untuk membangun fasilitas desa seperti kolam renang, menciptakan sumber pendapatan baru yang berkelanjutan.

Selanjutnya, Kades Hoho beralih ke pengelolaan Dana Desa. Ia menekankan bahwa dana ini digunakan secara seimbang untuk pembangunan fisik seperti jalan dan selokan, serta program non-fisik seperti ketahanan pangan. Sebuah strategi cerdas yang ia bagikan adalah penggunaan dana desa untuk membeli aset produktif melalui Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), bukan sekadar memberikan modal. Dengan cara ini, aset seperti kandang ayam tetap menjadi milik desa, memastikan keamanan investasi dan mencegah penyalahgunaan. Model pengelolaan aset yang rapi inilah yang membuat Kang Dedi Mulyadi yakin untuk mendorong kepala desa lain di Jawa Barat belajar administrasi manajemen BUMDes langsung ke Purwasaba.

Di akhir paparannya, Kades Hoho membuka rahasia di balik semua keberhasilan tersebut: kepemimpinan yang fokus dan pengawasan yang ketat. Ia menegaskan bahwa seorang pemimpin harus terjun langsung dan mengerti setiap seluk-beluk pekerjaan. Ia secara pribadi mengawasi segalanya, dari pembelian pakan hingga evaluasi bulanan. Sikap inilah yang tecermin dari pemaparannya kepada Dedi Mulyadi tentang banyaknya tamu yang hanya ingin berfoto tanpa niat belajar. Bagi Kades Hoho, substansi dan kerja nyata adalah segalanya. Pengakuan dari seorang Dedi Mulyadi menjadi bukti bahwa model kepemimpinan yang ia terapkan di Purwasaba bukan hanya efektif, tetapi juga sangat dibutuhkan untuk mewujudkan kemandirian desa di seluruh Indonesia.

  • Fokus pada BUMDes Produktif: Menjadikan BUMDes sebagai pusat laba dengan usaha inti peternakan ayam petelur yang sangat menguntungkan.
  • Skala Ekonomi yang Terukur: Menghasilkan profit bersih harian sekitar Rp 2 juta, dengan potensi pendapatan tahunan mencapai Rp 2 miliar.
  • Prinsip Reinvestasi Laba: Keuntungan usaha tidak dibagi habis, melainkan diinvestasikan kembali untuk membangun aset produktif baru seperti kolam renang, menciptakan siklus ekonomi mandiri.
  • Pengelolaan Dana Desa Berbasis Aset: Menggunakan Dana Desa untuk membeli aset tetap (inventaris desa) melalui TPK, bukan memberikan modal tunai, demi keamanan dan keberlanjutan.
  • Diversifikasi Usaha: Selain ayam petelur, model pengelolaannya juga mencakup potensi usaha lain seperti perikanan lele dan administrasi BUMDes secara profesional.
  • Kepemimpinan Partisipatif & Pengawasan Ketat: Pemimpin desa harus terlibat langsung, memahami detail operasional, dan melakukan evaluasi rutin untuk memastikan semua program berjalan efektif.
  • Menjadi Model Percontohan: Keberhasilannya diakui secara resmi dan dijadikan rujukan oleh pemerintah provinsi untuk program pelatihan bagi kepala desa lainnya.